Kamis, 21 Mei 2015

10 Titik Nol Paling Bersejarah di Indonesia

.: Menjejak Titik Nol di Penjuru Nusantara :.
"The journey of a thousand miles begins with a single step." - Lao Tzu
Terserak di pusat kota atau tersembunyi di ujung nusa, sebuah tapal bermulanya suatu wilayah dan monumen demarkasi suatu negeri sangat menarik untuk disambangi. Beberapa tanda akan menyeret kita dalam mesin waktu, mengurai kenangan akan sejarah berdirinya republik ini. Mengenal daerah baru dengan memulainya dari episentrum sebuah nagari bisa jadi akan membawa perspektif baru tentang bagaimana sebuah daerah tersebut dibangun dari kaca mata seorang pendirinya. Karena daftarnya akan sangat panjang, berikut ini adalah sepuluh titik nol paling bersejarah yang dapat dijadikan pilihan untuk memulai perjalanan mengenal lebih dekat negeri tercinta, Indonesia.

.: Titik Nol Jalan Raya Pos, Anyer - Panarukan :.
1. Awal Mula Jalan Deandels

Jalan darah. Begitulah sastrawan Pramudya Ananta Toer mendeskripsikan jalan Deandels. Membentang sejauh 1.806 km dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur, proyek ambisius Maarschalk Herman Willem Deandels ini bertujuan untuk menangkal serangan Inggris yang berusaha merebut tanah Jawa. Mulai dibangun pada tanggal 5 Mei 1808. Jalan ini juga disebut sebagai Jalan Raya Pos (de Grote Postweg) karena dalam pembangunannya, Deandels menginstruksikan agar dibangun sebuah poststation atau disebut sebagai pesanggrahan oleh warga pribumi setiap 8-9 km untuk tempat peristirahatan sementara atau tempat penggantian kuda pos.

Di pantai Anyer, Serang, penandanya masih dapat kita saksikan hingga sekarang. Namun demikian, penanda titik nol jalan raya Anyer-Panarukan ini dibuat setelah Indonesia merdeka. Penanda awalnya adalah sebuah mercusuar yang terletak persis di bibir pantai. Pondasinya masih jelas sekali bekasnya. Tapi, karena terjangan tsunami akibat letusan Krakatau pada 1883, mercusuar tersebut hancur dan diganti dengan mercusuar baru pada tahun 1885 atas instruksi ZM. Willem III yang posisinya persis di pinggir jalan raya Anyer saat ini.

.: Titik Nol Km Kota Bogor :.
2. Jejak Pertama di Dalam Istana

Mungkin, inilah satu-satunya titik nol sebuah kota yang paling susah untuk dijejak di seluruh Indonesia. Pasalnya titik nol kota Bogor terletak persis di dalam Istana Bogor. Kecuali pihak istana sedang mengadakan acara open house (biasanya dalam rangka peringatan hari jadi kota Bogor), tidak sembarang orang bisa dengan leluasa menginjak penanda awal mula berdirinya Kota Hujan ini.

3. Cikal Bakal Kota Kembang

.: Titik Nol Km Kota Bandung :.

Posisinya ada di Jalan Asia-Afrika, tepatnya berada di depan gedung kantor Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat. Konon, di tempat ini Deandels yang saat itu sedang memeriksa kelangsungan pembangunan Jalan Raya Pos pernah berucap, "Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebowd!" yang artinya "Usahakan, bila aku datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun!".

Bagai sebuah sabda pandita ratu, ucapan sang gubernur jenderal tersebut diamini dengan dibangunnya gedung-gedung megah dengan arsitektur modern seperti Societet Concordia (Gedung Merdeka), gedung Bank Mandiri (merupakan bekas gedung Nederlandsche Handels Maatschappij), gedung Kantor Pos Besar, dan banyak gedung lainnya. Inilah salah satu alasan mengapa Bandung selalu menarik untuk didatangi karena penuh dengan bangunan tua peninggalan kolonial Belanda yang masih terawat sekali keadaannya.

.: Pulau Unrust, Kepulauan Seribu :.
4. Jejak Kolonialisme Belanda Bermula

Dari keempat gugusan pulau yang menjadi basis pertama pertahanan Belanda di nusantara ini, pesona Pulau Unrust sanggup menggeser pamor Pulau Cipir, Kelor, dan Bidadari.

Pada saat itu, Unrust seolah menjadi sorotan dunia sebagai tempat bengkel kapal dengan fasilitas dan pelayanan terbaik di dunia.Oleh karenanya, pulau ini selalu ramai dan sibuk terus siang dan malam layaknya Jakarta saat ini sehingga orang-orang Belanda menyebutnya dengan Unrust (bahasa Inggrisnya Unrest), pulau yang tak pernah beristirahat. Selain itu, banyaknya kapal-kapal besar yang lalu-lalang dari dan ke pulau ini membuatnya mendapat julukan sebagai Pulau Kapal.

Tak ada yang pernah menyangka bahwa dari pulau kecil ini kompeni Belanda mampu menggalang kekuatan dan menguasai Batavia pada tahun 1619. Dari Pulau Unrust pula, Belanda melalui VOCnya menguasai perdagangan rempah-rempah mulai dari Tanjung Harapan di Afrika Selatan hingga Pulau Deshima (Hirado) di dekat Nagasaki, Jepang. Bahkan, ekspansinya meliputi Tanjung Horn yang ada di Selat Magelhaen, Amerika Selatan.

.: Titik Nol Km Kota Batavia, Museum Bahari, Kota Tua Jakarta :.
5. Titik Pertama Batavia

Menara Syahbandar didirikan tahun 1839 yang berfungsi sebagai pemandu lalu lintas kapal-kapal dagang menuju kota Batavia sebelum Pelabuhan Tanjung Priok dibangun. Menara yang dahulu juga digunakan sebagai menara pengintai (Uitkijk Post) ini dibangun di bekas bantion Benteng Culemborg yang merupakan pintu masuk Kota Batavia.

Di kaki anak tangga terdapat sebuah prasasti berhuruf China yang menjelaskan bahwa Menara Syahbandar di masa lalu merupakan kantor pengukuran dan penimbangan serta menjadi titik 0 kota Batavia. Anak tangga sebanyak 77 buah mengantarkan saya sampai puncak menara ini. Dari sinilah saya dapat memandang Oud Batavia dengan jelas: kapal-kapal phinisi berjajar berderet di Pelabuhan Sunda Kelapa, lalu lintas pelayaran nusantara di kawasan teluk Jakarta, restoran Galangan VOC yang dulu merupakan galangan kapal milik VOC, muara sungai Ciliwung yang berair kehitaman, dan tentu saja, kota lama Batavia yang sudah berubah menjadi hutan beton Jakarta.

6. Lingga dan Yoni, Ikon Kebanggaan Indonesia

.: Monumen Nasional (Monas) :.

Perpindahan titik 0 km kota Jakarta dari Menara Syahbandar ke Monas juga seakan menjadi penanda yang halus pemindahan pusat kota Batavia dari Kota Tua ke wilayah Weltevreden yang dilakukan oleh Deandels di masa silam. Meski tidak lagi menjadi penyandang bangunan tertinggi, puncak Monas tetap menawarkan keindahan kota Jakarta dari udara. Orang masih saja rela mengantri berlama-lama hanya untuk merasakan sensasi dihembus angin di ketinggian 132 mdpl. Dari puncaknya, saya benar-benar merasakan bahwa Jakarta bukan lagi kota pelabuhan kecil kerajaan Pajajaran seperti yang dilantunkan dalam catatan perjalanan pelaut Eropa. Jakarta masa kini adalah sebuah tatanan megapolitan yang sesak oleh rimbunan beton. 

.: Titik Nol Km Kota Yogyakarta :.
7. Jogja, Tempat Segalanya Bermula

Saya tak menyangka jika titik nol km Kota Jogja terletak di kawasan perempatan sekitar kantor pos. Saya pikir, bukankah, jika mengikuti pakem yang selama ini dipercaya dalam masyarakat Mataram Jogja, Keraton Kasultanan Yogyakarta-lah pusat segala yin-yang dalam semesta yang disebut sebagai region kesultanan. Tapi, ketika saya tanya petugas museum  benteng Vredeburg, kawasan di sekitar perempatan inilah yang menjadi titik 0 km Kota Jogja.

Serasa memutar memori masa kecil, kawasan titik 0 ini mengingatkan saya pada pelajaran sejarah waktu SMP, mengingatkan pula pada pengalaman piknik bersama teman-teman sekolah, saat saya naik becak keliling keraton melewati kawasan Pathuk, beli bakpia dan kaos dagadu, dan berakhir di alun-alun utara keraton melewati depan Gedung Kantor Pos Jogja dan Bank Indonesia yang megah. Di kawasan ini pula saya akhirnya mendapat pengetahuan baru tentang batik Jogja yang motif dan penjelasannya tertata apik di Monumen Batik Yogyakarta.

.: Titik Nol Km Kota Bukittinggi :.
8. Menggapai Menara Jam Gadang

Titik nol kota Bukittinggi ditandai dengan sebuah menara jangkung beratap bagonjong. Tingginya sekitar 26 meter dan selesai dibangun tahun 1926 oleh arsitek Yazid Rajo Mangkuto. Jam gadang yang ada di keempat penjuru menara ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, seorang sekretaris Ford de Kock (sekarang Bukittinggi). Pembangunannya menelan biaya sekitar 3.000 gulden.

Saya bertandang kemari karena terpesona dengan jam yang ada di puncak menara. Konon, mesin mekanik yang menggerakkan jam tersebut hanya diproduksi sebanyak dua unit di dunia ini. Selain dipakai oleh jam gadang di Bukittinggi ini, mesin serupa juga digunakan sebagai penggerak jam di menara Big Ben, London, Inggris.

Yang menarik, setiap kali saya bercerita akan bertandang ke Bukittinggi selalu mendapat pesan untuk memerhatikan dengan seksama angka di jam gadang tersebut. Karena penasaran, begitu tiba di pelataran jam, saya langsung mengamati 'keanehan' angka di jam tersebut. Ternyata alih-alih ditulis dengan angka IV, angka 4 pada jam ditulis dengan tanda turus sebanyar 4 kali yaitu IIII. 

.: Titik Nol Km Kota Medan :.
9. Balada Balaikota

Bangunan bercat putih serupa istana ini dulunya merupakan Balai Kota Medan. Di bagian tengahnya menjulang sebuah menara yang dihiasi dengan jam kuno berangka romawi. Konon, jam tersebut merupakan hadiah dari seorang saudagar Tionghoa kaya raya dari Medan yang bernama Tjong A Fie.

Sayang sekali, bangunan ini sekarang sudah diakuisisi dan menjadi bagian dari Hotel Aston Medan. Meski sang pengelola berjanji untuk merawat bangunan yang sudah masuk dalam situs cagar budaya ini, tetap saja kalau tidak menginap di hotel tersebut, orang tidak bisa leluasa melihat dan mengambil gambar di dalam bangunan ini. Mungkin, kalau nanti mempunyai kesempatan bertandang kembali ke kota Medan, saya akan memilih untuk menginap di hotel ini.

10. Pagar di Ujung Barat Nusantara

.: Titik Nol Km Nusantara, Sabang, Pulau Weh, Aceh :.

Sebagai salah satu pulau terluar di kepulauan nusantara yang letaknya berada di ujung nusa, banyak sekali simbol-simbol atau penanda geografis yang di bangun di Sabang, Pulau Weh. Salah satunya adalah tugu KM 0 Indonesia yang dibangun di daerah Ujong Ba'u, Desa Iboih. Tugu KM 0 Indonesia ini dibangun sebagai penanda geografis titik awal daratan nusantara. Meski titik terluar daratan Indonesia sebenarnya ada di Pulau Rondo, yang pulaunya samar-samar kelihatan dari tugu ini, tapi karena Pulau Rondo 'hanya' berupa pulau kecil tidak berpenghuni, yang hanya disinggahi nelayan, maka diputuskanlah dibangunnya tugu KM 0 Indonesia ini ada di Pulau Weh.

Jika ditilik dari ukurannya, tugu ini lebih megah daripada tugu kembar yang terletak di tengah kota Sabang. Berdiri terpencil di dalam hutan lindung Pulau Weh, dalam keadaan sepi pengunjung, monumen ini diramaikan oleh sekawanan monyet nakal dan seekor babi hutan yang jinak. Selain tugu KM 0 Indonesia, ada pula tugu kecil sebagai penanda posisi geografis Stasiun GPS KM 0 Indonesia. Terletak tak jauh dari tugu KM 0 Indonesia, tugu kecil inilah tugu yang terletak di paling barat daratan nusantara. Bangga rasanya bisa menjejak titik paling ujung Indonesia ini. []

*) Tulisan ini diikutsertakan dalam rangka blog competition yang diadakan oleh #TravelNBlog

26 komentar:

  1. Menarik Die. Klo misal memperhatikan patok km di pinggir2 jalan itu kadang ya sempet penasaran, klo ditelusuri terus nanti titik 0 km nya ada di mana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener. Aku pernah iseng nyusuri jalan buat menemukan di mana letak patok titik nolnya. Pas di Tanjung Bira, Bulukumba, Sulawesi Selatan sampai dibela-belain pulang ke penginapan agak malem untuk nemuin patok titik nol. Hehehe :)

      Hapus
  2. wah kerennya titik Nol ini, aku belom pernah nyampe koleksi titik nol di mana2 Hiks2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ebuset, emang belum pernah ke Monas? Masa sih? Mungkin karena keseringan traveling ke luar negeri kali ya. Jadi, untuk jalan-jalan berikutnya bisa jadi pilihan nih beberapa titik nol yang ada di seputaran Jakarta. Keep on traveling, guys :))

      Hapus
    2. Monas itu apa? aku ngga tahu dimana itu *dikeplak pake sandal*

      Hapus
    3. Tanya aja sama mz. Cumi yang heits dan cetar membahana itu, nanti kamu akan ditunjukkan di mana Monas berada. Jangan lupa istigfar terus ya klo lagi deket-deket sama dia wkwkwk :D :P

      Hapus
  3. Kalo titik nol di hatimu, kira2 siapa yg menyinggahi kak ????

    BalasHapus
  4. Yang udah pernah ke monas, jam gadang, sama yogyakarta~~ oke berarti masih perlu ke 7 tempat lagi :D *catet*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berangkaaaaat kak. Jangan nunggu sampai dibayarin hehehe. Menara Syahbandar bisa kok tek dung pas weekend ;)

      Hapus
  5. Membaca ini memperbanyak khazanah saya tentang titik-titik 0 di Indonesia. Sukses mas Adi! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih banyak lagi sebenarnya titik nol bersejarah di Indonesia. Kalau pas lagi menjelajah suatu daerah, tanyakan saja pada penduduk lokalnya.

      Btw, terima kasih apresiasinya :)

      Hapus
  6. saya kira titik nol Yogyakarta adalah tugu yogyakarta, ternyata perempatan pos. Sukses buat lombanya ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak yang mengira begitu. Kalau saya dulunya mengira titik 0 km Jogja adanya di dalam keraton, eh ternyata di perempatan. Locals know better ;)

      Hapus
  7. titik nol itu menarik kalo ditelusuri hubungannya dengan perkembangan kota tersebut ya.. kalo nggak, sekadar jadi tugu belaka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener. Banyak yang gak ngeh dengan penanda-penanda itu. Padahal nilai historisnya tinggi sekali. Aku sih menganggapnya sebagai puzzle aja untuk menelusuri kisah sejarah suatu tempat :)

      Hapus
  8. Yang Bogor emang kocak banget. Pas banget kemaren gue ke balok tugu km 0 Bogor. Aneh!

    BalasHapus
  9. Kece, Beb! Aku malah kadang gak ngeh kalau ada titik nol. Di Semarang ada tuh, depan kantor pos kota lama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di setiap kota pasti ada titik 0-nya. Di situlah aku biasanya nyari info dulu sebelum datang ke kota atau daerah yang baru pertama kali didatangi.

      Iya beb, yang di Semarang penandanya kecil banget dan dipagari. Letaknya ada di tengah jalan di depan kantor pos.

      Hapus
  10. btw, tugu nol kilometer kini dalam tahap rekontruksi ulang bang. di ganti jadi baru gitu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh iya, km 0 di Sabang memang lagi dibangun yang baru. Papan namanya sih kece banget. Suatu saat kalau ada kesempatan pengen main ke sana lagi. Pulau Weh pantainya subhanallah banget pokoknya :))

      Hapus
  11. hahahah aku baru 2 titik ajaa kak Adi

    baru Monas sama jam gadang, bulak balik Bandung tapi ga pernah mampir ke titik nol Bandung *haadeeuuh*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal yang di Bandung letaknya lumayan mudah dijangkau lho Mei. Kan ada di jalan Asia Afrika yang ramai dan terkenal. Sempatkan main ke situ. Jarang yang foto di situ kok, jadi aman gak perlu antri ;)))

      Hapus
  12. Balasan
    1. Iya ada. Cuma kayaknya gak ada tugunya ya. Hanya berupa kawasan saja. Cmiiw :'))

      Hapus