Kamis, 30 Juli 2015

Saba Desa: Sugihwaras dan Kenangan Masa Silam

.: Jalan Menuju Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngluyu, Kabupaten Nganjuk :.

Setiap kali mudik lebaran, saya selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi satu objek wisata yang ada di kampung halaman. Tahun ini sebenarnya saya ingin mengunjungi Air Terjun Sedudo lagi. Tapi, berhubung dapat kabar kalau kawasan Sedudo longsor dan ditutup untuk umum sampai jangka waktu yang belum ditentukan, saya memutuskan untuk 'menemukan' keberadaan Air Terjun Ngebleng yang konon sedang menjadi buah bibir para pejalan di Nganjuk.

Hari terakhir cuti sebelum balik lagi ke Jakarta, saya kepikiran untuk mengunjungi satu tempat lagi. Sebenarnya lebih kepada ingin 'temu kangen' dengan sebuah tempat yang sudah agak lama tidak saya kunjungi. Terakhir ke sana sekitar tiga tahun yang lalu. Tempat tersebut adalah Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngluyu, Kabupaten Nganjuk, sebuah desa yang terletak di balik Pegunungan Kapur Tengah yang wilayahnya dikungkung oleh pegunungan. Sebenarnya tak ada yang istimewa dari desa ini. Tapi, demi bisa melihat sawah menghijau, air jernih mengalir, merasakan udara sejuk khas pegunungan, dan kesederhanaan masyarakat desa, saya rela memacu roda sepeda untuk melintasi tanjakan gunung seorang diri.

Minggu, 26 Juli 2015

Mencari Ngebleng

.: Jalan Desa Menuju Air Terjun Ngebleng :.

Banyak orang bilang dunia pariwisata Indonesia sedang menggeliat. Beberapa maskapai menambah jumlah pesawat dan membuka jalur penerbangan baru. Hotel dan penginapan tumbuh subur bak cendawan. Orang-orang yang dulunya tidak suka bepergian, mendadak jadi suka jalan-jalan. Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, informasi tentang suatu objek wisata dan kemudahan untuk mengaksesnya membuat titik-titik dan potensi wisata tiba-tiba saja seperti bermunculan, menunggu untuk dieksplorasi. 

Salah satunya adalah Air Terjun Ngebleng. Seumur-umur tinggal di Nganjuk, saya belum mendengar nama air terjun ini. Baru setelah sebuah rencana untuk mengunjungi air terjun Sedudo batal karena terjadi longsor, saya mengganti rencana jalan-jalan ke objek wisata lainnya. Saat menghadiri reuni sekolah saya sempat mendengar selentingan informasi tentang keberadaan suatu air terjun di Pegunungan Kapur Tengah. Letaknya ada di dalam hutan dengan akses yang cukup sulit. Lokasinya berada di daerah perbatasan antara Nganjuk dan Jombang. Istilahnya, orang akan bilang tempat seperti ini sebagai tempat jin buang anak.

Selasa, 21 Juli 2015

Reuni: Membuka Kembali Kenangan Lama

.: Kumpul-Kumpul Teman SMU :.

Mangan ora mangan sing penting kumpul. Ungkapan tersebut sepertinya tidak berlaku ketika reuni yang saya lakukan. Zamannya sudah berubah. Setiap kali ada pertemuan, selalu saja ada acara makan-makannya. Apalagi reuni anak zaman sekarang. Euforianya sudah berlangsung sejak ramadhan baru saja dimulai. Pesanan untuk datang sepertinya harus disampaikan jauh-jauh hari agar acara tetap semarak dan bisa berlangsung meriah.

Walaupun ada beberapa teman bilang, "Paling yang datang orangnya ya itu-itu saja.", sebisa mungkin, kalau tidak ada halangan, saya akan datang. Sejak lulus SMU, saya baru absen sekali saja saat reuni dihelat. Bukannya kemaruk, tapi yang namanya diundang ya sebaiknya datang. Namanya juga reuni, saya pikir, ada sekelumit kebahagiaan dan inspirasi yang dapat dibagi. Apalagi kalau bisa mendapat pelajaran dan cerita seru dari teman-teman yang kesehariannya jarang sekali bertemu.

Jumat, 17 Juli 2015

Mudik Asyik: Jalan Panjang Menuju Kampung Halaman

.: Antrian Kendaraan Pemudik di Tol Cikopo - Palimanan, Jawa Barat :.

Sebagai seorang perantau, mudik lebaran adalah sebuah ritual yang pantang untuk dilewatkan. Meski saya juga kerap mengambil kesempatan libur akhir pekan atau saat libur 'hari kecepit' untuk mudik, rasa-rasanya hanya pulang saat libur lebaran yang mempunyai euforia dan perjuangan saat melakukannya. Pasalnya, pada saat itulah hampir semua orang juga berbondong-bondong menginfasi kampung halamannya masing-masing untuk bertemu dengan para keluarganya.

Dan entah mengapa, rasa-rasanya tahun ini saya begitu bersemangat untuk segera mudik. Mungkin karena iming-iming bapak yang mengatakan kalau ada banyak 'kejutan' di rumah, saya pun rela begadang semalaman untuk mendapatkan tiket mudik kereta. Saya sengaja tidak belik beli tiket mudik karena tahun ini, saya menerima ajakan dua orang sahabat yang ingin kembali merasakan sensasi mudik naik mobil sebagaimana pernah saya lakukan beberapa tahun silam. Ditambah romantisme kenangan menonton film 3 Hari untuk Selamanya, rasa-rasanya saya begitu tidak sabar menantikan saat itu tiba.

Selasa, 07 Juli 2015

Menumpang Garuda Indonesia Menjelajah Negeri Sulawesi Selatan

.: Boeing 737 - 800 NG :.

Ada bentuk-bentuk kebahagiaan sederhana dalam hidup. Kadang terlewat begitu saja tanpa kita syukuri. Beberapa membentuk kenangan yang mengendap dalam memori. Perjalanan menjelajah negeri Sulawesi Selatan seorang diri merupakan satu bentuk kebahagiaan kecil yang tak akan pernah terlupakan. Maklum, negeri elok di 'kaki' sebelah barat Pulau Sulawesi ini sudah lama bertengger dalam daftar destinasi impian yang hendak saya sambangi. Meski ini bukan perjalanan pertama saya menjelajahi suatu tempat sendiri, rasa-rasanya alam begitu bersinergi dalam melancarkan dan menunjukkan banyak hal yang ingin saya lihat dan nikmati sepanjang perjalanan.

Bermula dari promo tiket pesawat Garuda Indonesia di awal tahun 2012 silam. Melihat harga yang ditawarkan, rasa-rasanya sungguh sayang jika promo menarik ini terlewat begitu saja. Bayangkan, saya mendapatkan tiket Jakarta - Makassar pergi pulang seharga satu juta rupiah saja. Harga tersebut merupakan harga termurah dari semua maskapai penerbangan dari Jakarta dengan tujuan Makassar pada hari tersebut. Setelah melalukan reservasi, saya optimis bahwa mimpi ini tinggal menghitung hari.