Selasa, 19 Agustus 2014

[7Wonders] Ekspedisi Terios: Memburu Kenikmatan dalam Secangkir Kopi

.: Menikmati secangkir kopi di pagi hari :.
Svarnadwipa memang istimewa. Pulau besar penghuni wilayah barat nusantara ini dari dulu mengusik rasa penasaran saya untuk segera menjejaknya. Selain karena budayanya yang kaya, panorama alamnya yang memesona, dan sederet magnet yang mampu menjadi mantra ajaib yang mengundang orang untuk bertandang, kopi adalah alasan utama penariknya. Sebagai seorang petualang musiman sekaligus pecinta kopi, saya merasa perlu memasukkan Sumatera sebagai zona penting untuk memuaskan dahaga petualangan mencicip cairan biji kopi.

Pengalaman mencicip kopi tradisional dari kantong-kantong tanah subur perkebunan kopi di penjuru negeri mengantarkan saya pada keeksotisan kopi kintamani di Bali, autentisitas kopi Flores dalam suasana persahabatan yang hangat. Suatu ketika saya juga sempat mencicip secangkir Toraja yang filosofis dan segelas kecil kopi Belitong yang membudaya. Dari banyak referensi dan cerita yang saya dengar dari mulut para petualang yang saya temui, Sumatera menawarkan petualangan minum kopi yang pantang untuk dilewatkan. Dataran tinggi pegunungan Andalas merupakan tambang emas hitam yang mengantarkan Indonesia menjadi salah satu produsen kopi terbaik dunia. Saya tak sabar untuk membuktikan kebenaran desas-desus yang beredar tersebut. 

Sabtu, 09 Agustus 2014

Anjak Anjuk: Menuju Udik, Menggapai Merdesa

.: [Welcome Home] Visit Nganjuk (NY) Year 2014 :.
Ada saat-saat di mana saya merasa bahagia hidup di kota besar. Segala kemudahan fasilitas dan kesempatan untuk berproses mencari penghidupan yang lebih layak dan bermakna mempunyai banyak pilihan jalan serta kesempatan untuk dilakukan. Namun, ada saatnya pula saya menjadi melankolis karena mendamba kehidupan sederhana yang jauh dari riuh perkotaan dan hutan beton yang penuh sesak. Bebas menghirup udara segar setiap hari sembari menyesap secangkir kopi atau teh tanpa merasa perlu untuk berburu dengan waktu.

Dalam suasana menyambut liburan panjang, salah seorang karib saya bertanya kapan terakhir kali saya menjenguk kampung halaman dan apa yang menarik dari kampung tersebut sehingga membuat saya harus rela pulang. Saya jadi berpikir sejenak. Minimal sekali (atau dua kali) saat lebaran tiba, saya memang selalu pulang kampung. Keberadaan orang tua dan kerabat menjadi faktor penentu alasan paling dominan. Selain itu, saya kerap menyisihkan beberapa hari untuk berlibur keliling pelosok daerah di mana saya dulu numpang lahir. Alasannya, selain mencoba mengenal lebih dekat daerah sendiri, sebagai seorang petualang musiman yang kerap diidentikkan dengan selalu keluyuran ke penjuru negeri, saya merasa mempunyai kewajiban moral untuk mengenalkan daerah sendiri kepada khalayak lebih luas sebagaimana yang biasa saya lakukan terhadap daerah-daerah yang sudah saya sambangi.