Senin, 14 Mei 2012

Tampil Menarik dengan (m)Batik

koleksi kain batik kesayangan
Saya sedang duduk sendirian di kamar lantai 5 sebuah hotel di Jakarta saat sebuah televisi swasta nasional menayangkan film dokumenter berjudul Batik: Our Love Story karya Nia diNata. Meski dalam keseharian tak lepas dari batik, rasa-rasanya saya belum pernah secara khusus menaruh perhatian pada batik. Berkali-kali menyampaikan keinginan untuk mengunjungi Museum Tekstil Tanah Abang untuk belajar membatik, selalu saja berakhir hanya sebatas niat belaka.

Makanya, entah terbius oleh film atau mungkin hasrat terpendam yang mulai muncul kembali, keinginan saya untuk mempelajari batik mulai tumbuh lagi. Awalnya sih saya iseng-iseng mendata koleksi batik yang saya miliki. Setelah itu, mulailah saya senang browsing-browsing tentang batik, motif yang unik-unik, sampai mengerti bahwa batik sendiri sebenarnya punya dua pengertian. Pertama yaitu batik dimaknai sebagai suatu bentuk seni atau teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Teknik ini sering disebut sebagai wax-resist dyeing. Yang kedua (dan ini merupakan pengertian yang banyak dipahami oleh orang kebanyakan), batik adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik wax-resist dyeing tadi yang di dalamnya meliputi penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki sesuatu yang khas atau unik.

Ngabur ke Bali

Selamat datang di Pulau Dewata
Itulah status teman-teman yang kerap saya baca di situs jejaring sosial saat akhir pekan tiba. Bali seolah menjadi tempat pelarian dari kepenatan hidup di ibukota. Memang sih, ngabur ke Bali saat akhir pekan lebih asyik daripada macet-macetan ke Bandung atau Puncak. Tapi kan, kalau 'hanya' untuk tempat ngabur saja, kenapa mesti Bali? Padahal di Indonesia kan, banyak sekali daerah yang dapat dipilih sebagai weekend gateway destination.

Tapi tak tahu juga ya, kalau dipikir-pikir, Bali itu semacam punya magnet tersendiri yang sanggup mengundang orang untuk datang ke sana. Alamnya yang cantik, pantainya yang indah, budayanya yang masih terjaga, orang-orangnya yang ramah, dan tentu saja, makanannya yang enak-enak. Saya akan heran kalau ada orang yang suka jalan-jalan tapi belum pernah menginjak tanah Bali. Orang kalau berlibur ke Bali rasanya pengen liburan terus. Waktu seakan melambat dan enggan beranjak. Rasanya hidup cuma untuk leyeh-leyeh, tidur-tiduran, makan-makanan yang enak (dan banyak), dan jalan pun pengennya yang pelan tanpa tergesa-gesa diburu waktu.