Rabu, 26 Desember 2012

Mengenang Tsunami di Masjid Rahmatullah

Magical Masjid - Rahmatullah

Delapan tahun berlalu tapi kenangan akan bencana dahsyat itu masih mengendap di benak banyak orang, termasuk saya. Masjid Rahmatullah adalah salah satu masjid yang menjadi saksi bisu tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 silam. Bangunan ini seolah menjadi 'prasasti' wajib kunjung dalam daftar tempat-tempat yang saya kunjungi saat jalan-jalan di Aceh.

Saya terpesona dengan masjid ini sejak menonton sebuah berita yang menayangkan video landscape Lampu'uk dari udara, beberapa hari setelah tsunami. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah hamparan padang datar penuh puing bekas tsunami dan satu bangunan putih yang berdiri tegak sendirian yaitu Masjid Rahmatullah ini.

Rabu, 19 Desember 2012

Tak Ada Surga di Indonesia

Bumi Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia. Bukan Kepingan Surga

Tiket promo dalam genggaman, perjalanan dilakukan, ribuan frame foto didapatkan, dan puncaknya, satu lagi kepingan surga dinarasikan. Tak sulit menemukan cerita tentang keindahan visual di bumi pertiwi: pasir pantai putih, air laut jernih, serta bentangan alam memukau yang mengundang decak kagum. Dalam riuhnya dunia pariwisata saat ini, kata surga seolah merupakan diksi ampuh dalam promosi sekaligus representasi sebuah kemalasan dalam mendeskripsikan visualisasi.

Rabu, 12 Desember 2012

10 Hal Paling Tidak Menyenangkan dalam Dunia Jalan-Jalan Saat Ini

Belum ke Lombok nih, cuma di Gili saja :'(
Traveling memang sedang booming. Banyak orang mulai terjangkiti virus jalan-jalan. Orang mulai berpikir bagaimana mengumpulkan uang dan merencanakan sebuah perjalanan. Mereka mulai sadar bahwa jalan-jalan sekarang menjadi semacam gaya hidup. Karena hidup akhirnya punya banyak gaya, traveling lambat laun mulai mengalami pergeseran makna.

Banyak orang mulai sibuk mendiskusikannya, membanding-bandingkan, membuat sebuah parameter tertentu tentang konsep perjalanan, menentukan indikator 'keberhasilan' sebuah perjalanan baik dengan angka-angka maupun menerjemahkannya dengan bahasa filosofis (yang terkadang malah sulit dimengerti) sehingga konsep jalan-jalan menjadi tak lagi sesederhana pergi ke suatu tempat dan menikmatinya.

Berdasarkan pengamatan saya, setidaknya ada 10 hal yang membuat obrolan tentang jalan-jalan saat ini menjadi semakin 'ribet' dan terkesan penuh aturan yang tak perlu sehingga mengurangi keasyikan dalam perjalanan itu sendiri.

Kamis, 06 Desember 2012

Wisata Museum: Menjual Kenangan Masa Lalu

Museum di Hatiku. Di Hatimu?
Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, wisata ke museum tampaknya bukan menjadi pilihan utama liburan. Masih banyak yang beranggapan bahwa pergi ke museum tak ubahnya malah menambah penat. Liburan yang semestinya digunakan untuk menyegarkan pikiran dengan menikmati warna-warni alam, akan berubah menjadi tampak membosankan jika yang dikunjungi adalah benda-benda kuno yang justru menuntut pengunjungnya untuk mengingat-ingat dan 'mengenang' masa lalu. Sampai ada sebuah kelakar bahwa orang Indonesia (kota) itu pergi ke museum hanya dua kali. Pertama saat ada tugas sekolah dari guru dan kedua saat mengantar anaknya mengerjakan tugas dari gurunya.

Sangat miris sebenarnya saat mendengar celoteh teman-teman yang bercerita tentang museum-museum 'biasa' saja yang ada di luar negeri dengan biaya sekian euro, sementara mereka nihil informasi tentang museum-museum lokal. Padahal, sepengetahuan saya, hidup di Indonesia harusnya sangat termanjakan dengan tersedianya begitu banyak museum dengan koleksi yang bermacam-macam pula. Pun juga, harga tiketnya kadang kala sangat tidak manusiawi dibandingkan dengan apa yang dapat kita peroleh jika bertandang di dalamnya. Bahkan ada yang tanpa dipungut biaya. Bayangkan, rata-rata tiket masuk museum di Indonesia untuk pengunjung dewasa 'hanya' Rp. 2.000,00 hingga Rp.5.000,00 saja. Masih lebih mahal dibandingkan dengan, katakanlah, tarif jalan tol atau parkir di mal. Tapi, apakah dengan begitu museum-museum di Indonesia serta merta ramai pengunjung?  

Minggu, 02 Desember 2012

Tumpeng dan Sebait Doa

.: tumpeng kuning pertama buatan saya :) :.

Hampir tak pernah ada perayaan berarti dalam hidup saya. Kalaupun ada, biasanya hanya acara seremonial sederhana. Hari ini mungkin adalah hari yang biasa saja, tapi buat saya, tanggal 02 Desember 2012, bertepatan dengan hari Minggu pula, merupakan hari di mana saya mulai datang untuk 'jalan-jalan' di muka bumi ini, beberapa tahun yang lalu. Tumpeng nasi kuning, sesuai dengan filosofi orang Jawa mewakili gambaran tentang kekayaan dan moral yang luhur, cocok digunakan untuk perayaan yang penuh suka cita dan persembahan rasa syukur. Sesuai dengan filosofinya, saya hanya berharap bahwa di tahun-tahun mendatang akan bertemu dengan banyak keberkahan dan kebermaknaan hidup sesuai dengan doa yang dilantunkan di awal 'upacara' untuk mendekati sifat kekayaan dan moral yang luhur seperti yang diwakili oleh tumpeng kuning ini. Amin. Salam suka cita untuk semuanya. :)