Jumat, 10 Agustus 2012

Blusak-Blusuk ke Istana Bogor

Istana Buitenzorg yang megah
Saat pertama kali menginjak Kota Bogor pada tahun 2003, saya langsung jatuh cinta dengan kemegahan Istana Bogor yang ada di pusat kota ini. Tapi apa daya, karena bukan siapa-siapa, saya hanya bisa memandanginya dari balik jeruji pagarnya sembari memberi makan rusa-rusa tutul yang lucu atau melihatnya dari dalam kompleks Kebun Raya Bogor. Saya masih ingat, dulu pernah berfoto di depan pintu gerbang istana sebelah utara, tapi tak punya dokumentasinya karena foto itu tidak pernah dicetak dan tak tahu entah di mana. Saya juga masih ingat bahwa saat melihat Istana Bogor dari balik jeruji pagarnya yang angkuh ini, pernah berharap bahwa suatu saat bisa masuk ke dalam istana paling megah dan paling luas di Indonesia ini.

Hampir satu dekade berlalu, akhirnya pintu istana ini membuka diri untuk saya. Dengan dikawal ketat oleh polisi militer, akhirnya saya bisa melenggang masuk ke dalam istana dan mengagumi kemegahannya dari dalam. Dari Pak Djunaedi, Kepala Protokoler Istana Bogor, saya jadi tahu tentang seluk-beluk istana ini. Awalnya, sama seperti orang Jakarta yang menyingkir sejenak ke Puncak dari kepenatan kerja dan hawa panas ibukota, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Gustaaf Willem van Imhoff dalam sebuah perjalanannya ke Cianjur menemukan sebuah tempat yang sejuk di bantaran sungai Cisadane dan Ciliwung yang cocok jika dibangun tempat tetirah di atasnya.

Saya kenal nama Imhoff dari sebuah plakat bekas nisan batu di dalam Museum Wayang di kawasan Kota Tua, Jakarta. Imhoff ini memang terkenal suka membangun 'istana'. Bangunan unik di Kota Tua yang sekarang dikenal sebagai Toko Merah adalah 'istana'nya yang pertama di tanah Batavia. Desain awal bangunan Istana Bogor ini juga dirancang sendiri oleh Imhoff. Dia terinspirasi oleh kemegahan Istana Blenheim yang merupakan kediaman Duke of Malborough di dekat Oxford, Inggris. Dengan dimulainya pembangunan istana ini pada tahun 1745, daerah yang dulunya bernama Kampung Baru inipun menjelma menjadi Buitenzorg (bebas masalah atau kesulitan) dan menjadi awal mula Kota Bogor.

Pembangunan Istana Bogor ini boleh dibilang berliku-liku dan memakan waktu yang lama. Setelah Imhoff meninggal pada tahun 1750, pecahlah perang Banten yang dipimpin oleh Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang yang dalam salah satu serangannya berhasil membumihanguskan bangunan istana. Insiden tersebut dipicu oleh kekecewaan rakyat yang tinggal di bantaran sungai Cisadane kepada Ratu Syarifah yang menyerahkan lahan subur wilayah Kesultanan Banten kepada VOC. Pembangunan Istana Bogor pasca Imhoff dilanjutkan oleh penerusnya yaitu Jacob Mossel dan para gubernur jenderal VOC setelahnya seiring dengan bertambahnya keuntungan dagang VOC.

Pada tahun 1802 di sudut belakang istana dibangun sebuah gereja protestan yang hingga kini masih berfungsi dengan baik meski diberi pagar pembatas yang membuatnya seperti terpisah dengan kompleks istana agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Dari gerbang di sebelah gereja inilah saya masuk ke dalam kompleks istana karena gerbang utama hanya dilewati oleh presiden dan wakilnya serta para tamu negara asing. Di sebelah pos penjaga istana juga terdapat rumah sakit istana yang dibangun bersamaan dengan pembangunan gereja. Rumah sakit tersebut sekarang dikenal sebagai Rumah Sakit Umum Palang Merah Indonesia.

Setia dan Waspada sambil memandangi Kebun Raya
Saat Inggris berkuasa atas tanah Jawa pada 1811-1816, Thomas Stanford Raffles menggunakan Istana Buitenzorg sebagai kediaman resmi, mengubah bangunan utama, dan menjadikan kebun di sekeliling istana menjadi sebuah kebun raya. Raffles mengundang Reinwardt, seorang guru besar di bidang botani untuk memimpin pembangunan Hortus Bogoriensis guna menghimpun dan melestarikan kekayaan ragam tetumbuhan di segenap penjuru nusantara. Untuk melengkapinya, tahun 1844 dibangun pula Herbarium Bogoriensis untuk menyimpan semua data tentang flora nusantara. Sungguh, berdiri di salah satu serambi istana sambil memandangi Kebun Raya Bogor ini membuat hati tenang dan nyaman. Sejauh mata memandang, warna hijau tetumbuhan sangat mendominasi. Maklum, biasanya saya melihat istana ini justru dari arah kebun raya. Jika saat ini yang terjadi adalah sebaliknya, hal itu merupakan pengalaman yang langka buat saya yang tidak setiap hari berada di istana ini.

rusa-rusa tutul dari perbatasan Nepal dan India
Selain membangun kebun raya, Raffles juga mendatangkan enam pasang rusa tutul dari perbatasan Nepal dan India. Rusa tersebut beranak pinak hingga menjadi banyak seperti sekarang ini. Saya juga senang bermain-main dengan rusa tutul ini. Memandanginya sedang merumput di halaman istana mengingatkan saya pada rusa-rusa yang menarik kereta Santa Klaus dari Kutub Utara. Sungguh lucu dan menawan hati. Apalagi saat ada bayi rusa yang tersesat dan ikut dalam barisan pasukan saya, rasanya pengen saya culik dan bawa pulang ke rumah saja, eh maksudnya saya kembalikan pada kawanannya yang ada di halaman depan istana.

Istana Buitenzorg sempat hancur akibat gempa hebat pada tanggal 10 Oktober 1834. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist, sisa bangunan istana dirubuhkan semua dan diganti dengan bangunan yang sama sekali baru bergaya Paladio yang populer di Eropa pada abad 19. Bangunan tersebut berlantai satu dengan tetap mempertahankan denah bangunan lama dan menambahkan konsep bangunan tahan gempa seperti yang berdiri tegak hingga sekarang ini. Pembangunan tersebut selesai pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager dan pada tahun 1870 ditetapkan sebagai kediaman resmi Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

kebun raya Bogor dilihat dari beranda belakang istana
Istana Buitenzorg mengalami masa paling kelam saat diduduki tentara Jepang pada 1942. Semua dinding istana dicat hitam, kolam depan dikeringkan, rumput dan semak dibiarkan meninggi, semua benda seni upeti para raja diangkut ke negerinya, semua benda dari logam dilebur untuk dibuat senjata, dan yang paling menyedihkan, rusa-rusa tutul di halaman istana banyak yang disembelih untuk pesta. Istana Buitenzorg ini akhirnya diserahkan kepada pemerintah Indonesia pasca pengakuan kedaulatan dari Negeri Belanda pada akhir tahun 1949 dan mulai dipakai pemerintah Indonesia mulai Januari 1950 sebagai Istana Kepresidenan Bogor.

Saat ini, tercatat ada 37 bangunan yang berdiri di dalam kompleks Istana Bogor. Namun demikian, gedung induk dan sayap-sayapnyalah yang menjadi pusat perhatian. Saya paling senang blusak-blusuk di dalamnya. Serasa jadi pangeran saja saat berada di dalam istana. Ada 8 ruangan yang terdapat di dalam gedung induk. Yang paling besar dan megah adalah Ruang Garuda yang berada tepat di bawah menara kecil yang menjulang di atas atap bangunan induk. Ruangan ini dulunya merupakan danszaal (ruang dansa) tempat para bangsawan dan petinggi VOC berpesta.

Fungsinya tak banyak berubah hingga kini. Ruang Garuda yang merupakan balairung utama dijadikan sebagai tempat berlangsungnya acara-acara resmi kenegaraan seperti sidang kabinet, pertunjukan seni menyambut tamu negara asing, tempat konferensi pers seperti saat Presiden Amerika George W. Bush sambang ke Indonesia, dan yang membuat ruangan ini semakin terkenal, tempat berlangsungnya Upacara Pedang Pora saat putra pertama Presiden SBY menikah.

menjejak titik 0 km Kota Bogor
Selain itu ada Ruang Teratai sebagai ruang penerimaan tamu. Yang menarik, antara Ruang Teratai dengan balairung utama terdapat lorong kecil yang disangga empat saka berlaras Korintia. Pada masing-masing dindingnya terdapat cermin kembar ukuran besar dengan bingkai emas dengan posisi berhadap-hadapan sehingga menciptakan refleksi seolah-olah terdapat seribu bayangan di dalam cermin. Kedua cermin yang disebut sebagai Kaca Seribu inilah salah dua benda artistik yang masih asli dari istana ini sejak awal dibangun. Ukirannya yang indah dan ukurannya yang besar mengingatkan saya pada Cermin Tarsah dalam film Harry Potter and Sorcerer's Stone. Dan yang membuat saya bangga, ternyata titik tengah di lantai antara kedua cermin ini merupakan titik 0 km Kota Bogor. Wah senangnya bisa menjejak titik 0 km Kota Bogor setelah sebelumnya bisa menjejak 0 km Kota Jakarta, Bukittinggi, dan titik 0 km Indonesia di Pulau Weh, Sabang.

Ruang-ruang lainnya dalam gedung induk hanya saya lewati karena memang dikhususkan untuk presiden dan para tamu negara. Tapi saya sangat terpesona dengan ruang kerja dan ruang perpustakaan yang menyimpan sebagian buku-buku dari 3.205 buah yang menjadi koleksi istana dalam sebuah rak yang rapi. Satu ruangan yang membuat saya memutar ingatan pelajaran sejarah saat SMP adalah Ruang Panca Negara yang ada di Gedung Utama Sayap Kiri. Pada tahun 1954, ruang tersebut pernah digunakan oleh lima perdana menteri: Ali Sastroamidjojo (Indonesia), Pandit Jawaharlal Nehru (India) Muhammad Ali (Pakistan), Sir John Kotelawala (Sri Lanka), dan U Nu (Burma), sebagai kelanjutan dari Konferensi Kolombo, yang bertujuan untuk menggagas berlangsungnya Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun berikutnya.Hingga saat ini, ruangan ini masih seperti aslinya dengan mempertahankan tatanan kursi dan bendera kebangsaan dari lima negara.

patung-patung di halaman istana
Selain arsitekturnya yang membuat decak kagum, koleksi di dalam Istana Bogor ini juga membuat saya betah untuk berlama-lama tinggal. Saya akui, Presiden Soekarno memang punya cita rasa yang tinggi akan seni dan keindahan sehingga setiap detil barang yang ada di istana ini semakin mendukung kemegahan bangunan sebagai sebuah Istana Kepresidenan. Kandelar yang tergantung di langit-langit setiap ruangan, mebel dan furniture, keramik, lukisan, dan patung seolah bersepakat membuat istana ini cantik. Sayang sekali, saya dilarang untuk mengabadikan bagian dalam istana ini karena alasan keamanan dan aturan protokoler istana.

Ada sekitar 448 buah lukisan yang menjadi koleksi Istana Bogor. Selain lukisan-lukisan wajah para presiden Republik Indonesia sejak Soekarno hingga SBY, ada lukisan-lukisan pemandangan, buah, bunga, lukisan wanita, dan lain-lain. Ada dua lukisan yang paling saya suka karena menurut saya indah dan sangat klasik. Pertama adalah lukisan berjudul Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari karya Basoeki Abdoellah yang dominan dengan warna hijau. Selain itu adalah lukisan karya pelukis Rusia, Konstantin Egrovick Makowsky yang berjudul Perkawinan Adat Rusia. Kata Pak Djunaedi, lukisan ini dibuat tahun 1881 dan dihadiahkan oleh Presiden Rusia kepada Presiden Soekarno tahun 1956. Lukisan Makowsky yang terkenal ada tiga, dua buah ada di Indonesia dan satu lagi ada di London, Inggris. Yang membuat saya tercengang, di Rusia malah tidak ada karya Makowsky. Duh, saya jadi ingat dengan karya-karya Raden Saleh yang dipamerkan di Galeri Nasional di mana penyelenggaranya justru bukan pemerintah Indonesia sendiri.         

patung di dalam istana, sudah tertutup 'aurat'nya
Selain lukisan, Istana Bogor juga mengoleksi sekitar 216 buah patung yang tersebar baik di dalam maupun di luar istana. Patung-patung ini mempunyai kisah-kisahnya sendiri. Yang paling besar dan dapat dinikmati dari Kebun Raya Bogor adalah patung The Hand of God yang merupakan reproduksi dari Swedia, patung Endang Terate yang menjadi penunggu kolam bunga teratai di halaman istana yang berbatasan dengan kebun raya, patung Bima melawan ular naga, dan lain-lain. Yang paling legendaris dari semuanya, adalah patung si Denok karya Trubus yang modelnya adalah Ara, istri dari karyawan istana.

Patung wanita telanjang seperti Denok ini memang dominan sekali di Istana Bogor. Tapi yang lucu, patung-patung yang berada di dalam istana, saat ini dililit dengan kain cokelat sebagai penutup 'aurat'. Tak jelas apa maksudnya memberi tambahan ornamen pada benda seni ini. Yang jelas, hal itu mulai dilakukan saat Istana Bogor akan kedatangan tamu spesial dari negeri Paman Sam yaitu Presiden George W. Bush pada tahun 2009.

.: duduk-duduk bareng Si Denok :.
Ngomong-ngomong tentang patung wanita telanjang, ternyata bukan hanya patung saja yang modelnya telanjang, lukisan juga ada. Memang lukisan-lukisan wanita telanjang ini tidak ada yang dipasang di dalam istana demi alasan etika dan estetika. Tapi, saya pernah ditunjukkan oleh salah satu rekan saya pada satu ruangan dalam kompleks istana yang digunakan untuk menyimpan semua lukisan-lukisan bergambar wanita telanjang. Ups.

Karena luas banget, keliling kompleks Istana Bogor seharian bisa bikin kaki gempor. Saya tak sempat ke paviliun-paviliun yang tersebar di kanan dan kiri halaman istana karena lebih memilih bermain-main di dekat kolam teratai dan melihat rusa. Menikmati Istana Bogor yang megah ini, saya hanya berharap suatu saat dapat bertandang ke semua Istana Kepresidenan yang ada di Indonesia. Tak usahlah saya ceritakan mengapa tiba-tiba saya yang orang biasa ini akhirnya bisa blusak-blusuk ke dalam istana. :)

4 komentar:

  1. Hai adie, salam kenal. wah seneng banget yah bisa punya kesempatan blusukan ke istana bogor. Aku baru tahun ini menjejakkan kaki ke Kota Bogor dan menjadi warga Bogor, dan setiap melintas di depan istana Bogor selalu terbersit keinginan unt melihat dan merasakan berjalan di dalam istana, gimana sih rasanya? doakan ya, supaya aku jg bs merasakan blusukan ke dalam istana hehehe..

    btw, di istana ga ada event tertentu yg terbuka unt umumkah sehingga warga biasa bisa melongok ke istana? tfs ya adie.

    oia, aku terdampar kesini setelah melongok foto istana bogor di fb erikson ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, salam kenal juga.
      Sebenarnya tanggal 17-22 Juni kemarin Istana Bogor lagi 'open house' lho :)

      Hapus
    2. wah klo gt saya telat yah. mungkin nanti ada kesempatan lg. klo ada bocoran kapan open house lg boleh infoin yaaaa hehe. makasih.

      Hapus
    3. Sebenarnya hari ini ada acara juga di Istana Bogor. Acaranya kopdar Tur Istura (Istana Untuk Rakyat), tapi untuk kalangan terbatas. Yah mungkin tahun depan ya, pas Kota Bogor ulang tahun lagi hehehe :)

      Hapus