Jumat, 07 Agustus 2015

Mistisisme Motitoi

.: Pulau Satonda Dilihat dari Kejauhan :.

Apa yang membuat pulau ini menarik untuk dikunjungi?

Saya bertanya-tanya dalam hati. Di atas sebuah perahu nelayan yang sudah lapuk, saya bisa merasakan ombak menerjang lambung kapal hingga membuat gesekan yang berkeriat-keriut. Mesin kapal meraung-raung memekakkan telinga. Sementara saya terperangkap dalam lamunan sendu.

Pagi sudah dari tadi dimulai. Tapi matahari sepertinya enggan menampakkan diri. Dari kejauhan, Satonda tampak sebagai bongkahan pulau asing yang diliputi misteri. Sekilas bentuknya mengingatkan saya pada Shutter island, tempat Leonardo diCaprio diasingkan di dalam sebuah cerita film.

.: Sisa Murka Tambora :.
"Nanti kalau sudah sampai pulau, jangan lupa untuk ikut ritual gantung batu." Suara Hanafi, salah seorang anak buah kapal (ABK), memecah keheningan.

"Apa itu ritual gantung batu?", tanya saya penasaran.

"Banyak orang datang jauh-jauh ke Satonda hanya untuk membuat permintaan. Mereka memanjatkan doa dengan menggantungkan sebuah batu pada dahan pohon di sekitar danau."

Danau? Saya benar-benar tidak mempunyai gambaran sama sekali tentang pulau ini. Pikiran saya campur aduk. Antara ingin cepat mendarat di pantai dan merinding mendengar kisah yang disampaikan Hanafi. Saya hanya berharap mendapatkan cerita bermakna yang dapat saya bagi untuk acara World Travel Writer Gathering 2015.

Kapal tiba-tiba bergoncang. Ombak kembali menerjang. Cuaca Oktober memang agak kurang bersahabat. Angin bertiup kencang. Mendung dan hujan membayang-bayangi sepanjang perjalanan.

Di sisi lain cakrawala, Gunung Tambora terlihat malu-malu menampakkan diri. Dua abad silam, gunung ini pernah murka dan mencabut sekitar seratus ribu jiwa. Dunia mencatatnya sebagai masa malapetaka. Langit gelap. Musim panas di Eropa dan Amerika ditunda. Panen sudah dicatat dalam daftar alpa. Kelaparan yang diikuti oleh kematian mewabah di seantero semesta. Begitulah cara Tambora menyapa dunia.

.: Gerbang Masuk Pulau Satonda :.

Kapal yang saya tumpangi merapat di dermaga. Satonda masih sepi. Hanya kapal inilah yang membuang sauh. Suguhan pantai berpasir putih dan berair jernih tersaji di depan mata. Beberapa papan nama dan keterangan dari Pemda setempat cukup mengidentifikasikan campur tangan pemerintah untuk menjadikan pulau ini sebagai daerah kunjungan wisata.

.: Aura Mistis Pulau Satonda :.
Saya agak terkejut saat mengetahui bahwa ternyata ada sebuah resort yang berdiri tegak menghadap pantai. Di dorong oleh rasa penasaran, saya segera menjejak deretan anak tangga menuju danau di tengah pulau.

Pulau Satonda ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut tahun 1999. Konon, amukan Tambora dua ratus tahun silamlah biang keladi yang melahirkan pulau eksotis ini. Banyak spekulasi teori yang muncul. Danau air asin di tengah pulau disebut-sebut sebagai indikasi bahwa Pulau Satonda purba merupakan sebuah gunung berapi. Teori lain menyebutkan bahwa air asin di tengah pulau merupakan air laut yang terperangkap dari laut akibat tsunami saat Tambora murka pada tahun 1815.

Namun demikian, ada hikayat setempat yang mengatakan bahwa sebenarnya, Pulau Satonda ini merupakan pulau suci yang tidak boleh dihuni. Alkisah, ada seorang putri cantik jelita yang hidup di bawah kaki Tambora bernama Dae Minga. Parasnya yang elok kerap memantik sengketa para raja yang berlomba-lomba untuk memenangkan hatinya. Demi menghindari perpecahan meluas, seorang bijak mengarantina Dae Minga ke Satonda.

"Jangan tanya saya bagaimana detil kronologisnya. Tapi konon, Tambora meletus setelah Satonda 'dijamah' manusia. Itulah alasan mengapa pulau ini dianggap suci dan dilarang untuk dihuni." kata Hanafi mengiringi langkah saya menuju danau.

.: Danau Motitoi :.

Saya jadi bertanya dalam hati. Jika Satonda memang benar haram dihuni manusia, lalu mengapa sebuah resort justru diizinkan bercokol di atas tanahnya? Pertanyaan tersebut hanya mengendap di kepala karena mulut saya terburu menganga menyaksikan ratusan, bahkan ribuan batu seukuran kepalan tangan dengan berbagai ukuran, bentuk, dan warna digantung di dahan-dahan pohon yang berderet di pinggir danau.

.: Batu Bergantung :.
Keberadaan batu-batu yang digantung ini sering menarik perhatian pengunjung pulau. Beberapa orang menyebut pohon yang menaunginya sebagai "Pohon Harapan". Ari Sihasale menerjemahkan pohon harapan di Satonda ini dengan cara yang sangat halus dalam film Serdadu Kumbang. Alih-alih menggantung batu, anak-anak Sumbawa yang menjadi pelakon cerita menggantungkan harapan dan cita-citanya dalam sebuah kertas tertulis yang dimasukkan ke dalam botol. Botol-botol inilah yang digantung di dahan pohon beringin di padang sabana, bukan di Pulau Satonda.

Saya turun perlahan di bibir danau, mencicip airnya yang jernih demi membuktikan sendiri bahwa air ini mengandung garam. Ternyata informasi tersebut bukan isapan jempol belaka. Danau Motitoi membentang seluas 2,5 km persegi tepat di jantung pulau. Belum ada penelitian intensif yang menguak isi kedalamannya. Jika dilihat dari angkasa, pulau ini tak ubahnya seperti sebuah donat raksasa yang mengapung di atas samudra.

Saya memerhatikan daerah sekitar. Suasananya sungguh sunyi. Daun-daun kering berkerosak berhamburan di atas tanah basah. Saya menyebutnya sebuah anomali. Di saat hujan turun dengan murahnya, pepohonan di Satonda justru menampakkan diri seolah sedang berpuasa. Daun-daun berguguran. Dahan-dahan meranggas. Keriat-keriut yang dihasilkan oleh gesekan antardahan menghasilkan suara desir yang membuat bulu kuduk merinding. Saya pun segera berbalik arah menuju kerumunan orang.  

.: Saba Satonda :.

"Bagaimana tadi, kamu ikutan ritual menggantung batu atau tidak?" tanya Hanafi sembari merendengi langkah saya menuju pantai.

"Tidak. Saya tidak tertarik untuk membuat permintaan."  jawab saya dengan nada penuh kehati-hatian.

"Wah, sayang sekali, sudah jauh-jauh mengarungi lautan, datang ke tempat 'menarik' seperti ini, tapi melewatkan kesempatan untuk membuat permintaan. Padahal, banyak lho orang-orang yang mengantungkan harapan melalui batu-batu itu. Ada yang minta rezeki, minta pekerjaan yang lebih layak, naik pangkat, menang pilkada, dan lain-lain." Hanafi menjelaskan dengan panjang lebar.

.: Tangga Menuju 'Puncak' Satonda :.
Saya terdiam sejenak. Bukan untuk pertama kalinya saya mengetahui ada tempat-tempat di Indonesia yang digunakan untuk tempat ngalap berkah dan memohon 'sesuatu'. Berdasarkan pemahaman saya, tempat-tempat tersebut, selain menawarkan harapan dan 'kemudahan' juga meminta semacam konsekuensi atas apa yang sudah diperolehnya. Dengan kata lain, prinsip "tidak ada sesuatu yang gratis" berlaku dalam hal ini. Karena ingin tahu, saya bertanya kepada Hanafi, "Apa sih konsekuensi kalau kita membuat permintaan di sekitar kawasan Danau Motitoi ini?"

Bagai seorang penjual jamu yang mendapat pelanggan pertamanya, Hanafi tampak bersemangat untuk menjelaskan.

"Jadi, biasanya orang datang ke pulau ini karena punya maksud dan keinginan tertentu. Lalu mereka menggantung batu dan mengucapkan permintaannya. Setelah itu mereka pulang. Kalau suatu hari permintaannya menjadi kenyataan, dia harus balik lagi ke pulau ini untuk melepaskan batu yang digantungnya saat membuat permintaan dahulu."

Saya terhenyak dalam diam. Ternyata benar dugaan saya. Pasti ada sesuatu yang luput dari penjelasan para pemandu wisata ke tempat ini. Secara logika, untuk memanjatkan doa dan menyampaikan permintaan di Satonda sungguh penuh usaha. Pulaunya jauh dari bandara dan akses menuju pulau ini sungguh terbatas.

.: Goodbye Satonda :.
Saya tak bisa membayangkan jika ada orang yang harus kembali ke tempat ini hanya untuk melepaskan ikatan batu yang pernah digantungnya. Belum lagi, bagaimana seseorang bisa mengingat, di mana posisi batu yang digantungnya saat membuat permintaan, dahulu kala. Saya berpedoman bahwa segala sesuatu yang tidak wajar itu selalu merepotkan dan membuat susah. Jika tidak di awal, bisa juga terjadi di akhir.

Saya lupa menanyakannya, apakah yang akan terjadi jika setelah permintaan atau doanya terkabul, ternyata batu yang digantung tidak dilepas dari ikatannya. Apakah pelakunya akan mati, sengsara, atau keluarganya terancam bahaya? Karena waktu itu sedang mengejar waktu untuk mencapai destinasi berikutnya, saya buru-buru menuju dermaga. Kapal mengangkat sauh dan perlahan kembali menerjang ombak Laut Sumbawa, meninggalkan Satonda kembali dalam pelukan cakrawala. []

35 komentar:

  1. Wisata mistis ya mas :)
    Oiya, itu kata si hanafi emang pernah ada orang yg permintaannya terkabul beneran gak sih stelah menggantung batu di pohon itu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya bukan sih, coba deh dibaca dengan teliti hehehe ;)

      Namanya juga kepercayaan setempat mas, bisa jadi ada yang terkabul beneran, ada juga yang 'ditunda' waktu terkabulnya. Hanafi kebetulan tidak cerita dan saya juga tidak kepikiran untuk bertanya waktu itu hehehe. Mungkin biar orang penasaran agar datang kembali ke Satonda ;)

      Hapus
  2. Dari foto-fotomu ini kesan Satonda mistis sekali Die. Kayaknya cocok ini jadi lokasi cerita misteri, hehehe. Tapi menurutku sih pulau Satonda dibiarkan saja mistis seperti ini. Keberadaan resor memang bikin suasananya jadi kurang mistis sih. Tapi kalau kemudian resornya terbengkalai bakal jadi mistis itu.

    Ini kok aku jadi ngomongin hal-hal mistis yah... >.<

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh, jangan dong. Jauhkan tempat-tempat unik di Indonesia dari potensi dijadikan tayangan televisi yang tidak mendidik.

      Satonda ini menurutku sih unik banget. Cuma, aku berusaha membuat siapa saja yang ingin mengunjunginya punya niat yang bagus saja, sama seperti pesan yang ingin disampaikan dalam film Serdadu Kumbang. Berharap sesuatu yang baik itu bagus, tapi kepada Tuhan semesta alam, bukan ditujukan pada ciptaanNya.

      Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan iman untuk menjaga kelestarian alam Indonesia sebagai bekal untuk menuju jalanNya ;)

      Hapus
  3. Berdoa dimanapun dengan niat suci kepada Allah. Ngak usah jauh2 ke satonda #laludigampar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe siap Mas Cum, anak sholeh selalu berdoa di manapun dan kapanpun kepada Allah, Tuhan semesta alam. Ke Satonda niatnya untuk jalan-jalan karena pulau ini sepi dan damai, cocok untuk mengasingkan diri sejenak dari kemacetan ibukota :))

      Hapus
    2. Bukan cocok buat bikin party xxx yaaa ???

      Hapus
    3. Party XXX itu apaan Mz Cum? Please, jelasin. Gw kan lugu orangnya :)))

      Hapus
  4. Balasan
    1. Hahaha gak semedeni itu kok mas. Mari berkunjung dan menjelajah Satonda ;)

      Hapus
  5. Suasananya kayak ada di dunia lain ya.. Agak mistis juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha masih di dunia nyata yang indah memesona kok. Fotonya sih kelihatannya mistis gitu ya. Kan konon, foto yang bagus itu yang bisa bercerita.

      Padahal pas di sono beneran agak merinding hehehe ;)

      Hapus
  6. Membacanya ikut merinding, bagus menggambarkan suasana mistis dalam tulisannya. Suasananya yang sunyi, kelabu, kuat banget latarnya Mas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih apresiasinya Mas Rifqy. Semoga menikmati tulisan-tulisan di blog ini sebagaimana saya selalu senang dan semangat saat menuliskannya. Salam ;)

      Hapus
  7. baguuus bgttttt pulaunyaa... suka deh ama tempat2 yg berbau misteri begini, apalagi asal muasalnya berhubungan dengan gunung berapi yg prnh meletus hebat...

    kalo ttg batu bergantungnya aku jg males percaya sih bginian ;p.. cendrung krn itukan sama aja menyekutukan Tuhan :) ..Minta kok ama batu :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Terlepas dari adanya batu-batu yang digantung itu, Pulau Satonda sangat menarik untuk dikunjungi karena pulau ini benar-benar sepi. Jadi cocok kalau dijadikan salah satu alternatif pilihan untuk rehat sejenak dari kemacetan ibukota hehehe. Makanya diriku sengaja ngabur di mari ;)

      Hapus
  8. Kalo ngegantung batu gantinya tiket halanhalan ke manaa gitu aku pasti mau haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha aku tetep gak mau om. Maunya halan-halan yang tanpa resiko hehehe :)

      Hapus
  9. spoky gitu, tapi bikin penasaran. hahaha..

    hallo qa salam kenal jangan sungkan mampir ke blog alay saya di www.travellingaddict,com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanya, datang saja langsung mas untuk merasakan sendiri suasananya hehehe :)

      Salam kenal juga :)

      Hapus
  10. Balasan
    1. Semoga kedatangan pengunjung ke pulau ini tetap bisa diatur ya, biar suasana tenangnya tetap lestari meski suatu saat jadi begitu populer ;)

      Hapus
  11. Jadi pulau itu sebenernya berpenghuni atau engga?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau sekarang sepertinya berpenghuni, karena ada resort. Saya berharap sih kalau pulau ini sepi tanpa penghuni hehehe. Tapi bagaimana lagi coba :'(

      Hapus
  12. pulaunya banyak cerita mistisnya ...
    tapi kalau yang hobi batu akik ... malah bisa diambilin batunya ... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya setiap tempat pasti ada kisah-kisah menarik yang melatarbelakanginya. Tapi, selalu ada pesan moral di dalamnya yang dapat kita petik untuk berlaku lebih baik di kemudian hari.

      Btw, batu-batu di sini bukan batu yang bisa digunakan untuk akik karena batu-batu biasa saja kok. Sila buktikan sendiri dengan berkunjung ke Satonda :))

      Hapus
  13. Benar2 mistis.
    Ditunggu kunjungan baliknya mas :)
    ikhsananugrah18.blogspot.com

    BalasHapus
  14. Benar2 mistis.
    Ditunggu kunjungan baliknya mas :)
    ikhsananugrah18.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak segitunya kok bro, coba main aja ke Satonda untuk merasakan sendiri sensasinya hehehe ;)

      Hapus
  15. Mas. Tulisannya keren! Dan bikin aku makin penasaran sama Satonda ini. Ingin melihat Tambora juga. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wow, terima kasih apresiasinya mas. Semoga disegerakan main-main ke Satonda dan Tambora. Keren banget kok alamnya. Btw, jangan lupa bawa kembali sampahnya ya. Salam lestari ;)

      Hapus
  16. Wihh Satonda..belum pernah ke sini nih :D
    Mistis-mistis cantik yaa hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha mistis-mistis cantik itu gimana ya? Kayak kamyu bukan? #eh #abaikan :P

      Hapus
  17. Tulisannya dramatis~ Lokasinya cocok buat syuting-syuting film dengan latar waktu jaman dulu ini ya hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi aku lebih suka kalau pulau ini dibiarkan kosong saja. Bukannya tidak dirawat dan dijaga ya, tapi dibiarkan kosong saja hehehe ;)

      Hapus