Minggu, 26 Juli 2015

Mencari Ngebleng

.: Jalan Desa Menuju Air Terjun Ngebleng :.

Banyak orang bilang dunia pariwisata Indonesia sedang menggeliat. Beberapa maskapai menambah jumlah pesawat dan membuka jalur penerbangan baru. Hotel dan penginapan tumbuh subur bak cendawan. Orang-orang yang dulunya tidak suka bepergian, mendadak jadi suka jalan-jalan. Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, informasi tentang suatu objek wisata dan kemudahan untuk mengaksesnya membuat titik-titik dan potensi wisata tiba-tiba saja seperti bermunculan, menunggu untuk dieksplorasi. 

Salah satunya adalah Air Terjun Ngebleng. Seumur-umur tinggal di Nganjuk, saya belum mendengar nama air terjun ini. Baru setelah sebuah rencana untuk mengunjungi air terjun Sedudo batal karena terjadi longsor, saya mengganti rencana jalan-jalan ke objek wisata lainnya. Saat menghadiri reuni sekolah saya sempat mendengar selentingan informasi tentang keberadaan suatu air terjun di Pegunungan Kapur Tengah. Letaknya ada di dalam hutan dengan akses yang cukup sulit. Lokasinya berada di daerah perbatasan antara Nganjuk dan Jombang. Istilahnya, orang akan bilang tempat seperti ini sebagai tempat jin buang anak.

.: Debit Air Sungainya Kecil :.
Berbekal informasi seadanya dan panduan dari penduduk setempat, saya nekat berangkat sendirian naik sepeda motor. Ayah saya tadinya ingin ikut karena mengira sudah tahu lokasinya. Padahal, air terjun yang akan saya datangi ini berbeda dengan lokasi yang beliau maksudkan. Menghindari kemungkinan akses ke lokasi tersebut cukup susah, saya memantabkan diri untuk berangkat sendiri.

Sepanjang perjalanan dari rumah ke arah Jombang terbilang lancar. Karena merupakan jalur alternatif ke Surabaya, saya sudah terbiasa melewatinya. Kadangkala bus-bus besar jurusan Surabaya - Yogyakarta terlihat melintas jika jalur utama dalam kota padat. Saya melewati hamparan sawah dan sungai Brantas dengan tanggul-tanggal raksasa. Aspal jalan berubah-ubah, mulai dari aspal mulus di jalan utama, aspal jalan cor, jalan makadam, hingga sampai jalan tanah di Desa Klitih, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang. Desa inilah yang menjadi patokan saya.

Informasi tentang air terjun Ngebleng sungguh minim. Entah berapa kali saya harus bertanya pada orang tentang lokasi air terjun ini. Setelah bertanya pada penduduk setempat di Balai Desa Klitih, saya diarahkan menuju Desa Tondo Wesi (penduduk setempat menyebutnya dengan Ndosi), desa terakhir sebelum menuju lokasi air terjun Ngebleng.

.: Jalan Setapak di Tengah Hutan :.
Desa ini sungguh sepi. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Mungkin saat saya datang, orang-orangnya sudah pada berangkat ke sawah yang tadi saya lalui. Ibu-ibunya sedang sibuk di dapur, menyediakan makanan untuk keluarga. Yang ada di jalanan hanyalah sekumpulan anak-anak yang masih menikmati masa libur lebaran. Berhubung saya betul-betul buta jalan dan harus menembus hutan, saya mengajak salah satu anak di situ. Namanya Kautsar Atalathof. Biasa dipanggil Athof. Siswa kelas VIII sebuah Madrasah Tsanawiyah.

Mengikuti petunjuk Athof, motor saya gas menanjak mengikuti kontur hutan yang berbukit. Di kanan kiri tampak beberapa sapi digembalakan di 'gerbang' hutan. Beberapa bagian hutan sudah dibuka dan dijadikan ladang, berhimpitan dengan sawah-sawah yang sudah lebih dulu ada. Dari atas bukit terlihat sungai berair jernih dengan debit air yang kecil. Saya sudah pesimis saja air terjunnya bakal tidak seseru sebagaimana saya bayangkan. Tapi, sudah jauh-jauh menembus hutan, langkah maju jalan tetap harus dilakukan.

Jalan di dalam hutan ini berupa jalan setapak yang tampak seperti labirin. Jalurnya yang kecil, meliuk-liuk dan bercabang, hanya cukup untuk satu pelintas. Tak ada tanda atau petunjuk apapun. Saya hanya khawatir kalau tiba-tiba saja ada hewan liar menerjang.

.: (Bukan) Geng Motor yang Lagi Kepanasan di Hutan :.
Musim sekarang semakin tidak bisa ditebak. Kemarau sudah lama berkuasa. Siang beranjak sedikit saja, panasnya sudah membara. Tak terkecuali di dalam hutan. Vegetasi yang didominasi pohon jati sudah meranggas dari berbulan-bulan yang lalu. Kemampuan adaptasi diri ditunjukkan oleh sekelompok pohon waru yang masih terlihat hijau walaupun tanah di sekelilingnya sudah kering kerontan.

Berada di dalam hutan sendirian bersama seorang pemandu lokal seperti ini memberikan kemewahan tersendiri bagi saya. Setidaknya, sepanjang perjalanan, saya bertemu dengan banyak sekali spesies burung yang sudah jarang sekali saya temui. Sebut saja burung sri bombok, prenjak, derkuku, dan burung-burung indah lainnya yang saya tidak tahu namanya. Mereka terbang rendah, berjalan-jalan di sekitar jalur yang saya lalui, atau terlihat bermain-main santai di dahan-dahan pohon yang mengering.  

"Lewat sini mas. Nanti motornya diparkir di situ atau bisa juga di dekat sungai." Begitu saran Athof setelah kami melewati percabangan jalan setapak terakhir.

Berhubung sedang berada di dalam hutan dan kelihatannya hanya kami berdua yang ada di lokasi ini, maka saya memilih untuk memarkir kendaraan berada di dekat sungai agar mudah diawasi. Saya dituntun menuju air terjun melalui jalan menurun. Kata Athof, lokasi air terjunnya tersembunyi di belakang semak. Saya pun agak bergidik mendengar kata semak. Biasanya semak-semak sering dihuni ular. Baru berjalan beberapa langkah, ternyata benar dugaan saya. Seekor ular tanah sebesar dua kepalan ibu jari menggelosor pergi menjauh mendengar derap langkah kaki saya. Terkejut melihat makhluk melata itu tiba-tiba muncul dari semak, saya berpegangan pada akar pohon yang menjuntai seperti tali tempat Tarzan bergelantungan.

.: Mandi di Air Mancur Terjun Ngebleng :.

Sebuah bongkahan batu putih serupa stalaktit dan stalakmit tampak di depan saya. Ukurannya sungguh superlatif. Lokasinya benar-benar tersembunyi. Persis seperti informasi yang saya peroleh. Namun, debit airnya sungguh kecil. Sungai yang berada di atasnya kering. Hanya air sisa dari sumber saja yang masih menetes. Beberapa bagian batu tampak basah kehitaman ditimpa tetesan air. Beberapa bagian yang lain kelihatan hijau diselimuti lumut.

Tak mau rugi, saya segera menanggalkan baju saya dan segera menikmati sedikit air yang mancur di salah satu ujung batu. Hari itu memang panas sekali. Begitu diguyur air, badan saya kembali segar. Saya membayangkan, bagaimana rasanya jika debit airnya lumayan deras. Konon, penampakannya mirip sekali dengan Air Terjun Bantimurung di Maros, Sulawesi Selatan.

.: Finding Innerpeace di akar-akar pohon :.
Setelah setidaknya kelihatan basah, saya mentas sebentar dari air terjun. Di sekeliling aliran air ini memang benar-benar hutan. Di kanan kirinya banyak pohon-pohon tua dengan akar besar yang menjuntai. Saya berkeliling sebentar di tempat yang agak terbuka untuk mengambil gambar dari beberapa sudut.

Saya perhatikan, di bawah gerumbul sebuah pohon terdapat sekumpulan akar dan batang pohon yang merambat dan menjuntai, membentuk semacam anyaman alami serupa hammock yang bisa digunakan untuk bersantai. Saya duduk-duduk sebentar di hammock alami tersebut dan ditertawakan oleh Athof. Baginya, orang-orang seperti saya kelihatan seperti orang yang kekurangan wahana bermain sehingga menganggap menarik segala sesuatu yang oleh anak sepertinya (yang setiap hari tinggal di daerah) merupakan hal yang biasa saja.

"Itulah alasan mengapa saya selalu butuh liburan." kilah saya, sedikit membela diri.

Athof mengajak saya menuju hulu air terjun. Kami kembali menyusuri jalan setapak menanjak. Bagian hulu air terjun ini berupa sungai biasa. Airnya memang benar-benar sedikit. Dilihat dari sini, saya baru sadar jika Air Terjun Ngebleng ini terdiri dari empat undakan. Tempat saya mandi tadi adalah undakan keempatnya.

.: Di Undakan ke-2 Air Terjun Ngebleng :.

 Mengobati rasa penasaran melihat tiga undakan di atasnya, saya berjalan perlahan mengikuti pinggir sungai yang berbatu datar sehingga dapat digunakan sebagai pegangan. Dari posisi sungai di atas, letak undakan kedua dan ketiga tampak seperti sebuah bibir jurang yang curam. Athof saja sampai menjerit memperingatkan agar saya berhati-hati karena batu-batu di dasar sungai itu sungguh licin. Dia menambahkan bahwa tahun lalu ada anak nakal dari desanya yang harus tutup usia karena terpeleset dari undakan ketiga karena tidak mendengarkan nasehat temannya. Mendengar kisah tersebut, saya langsung menuju undakan pertama dan bergegas mengajak Athof untuk pulang. 

.: Menyapa Alam Pegunungan Kapur Tengah :.
Saya kembali mengikuti jalan setapak yang di kanan kirinya terdapat pohon-pohon jati yang umurnya tergolong masih muda, meranggas digerogoti musim kemarau. Perjalanan kembali ke Desa Ndosi terasa lebih lancar karena saya sudah lumayan kenal medan jalannya.

Sebelum sampai wilayah pemukiman, saya melihat ada satu bukit yang pemandangannya mengingatkan saya pada Sumba. Saya menghentikan sepeda motor dan segara mengambil gambar. Entah mengapa dari posisi saya berdiri, terlihat sebuah pemandangan suatu daerah yang baru saja saya kenali. Padahal daerah ini masih masuk dalam wilayah Kecamatan Jatikalen, Kabupaten Nganjuk. Sungguh, setelah beberapa kali berkesempatan menyambangi beberapa daerah - yang menurut sahabat-sahabat saya daerah tersebut susah ditembus -, saya seperti baru saja tertampar oleh suatu kenyataan bahwa ternyata masih banyak sekali jengkal di kawasan Nganjuk yang belum saya jelajahi dan ketahui. Dan saya diam-diam menyadari bahwa masih banyak tempat yang dapat dijelajahi dan juga banyak tempat di Nganjuk yang akan menjadi tujuan saya liburan saat kesempatan mudik tiba di tahun yang akan datang. Rasanya, tak sabar menantikan saat itu tiba. []

6 komentar:

  1. waduh, kukira tadinya ngebleng itu nama hewan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha masa? Biasanya orang malah mengenalinya sebagai bahan pembuat kerupuk puli. Garam Bleng atau Uyah Bleng hehehe ;)

      Hapus
  2. Balasan
    1. Waduh, saya gak ngecek nih. Maaf. Kalau ke sana, gunakan info dari penduduk sekitar saja. Dijamin aman dan nyaman hehehe :)))

      Hapus
  3. Kreatif sekali Die itu sulur2 pohon kamu jadikan hammock. Biasanya jadi tempat merambatnya ular... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, itu di bawahnya habis dilewati ular lho pas pertama dateng ke sini. Sampai bikin deg-degan aja waktu main air terjunnya :')))

      Hapus