Rabu, 22 Oktober 2014

Saturasi Sebesi

.: Pulau Sebesi: pulau terdekat dari Anak Gunung Krakatau yang berpenghuni :.

Tak ada yang lebih menyenangkan bagi anak gunung sekaligus pecinta pantai selain bertandang ke sebuah 'pulau gunung' dan mendapatkan keduanya. Pulau Sebesi di kawasan Selat Sunda adalah satu dari ribuan pulau sejenis di Indonesia yang menawarkan karakteristik tersebut. Saya bertamu ke pulau ini saat matahari sudah lelah dan pergi tidur. Namun begitu, siluet raksasa sebuah bukit yang menjulang di tengah pulau masih jelas terlihat dari kejauhan.

Berangkat dari dermaga Canti di Kalianda selewat ashar membuat hati saya berdebar-debar. Beberapa kali menerjang lautan selepas senja di beberapa perairan nusantara membuat saya kerap bergumul dengan ombak laut yang tidak ramah. Angin bertiup kencang. Perahu terombang-ambing di tengah laut yang membuat isi perut teraduk-aduk. Saya merapat di dermaga Sebesi dengan sederet perasaan lega sekaligus muram. Lega karena segera bisa mandi dan bersuci. Dan sedikit muram karena dua kesempatan menengok bawah air di sekitar Pulau Sebuku harus dianulir dari jadwal.

.: Selamat Datang di Pulau Sebesi :.
Setelah menjejak dermaganya yang sunyi, saya segera digelandang menuju penginapan yang dibangun oleh pemerintah daerah Kalianda. Penginapan ini kecil. Fasilitasnya seadanya. Tak ada meja dan kursi. Kabinet mungil absen juga dari deretan perabot rumah. Sebagai gantinya, beberapa kasur empuk ditata sedemikian rupa untuk menampung sebanyak mungkin para pengunjung.

Meski ada air bersih untuk berbilas, debitnya suka naik turun sesuai dengan suasana hati pemilik penginapan. Untungnya, listrik bisa menyala dari sore hingga matahari terbit sehingga cukup menghibur untuk mengisi baterai kamera dan ponsel. Sinyal telepon seluler hanya sebatas parit pembatas desa. Itupun hanya dari satu provider saja.

Lalu apa yang ditawarkan oleh pulau ini?

Pulau Sebesi adalah pulau terdekat berpenghuni dari Anak Gunung Krakatau. Sepertinya, siapa saja yang ingin 'mendaki' Anak Gunung Krakatau dengan biaya terjangkau, mendapatkan sedikit rasa nyaman, dan terhindar dari ketergesa-gesaan, biasanya memang melewatkan semalam beristirahat di pulau ini. Saya makan ikan dan sayuran yang dimasak tanpa bumbu memadai. Tapi karena ikannya segar, rasanya sungguh nyaman di lidah.

.: Bulan Purnama :.

Setelah itu, karena masih terlalu sore untuk memejamkan mata, saya menuju dermaga untuk menikmati angin malam dan melihat bulan. Entah mengapa, melihat bulan purnama di sini, saya jadi teringat dengan salah satu iklan televisi yang bilang ada kincir di bawah air yang digerakkan oleh cahaya bulan.

Langit cerah malam itu. Galaksi bimasakti terlihat jelas. Saya menangkap pantulan bulan purnama di atas air laut seperti melihat bayangan di sebuah kaca. Cantik, melankolis, sekaligus misterius. Pikiran saya yang kerap dihuni imajinasi tentang makhluk-makhluk dari negeri dongeng langsung saja terpancing dengan cerita-cerita tentang manusia serigala, suku Quileitei yang mempunyai kemampuan mengubah wujud menjadi hewan, dan pasukan vampir yang bisa terbang di awan.

.: Pisang Goreng, Kudapan Wajib saat Bertandang ke Pulau Sebesi :.
Jika tak ingat harus bangun pagi untuk mendaki Anak Gunung Krakatau, saya mungkin akan melewatkan malam di dermaga ini agak lebih lama. Tapi, saya memutuskan untuk segera kembali ke penginapan.

Saya teringat informasi dari seorang teman. Ia berpesan untuk mencicipi pisang goreng khas Pulau Sebesi. Jadi, sebelum berangkat tidur, saya mampir sejenak di sebuah warung kopi untuk menjawab rasa penasaran tersebut.

Saya memesan segelas kopi dan segera saja mencicip sebuah pisang goreng yang baru diangkat dari penggorengan. Pisangnya manis tanpa ada gula tambahan. Saya mengambil lagi pisang goreng lainnya. Meski ada bermacam pilihan gorengan dan makanan lain serupa mie instan, pisang goreng khas Pulau Sebesi ini memang juaranya. Segera saja mulut saya susah berhenti mengunyah kuliner yang melegenda dari mulut ke mulut ini. Saya berangkat tidur dengan fisik lelah, perut kenyang, dan hati riang, serta sederet pertanyaan di kepala. Saya tak melihat ada banyak pohon pisang di pulau ini, tapi pisang goreng begitu banyaknya tersedia hingga rasanya tak pernah habis.

.: Pisang, Pisang, dan Pisang. Mabuk Pisang di Pulau Sebesi :.
Pulau Sebesi baru menampakkan wajah cantiknya saat keesokan harinya tiba. Pantainya bersih meski garisnya tidak terlalu panjang. Air lautnya jernih dengan gradasi warna yang jelas. Hutan di balik desa sepertinya masih cukup lebat sehingga dari kejauhan masih terlihat hijau pekat. Dan yang membuat istimewa, senyum tulus dari para penduduknya sanggup mengobati rasa kangen saya pada senyum tulus masyarakat daerah yang jauh dari radar wisatawan.

Karena niat awalnya memang hanya untuk bermalam sesaat sebelum pendakian ke Anak Gunung Krakatau, saya urung merangkak menuju bukit di balik desa. Saya meninggalkan Pulau Sebesi saat matahari sudah condong ke barat. Di dermaga, saya baru mendapat jawaban atas pertanyaan yang melintas kemarin malam. Pisang asli Pulau Sebesi memang tak banyak. Tapi, daratan Lampung adalah penghasil pisang dengan hasil luar biasa. Komoditas ini kerap diekspor ke daerah lain seperti Palembang, Jakarta, dan Tangerang bersama kelapa. Pertanyaan selanjutnya, mengapa justru hanya kopi yang membuat Lampung terkenal?

Saya memang kebanyakan bertanya. Setelah benar-benar berada di tengah laut, saya akan mengingat Pulau Sebesi bukan hanya sebagai pulau cantik di dekat Anak Gunung Krakatau, tetapi juga pulau pisang goreng yang nikmatnya juara. [] 

4 komentar: