Kamis, 30 April 2015

Taman Tirta Sang Raja

.: Pintu Gerbang Menuju Taman Sari :.

Ada bentuk-bentuk kebahagiaan sederhana dalam hidup. Kadang terlewat begitu saja tanpa kita syukuri. Beberapa membentuk kenangan yang mengendap dalam memori. Perjalanan menjelajah Sulawesi Selatan seorang diri merupakan satu bentuk kebahagiaan kecil yang tak akan pernah terlupakan. Meski ini bukan perjalanan pertama saya menjelajahi suatu tempat sendiri, rasa-rasanya alam begitu bersinergi dalam melancarkan dan menunjukkan banyak hal yang ingin saya lihat dan nikmati sepanjang perjalanan.

Bermula dari promo tiket pesawat Garuda Indonesia jurusan Jakarta - Makassar, saya berkesempatan merasakan kota Makassar yang panas, menikmati alam Taman Nasional Bantimurung yang sejuk, dan mengagumi menara-menara batu gamping Leang-Leang yang tinggi menjulang. Kebahagiaan itu berlanjut dengan kesempatan menyaksikan upacara Rambu Solo' di Tana Toraja, menjadi saksi proses tawar- menawar kerbau di Pasa' Bolu, dan mengunjungi beberapa tempat yang menawarkan eksotisme kubur batu yang kaya cerita di seantero Toraja. Tak berhenti sampai di situ, saya pun tak urung melewatkan kesempatan mengunjungi bengkel pembuatan kapal phinisi di Bulukumba.

.: Masjid Sumur Gumuling dalam Tayangan di Pesawat :.
Hingga tiba akhirnya saat berada di dalam pesawat untuk kembali ke Jakarta, tak henti-hentinya saya diingatkan akan betapa menariknya sebuah cerita akan perjalanan yang sudah saya lakukan seakan berkonspirasi membangkitkan kembali kenangan agar tak mengendap percuma dalam memori.

Sesaat setelah pesawat tinggal landas, sembari menunggu menu makan malam disajikan, seperti kebiasaan dalam penerbangan-penerbangan sebelumnya, saya mulai memanfaatkan fasilitas multimedia yang disediakan. Majalah maskapai untuk sementara saya abaikan. Rasa capai melakukan perjalanan semimarathon selama empat hari mendorong saya untuk santai saja menonton. Saya pilih menu film, ternyata film-film yang disediakan sudah pernah saya tonton di bioskop atau di penerbangan lain. Saya pun memutuskan mengulik pilihan video pendek yang isinya diambil dari tayangan dokumenter sebuah televisi swasta nasional.

Dalam video tersebut ditayangkan liputan tentang Taman Sari, sebuah taman tirta yang terdapat di kompleks keraton Yogyakarta. Pikiran saya pun langsung melayang pada kenangan perjalanan ke dalam kompleks keraton terbesar yang masih eksis di tanah Jawa sampai saat ini.

"Setelah pintu keluar, nanti jalan saja lurus terus sampai ketemu Pasar Ngasem. Taman Sari ada di belakang Pasar Ngasem. Tanya lagi saja nanti di sana, semua orang sudah tahu." Begitu kata seorang abdi dalem keraton, saat saya tanya arah menuju ke Taman Sari.

Mengikuti petunjuk tersebut, saya berjalan kaki saja untuk menuju ke sana. Ternyata memang tidak jauh. Ada banyak sekali pedagang di Pasar Ngasem yang masih berjualan, meski hari sudah siang. Saya pikir, kompleks pemandian sultan ini lokasinya akan steril dari kerumunan manusia. Hipotesis saya ternyata sedikit berlebihan. Dikepung oleh perumahan penduduk yang rapat, kompleks pemandian sultan ini terlihat seolah seperti bangunan tua yang ditinggalkan pemiliknya. Ada tangga kecil untuk menuju sebuah bangunan kosong bertingkat. Saya bertanya kepada penduduk, di mana lokasi tangga-tangga melingkar yang atapnya bolong. Sebuah deskripsi asal-asalnya yang saya terjemahkan dari visualisasi sebuah lokasi di Taman Sari.

.: Masjid Sumur Gumuling :.

"Lewat jalan sini saja mas, nanti ada tangga ke bawah, masnya turun saja. Ada banyak orang kok nanti di sana. Tanya lagi saja kalau sudah sampai sana.", jawab seorang mbak-mbak dengan logat Jawa dan ekspresi keramahan Jogja. Tanya saja. Itulah kunci untuk menemukan lokasi pasti sebuah tempat yang baru sekali kita datangi.

Mengikuti kembali petunjuk dari mbak-mbak tadi, saya berjalan bagai menyusuri labirin rumah-rumah penduduk. Setelah beberapa kali bertanya, sampailah saya pada lokasi tangga-tangga melingkar dengan atap bolong. Ternyata lokasi ini bernama Masjid Sumur Gumuling. Dahulu tempat ini merupakan masjid. Ada ceruk kecil di salah satu dinding tempat imam sholat. Jika kita berjalan melingkar mengikuti alur bangunan, kita akan kembali pada posisi semula.

Saya kembali teringat pada kenangan dari tayangan di televisi. Tempat ini pernah juga digunakan sebagai lokasi syuting video klip adzan magrib. Mungkin ini adalah tempat ke sekian yang saya datangi karena terkesima dengan lokasi video klip adzan magrib. Selain itu, saya juga ingat kalau tempat ini juga pernah digunakan untuk latar cerita film Java Heat karya Conor Allyn. Karena ternyata tempat ini begitu populer dan saya datang saat libur nasional, mengambil gambar tangga di dalam masjid dalam keadaan nihil manusia sungguh membutuhkan kesabaran. Saya baru mendapatkan momen tersebut setelah memohon kepada serombongan anak-anak SMU untuk menahan diri sejenak sehingga saya bisa mengambil gambar dengan sedikit leluasa. Setelah mengucapkan terima kasih dan menyilakan rombongan anak-anak SMU tadi, saya pun meninggalkan lokasi masjid menuju tempat lain Taman Sari.

.: Umbul Binangun :.
Kembali menyusuri jalan kecil layaknya labirin, saya baru sadar bahwa kompleks Taman Sari ini ternyata luas sekali. Padahal, konon dulu kompleks ini lebih luas lagi sebelum akhirnya tergerus oleh kepungan rumah penduduk.

Taman Sari sendiri dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1758. Awalnya merupakan kebun atau taman keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang berubah fungsi menjadi kolam pemandian dan tempat peristirahatan raja. Desain bangunannya dibuat menyerupai benteng dengan tembok-tembok tinggi bermenara. Hal itu digunakan sebagai sebuah strategi pertahanan akhir jika keraton dikepung oleh musuh.

Yang paling menarik dari tempat ini adalah Umbul Binangun dan tempat pemandian pribadi sultan. Umbul Binangun merupakan tempat yang paling populer, paling fotogenik, dan paling ramai dikunjungi oleh wisatawan. Tak heran karena tempat ini sering sekali digunakan sebagai representasi Taman Sari dalam kartu pos, foto almanak, serta promosi pariwisata Yogyakarta. Tempat ini adalah lokasi pemandian sultan, permaisuri, dan putri-putrinya. Saat saya berkunjung, air yang mengisi kolam baru saja diganti oleh petugas sehingga kelihatan bening dan dapat memantulkan bayangan tembok kolam dengan pot-pot bunga berukuran raksasa.

.: Kolam Pemandian Sultan bersama Permaisuri atau Selir Pilihannya :.
Ada satu bangunan kecil seukuran ruangan gardu. Saya menduga itu adalah tempat punggawa istana berjaga. Mungkin juga merupakan tempat berganti pakaian bagi para putri sultan. Maklum, karena hanya berkunjung singkat, ditambah suasana libur nasional, saya berkeliling kompleks taman tirta ini tanpa ditemani oleh seorang pemandu sehingga hanya bisa menduga-duga dari informasi yang sudah saya baca dari buku petunjuk pariwisata.

Tak mau rugi, saya menyempatkan diri untuk menaiki menara. Ukuran menara ini tidak tinggi. Tapi dari atas, kita dapat melihat seluruh sisi Umbul Binangun sehingga cocok juga digunakan sebagai menara pengintai atau pengawas. Dipisahkan oleh menara pengawas, ada satu lagi kolam pemandian sultan yang sepertinya dianggap privat. Kolom pemandian ini dikhususkan bagi sultan saat sedang santai bersama permaisurinya.

Saya mencuri dengar sepenggal informasi dari pemandu yang menerangkan informasi bagi rombongan wisatawan mancanegara kalau kolam pemandian pribadi sultan ini juga digunakan pula oleh permaisuri yang 'beruntung' menemani sultan bersantai. Jadi, jika sultan bertitah minta ditemani oleh salah satu permaisurinya, maka beliau akan melempar buket bunga melewati atap yang memisahkan kolam. Permaisuri yang mendapatkan bunga tersebutlah yang beruntung mempunyai kesempatan menemani sultan bersantai di kolam pemandian pribadinya.

.: Sang Pangeran Keraton Jogja yang Rupawan. Mandi yuuk :P :.

Karena Umbul Binangun begitu ramai, setelah mengambil gambar, saya segera menuju Pulo Kenongo. Tempat ini merupakan tempat populer lain di kompleks Taman Sari. Dinamakan Pulo Kenongo karena di halaman depan ditanami bunga kenanga agar wanginya semerbak menyebar ke seluruh penjuru istana. Dibangun menyerupai sebuah istana, ruangan-ruangannya juga terdiri dari kamar peristirahatan, ruang untuk membatik, dan sebuah aula untuk pagelaran tarian sakral semacam tari Bedoyo dan Serimpi.

.: Menu Makan Malam di Pesawat. Hmm ... Yummy :.
"Silakan Pak, makan malamnya. Selamat menikmati.", kata pramugari saat mengangsurkan menu makan malam sekaligus mengingatkan kembali bahwa saya sedang berada di atas pesawat, bukan di kompleks Taman Sari.

Kenangan akan perjalanan ke Taman Sari kembali menyublim dalam tayangan video. Saya tak tahu kapan lagi punya kesempatan untuk berkunjung ke sana lagi. Langit di luar pekat sekali. Sesekali ditaburi gemintang dan kerlip lampu kota di kejauhan. Saya kembali tepekur, mengendapkan kenangan yang muncul pada perjalanan sebelumnya, sembari terus belajar bersyukur untuk menikmati setiap kebahagiaan sederhana dalam setiap perjalanan yang saya lakukan. Dan saya pikir, menu makan malam yang disajikan oleh maskapai pelat merah kebanggaan nusantara ini merupakan sebentuk kebahagiaan kecil yang pantang untuk dilewatkan begitu saja. Seperti halnya dengan setiap rencana perjalanan berikutnya, saya tak sabar untuk segera menikmatinya. []

14 komentar:

  1. ya ampun, aku dulu ke sini waktu adekku masih SD naik kelas 2, sekarang dia udah jadi engineer :)))
    apik yo, saiki ono banyune tenanan. mbiyen ora ketok' e.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha udah beberapa kali direnovasi ini akibat gempa. Pas ke sini pas kolamnya habis dibersihkan dan airnya diganti jadi jernih banget. Kalau khilaf bisa pengen mandi beneran. Habisnya kelihatan seger banget. :))

      Hapus
  2. Aku terakhir kesana 2001 dan diajak lagi kesana tp ngak perna mau. Aku males mengenang sejarah haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha dasar. Daerah kekuasaan lo kayaknya pantai sama hotel-hotel keceh doang ya Cum. Tapi, belajar sejarah itu penting lho :))

      Hapus
  3. aku juga belum pernah ke sana. padahal lumayan sering ke Jogja. Habis ke Jogja banyakan buat kerja :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal ini deket banget lho kak dari Malioboro. Wong masih dalam lingkup keraton. Aku ke sana aja jalan kaki hehehe. Kalau ke Jogja lagi disempatkan mampir ;)

      Hapus
  4. sampai saat ini belum kesampain ke Taman sari :(

    BalasHapus
  5. Artikel ini memberikan wawasan terbaru buat saya, wacana pembahasan ini sangat bermanfaat.

    BalasHapus
  6. sring sih ke jogja tpi gak pernah maen ke taman sari om, ntah kenapa kalo diajak temen kesini mesti males aja.. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin karena tempatnya sempit, berdempetan dengan perumahan penduduk, jadi banyak orang yang agak males ke sini. Tapi menurutku sih dalemnya indah banget, jadi sayang kalau dilewatkan. Kalau mau agak leluasa, coba ke sini pas hari kerja, mungkin agak sepi ;)

      Hapus
  7. hhmm sebagai org Makassar aku merasa gagal karna belum pernah ke Taman Nasional Bantimurung :(
    Kemaren ke Yogya juga nggak sempet mampir Taman Sari..
    Traveller gagal huffttt

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, gak ada kok istilah traveler gagal. Yang ada adalah kesempatannya saja yang belum pas waktunya. Kalau diniatkan, suatu saat akan bisa juga mengunjungi tempat-tempat tersebut. Tetap sehat, tetap jalan-jalan, dan berbagi tulisan ya ;)

      Hapus