Selasa, 09 September 2014

Selera Sulawesi di Summarecon Mal Serpong

.: Festival Kuliner Serpong di Summarecon Mal Serpong :.
Summarecon Mal Serpong selalu penuh kejutan. Sudah sekitar setengah dasawarsa lebih tempat ini menjadi semacam oase bagi saya untuk melepas penat di akhir pekan saat tidak ada jadwal jalan-jalan. Saya bisa menghabiskan waktu dengan berbelanja buku, menikmati film-film terbaru, mencicip sajian kuliner, nonton bola bareng melalui giant screen, berjingkrak dan bersenandung saat ada konser musik, atau hanya sekadar nongkrong di malam gulita hingga pagi menyapa.

Setelah lelah bekerja seminggu penuh, ditambah menghadiri beberapa acara di Jakarta, akhir pekan kemarin saya baru sempat menyambangi kembali pusat perbelanjaan paling happening di kawasan Gading Serpong ini dengan perasaan sukacita. Pasalnya, saya sudah punya sederet rencana seharian penuh: menjumput satu buku seorang teman yang baru terbit, menyambangi bioskop, dan mencicipi beragam kuliner tradisi Sulawesi di Festival Kuliner Serpong 2014. Tak sabar saya mengulang petualangan gastronomi Sulawesi dua tahun silam saat menjelajah pulau berbetuk huruf K ini. Saya sengaja tidak sarapan sejak pagi. 

Sebenarnya, bukan untuk pertama kali Summarecon Mal Serpong menggelar acara pesta kuliner seperti ini. Setidaknya, sejak 2011 silam, kegiatan ini ajeg diadakan sebagai bagian dari apresiasi dan pelestarian tradisi kuliner warisan nusantara. Tema-tema unik sengaja dipilih untuk menghadirkan suasana dan pengalaman rasa sesuai daerah yang diangkat sebagai tema utama festival. "Beauty of Bali" di tahun 2011, "Minang nan Rancak" di tahun 2012, dan "Jawa sing Ngangeni" di tahun 2013. Untuk tahun ini, Sulawesi menjadi daerah yang diangkat dalam Festival Kuliner Serpong 2014. Tema tahun ini yaitu "Sulawesi Nyamanna' ... Pe Sadap" dihadirkan di festival yang berlangsung dari 15 Agustus - 7 September 2014 ini. Bahkan, untuk menghadirkan atmosfer Sulawesi dengan kontur dingin berbukit-bukit beberapa hal sengaja didatangkan langsung dari tanah asalnya.

Begitu memasuki kawasan parkir selatan Summarecon Mal Serpong, saya seakan diajak memasuki pintu Doraemon dan memutar kembali memori saat menjelajah Sulawesi Selatan. Berderet-deret Tongkonan yang dibangun untuk menaungi stand penjual makanan sukses mengembalikan magis kenangan saat saya bertamu di desa Kete Kesu, Buntu Pune, dan mengikuti ritual rambu solo' di desa Nonongan, kecamatan Sopai, Toraja Utara. Namun saat ini, saya hanya ingin jalan-jalan di Festival Kuliner Serpong 2014 sesanggup kaki melangkah dan mencicipi beberapa kulinernya sekemampuan perut menampung. Sebuah langkah permisif untuk menganulir bahwa ujaran "Hidup untuk Makan" tak sepenuhnya dianggap sebagai bentuk ketidakwajaran. Setidaknya untuk sehari ini saja. 

Ada sekitar 67 stand makanan dan 27 gerobak yang turut meramaikan festival ini. Puluhan pedagang diseleksi secara ketat dengan kriteria sajian kuliner yang disuguhkan, kualitas rasa yang ditawarkan, kebersihan, dan harga yang bersaing. Beberapa varietas kuliner Sulewesi yang saya catat ada di sini antara lain sajian wajib seperti sop konro, coto Makassar, dan mie cakalang. Ada juga otak-otak Baba, lumpia Sulawesi, baji pamai, pangsit mie Ujung Pandang, ikan tude bakar rica, dan kambing guling. Bahkan, sajian non haram berupa daging RW rica pun tersaji di sini. Tak pelak, nama kondang seperti kedai Es Sinar Garut, Sate Padang Mak Syukur, Serabi Notosuman, dan Nasi Goreng Kebon Sirih juga turut ambil bagian dalam acara ini meski bukan dari Sulawesi sehingga menambah pilihan bagi segenap pengunjung.

.: Biji-Biji Kopi Pilihan di kedai Rumah Kopi :.
Tak mau tergesa-gesa, saya memulainya dengan mampir di kedai Rumah Kopi. Mengawali hari dengan secangkir kopi hangat adalah pilihan tepat. Saya sengaja memilih kopi kintamani yang teksturnya agar kasar dengan rasa kopi yang kuat. Alasannya, di antara berbagai varian kopi yang ditawarkan, hanya kopi kintamani yang belum pernah saya sesap.

Sebagai pecinta kopi, saya sengaja berkeliling negeri hanya untuk menemukan pengalaman minum kopi yang autentik dan berkesan. Kopi Flores, kopi Lampung, kopi Toraja, kopi Aceh, dan kopi-kopi yang ada di tanah Jawa setidaknya pernah saya incip sekali dua kali. Segelas kecil kopi kintamani tersaji. Tak mahal juga harganya. Tapi, saya agak kecele saat mau membayar. Ternyata, semua transaksi pembayaran di semua kedai yang ada di festival ini menggunakan kartu yang serupa kartu ATM yang bisa dibeli dan diisi ulang di counter-counter yang tersebar di sudut-sudut area festival. Melihat mata saya sudah tak sabar mencicip secangkir kopi, seorang pengunjung baik hati di sebelah saya menawarkan untuk menggunakan kartunya dan saya menggantinya dengan uang tunai. Kata sepakat pun digamit. 

.: Duduk-duduk sembari menikmati sajian kuliner :.
Saya duduk santai di salah satu bangku. Karena masih pagi dan sepi, saya jadi leluasa memerhatikan segala sesuatu yang ada di sini. Konsep acara ini memang berhasil menghidupkan suasana Sulawesi. Selain tongkonan lengkap dengan simbol kepala kerbau dan deretan tanduknya serta ornamen warna-warni penghias dindingnya, sebuah miniatur perahu phinisi dibangun dan disulap menjadi panggung utama. Saat malam, panggung ini disemarakkan oleh penampilan Kamasean "Idol" dan Ermi Kullit. Di malam-malam yang lain, penampilan dari Barsena Bestandhi dan Priskila Shafira turut memeriahkan panggung hiburan. Selain itu, pengunjung juga dihibur dengan alunan musik instrumen daerah seperti pertunjukan kolintang dan instrumen Makassar.

Kopi dalam cangkir saya belum habis. Tapi perut saya sudah meronta minta diisi. Saya segera menuju counter pembelian kartu yang digunakan sebagai media pembayaran. Kartu alat pembayaran ini baru mulai digunakan pada tahun ini. Tahun lalu, media pembayaran yang digunakan berupa uang-uangan dengan motif kota Jogjakarta dan Solo lengkap dengan ornamen candi dan bangunan khas lainnya. Cukup mudah menemukan tempat penjualan kartu pembayaran ini karena seorang 'prajurit' dari Kerajaan Goa dengan pakaian adat serba merah siap sedia berjaga di depannya.    

.: "Membeli" Kartu Pembayaran :.

.: Kuliner Nikmat Sulawesi di Festival Kuliner Serpong 2014 :.

Setelah 'membeli' kartu, segera saja mata saya berlarian ke sana-ke mari menelisik kuliner Sulawesi yang belum sempat saya cicipi saat jelajah Sulawesi dua tahun silam. Saya berhenti di salah satu kedai dan mencomot beberapa sajian, masing-masing satu: lalampa, popaco, apang bakar, dan biapong goreng, dan kembali ke bangku saya minum kopi tadi.

Yang belum pernah ke Sulawesi dan mencicipi sajian yang saya beli tadi, nama-nama tersebut terdengar asing. Tapi menurut saya, nama-nama kuliner dari daerah di luar Pulau Jawa itu indah. Saya suka menembak-nembak tampilan yang akan diantarkan oleh pramusaji saat memesan menu makanan baru sewaktu jalan-jalan. Beberapa menu yang saya pilih tersebut setidaknya memenuhi selera saya karena rasa dan tampilannya, mungkin agak sedikit serupa dengan beberapa makanan yang ada di Jawa.

.: prajurit Goa dengan pakaian adat :.
Lalampa adalah sejenis lemper. Tapi alih-alih berisi daging ayam halus, lalampa diisi dengan cacahan ikan cakalang. Meski sama-sama berbahan dasar ketan putih, lalampa kelihatan agak liat. Mungkin karena proses memasaknya perlu dibakar di atas bara sedang setelah pengukusan usai. Popaco adalah semacam dodol gula merah dengan santan dan kayu manis. Ditempatkan dalam bungkusan siru daun pisang. Meski lebih mirip jenang Jawa, menurut saya popaco ini semacam keluarga jauh dari dumbleg, kuliner lokal dari daerah Nganjuk, Jawa Timur. Saya tertarik dengan apang bakar karena tampilannya yang mirip sekali kue-kue jajanan pasar. Kata mbak-mbak penjualnya, apang bakar ini berisi cacahan kacang almon yang sudah disangrai. Sepertinya sanggup mengundang air liur saya menetes. Dan satu lagi adalah sepotong biapong goreng. Saya lebih sepakat menyebut kue biapong goreng ini sebagai kue bolang-baling, jajanan yang biasa saya beli dari tukang roti keliling saat masih kecil. Ditumpuk tidak rapi di atas meja saji, potongan-potongan biapong goreng justru menggoda saya untuk mencicipinya segera.

Mungkin karena melihat saya datang seorang diri, menguasai satu meja dengan beberapa sajian istimewa, Pak Albert, pemilik kedai Rumah Kopi bergabung di meja saya dan mengajak ngobrol. Awalnya, beliau meminta pendapat atas kopi yang saya pesan. Setelah saya utarakan pendapat saya, obrolan berlanjut tentang pengalaman menikmati dan memburu biji kopi terbaik di seluruh penjuru negeri. Jika saya berbekal riset dan informasi dari penduduk lokal, Pak Albert berburu kopi sebagai komoditas jualannya berdasarkan informasi dan rekomendasi dari teman-teman dekatnya yang gemar minum kopi.  

.: Ngobrol Bareng tentang Kopi :.

Sembari menikmati kue-kue khas Sulawesi, saya mendengarkan dan beberapa kali menanggapi pertanyaan Pak Albert yang tampak antusias berbagi pengalaman minum kopi. Setelah kue-kue tersebut tandas, saya meminta ijin sebentar untuk mengunjungi kedai sebelah. Saya memesan seporsi es pisang ijo yang terkenal itu. Tanpa saya duga, pesanan saya yang datang berupa sebaskom es pisang ijo. Sungguh porsi jumbo yang mengundang selera.

.: Pengunjung mulai ramai :.

Setelah mencicipi beberapa sendok, Pak Albert kembali 'mengetes' kemampuan lidah saya mencecap citarasa kuliner. Dalam beberapa kesempatan, lidah saya cenderung hanya mempunyai dua kesimpulan atas hidangan: enak dan enak sekali. Namun untuk saat ini, saya berusaha seobjektif mungkin mengingat dapat kenalan baru yang bisa diajak berbagi pengalaman berbincang tentang kuliner dan kopi. Saya rasa, pisang yang dipakai untuk pisang ijo ini juara. Mak nyus kalau kata Pak Bondan Winarno, pembawa acara wisata kuliner di sebuah stasiun televisi. Tapi, kulit pisangnya yang berwarna ijo itu cenderung terlalu kasar dan kaku, tidak lembut sebagaimana seharusnya. Untung saja hal itu dapat dinetralisasi dengan saus atau sirop merah yang miroso. Sebuah pilihan yang tepat untuk membunuh dahaga di siang yang agak mendung itu.

Setelah kenyang dan merasa cukup mendapat 'ilmu' baru tentang kopi, saya mohon diri dari kedai Rumah Kopi dan melanjutkan berkeliling. Saya baru sadar, ternyata selain bangku-bangku dengan atap terbuka juga ada tempat makan dengan tenda-tenda lapang berwarna putih. Di sudut dekat pintu masuk mal juga terdapat tempat makan pengunjung dengan lesehan.

Sebelum pulang, saya menyempatkan diri berkeliling dan mampir di pusat informasi. Bangunannya menyerupai mercusuar mini. Di dalamnya terdapat pameran kain tenun Sulawesi berikut demo menenun dari salah seorang perajin dari salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan.

http://malserpong.com/
.: Serpong Culinary Festival di Summarecon Mal Serpong :.
Hari beranjak sore saat saya meninggalkan area parkir SMS untuk menuju toko buku di dalam mal. Menikmati beragam sajian kuliner di Festival Kuliner Serpong 2014 ini membuat saya menyadari bahwa Indonesia merupakan negeri yang kaya tradisi budaya dan sajian kuliner dari resep-resep diwarisi secara turun-temurun. Karena saya sudah pernah menjelajah Sulawesi dan mencicipi kuliner nikmatnya, mengunjung Festival Kuliner Serpong 2014 membuat pengalaman jalan-jalan dan makan-makan saya di bumi Sulawesi semakin lengkap. Tak sabar rasanya mencicipi kuliner dari daerah lain di Indonesia pada acara festival serupa tahun depan. []

Tulisan ini diikutsertakan dalam Summarecon Mal Serpong Culinary Writing Competition.

12 komentar:

  1. Woh menarik sekali, tempat seperti ini yang saya suka.. tempat khusus yg didesain buat kuliner... enak ya bisa nongkrong sambil mencoba makananan-makanan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Marilah ke mari dan rasakan sendiri. Eh, Alfi, tapi aku masih penasaran lho kalau suatu saat bisa diundang ke Festival Teluk Jailolo. Pengen ngrasain nasi jaha belum kesampaian :)

      Hapus
  2. Kok yang dimakanin cuman kue-kuean sama kopi sih? Lagi diet kah? :D Dan sengaja gak sarapan dari pagi.... Hmmm.

    Bang Adie, ke Sumatra udah belom? Ditunggu loh. Kalo mau ke Bukittinggi atau ke Padang, eikeh siyaaap jadi tour guide. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanan berat makan juga sih, itu kan ada es pisang ijo. Hehehe, biar badan tetap OK kalau difoto. :)

      Sumatera sudah kok, lihat saja di arsip postingan blog :)

      Hapus
  3. Duh jadi kangen kampung, pengen ke Sulawesi..
    Salam kenal bang..
    Pendatang baru di blog neh
    Kunjungi juga yaa ketikapandacerita.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah seneng banget ada orang Sulawesi mampir di mari. Salam kenal juga ya :)

      Hapus
  4. jadi gimana rasa kopinya di festival itu??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Meski bukan yang terenak yang pernah saya minum, kopi di sini lumayan kok rasanya. Apalagi kopi Floresnya. Mantab banget :)

      Hapus
  5. Yang bikin acaranya total ya? sampe ada Tongkonannya.. kerenlah


    Cheers
    www.travellingaddict.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya banget. Nuansa Sulawesinya memang dapet banget. Jadi inget perjalanan saya pas keliling Sulawesi Selatan. Semoga sih awal bulan depan bisa keliling seluruh Pulau Sulawesi. Aamiin :)

      Hapus
  6. iya seru banget, nuansa sulawesinya dapet banget.
    kapan ya papua gitu, entar ada orang pake koteka kemana mana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha ya gpp lah, kan adat orang Papua memang seperti itu. Wajib kita hormati :)

      Hapus