.: Istana Kepresidenan Cipanas :. |
Menempati areal seluas kurang lebih 26 hektar yang dulu dimiliki oleh seorang tuan tanah Belanda bernama Van Heots, lagi-lagi saya dibuat terpesona dengan buah ide Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff yang tampaknya gemar membangun istana. Meski ukurannya relatif mungil dibanding istana kepresidenan lainnya, Istana Cipanas terlihat anggun dan tidak kaku untuk ukuran sebuah rumah peristirahatan kepala negera. Hal ini mungkin karena konstruksi bangunannya yang sebagian besar dari kayu. Gaya dasarnya mengadopsi bentuk rumah musim panas Eropa dengan sedikit sentuhan arsitektur tropis yang menonjolkan nuansa Sunda sehingga memberi kesan hangat dan teduh. Itulah yang membuat saya sejak dulu menunggu-nunggu kesempatan 'bertugas' ke istana ini.
Gedung Induk yang merupakan bangunan terbesar di kompleks istana ini memiliki beranda yang cukup luas. Dari beranda ini tersaji pemandangan apik lanskap pegunungan dengan dominasi kebun teh dan hutan pinus yang dibelah Jalan Deandels yang historikal sehingga menguatkan kesan gagah dan dominan dari istana ini sebagai rumah tinggal seorang penguasa. Untuk menghalangi terpaan angin kencang dan hawa dingin, dipasanglah jendela-jendela kaca berbingkai kayu berukir.
Kesan hommy langsung menyergap begitu saya menginjak ruang tamunya yang berlantai kayu. Seperti halnya ruang tamu dalam istana kepresidenan lainnya, ruang tamu ini juga dibagi dalam dua sisi yaitu sisi kanan dan sisi kiri yang masing-masing dilengkapi dengan seperangkat meja kursi kayu dengan lantai berlapis permadani. Dua buah lukisan tergantung cantik di masing-masing dinding yang berseberangan. Selain ruang tamu, ada juga ruang makan yang tak kalah elegannya. Terdapat beberapa lukisan yang tergantung di dindingnya baik dari pelukis Indonesia maupun mancanegara. Yang unik adalah tungku perapiannya yang bentuknya mengingatkan saya pada tunggu perapian di rumah keluarga Ronald Wesley di film Harry Potter.
Ruang Tamunya Berlantai Kayu |
Karena ukuran bangunannya yang memang mungil, ruang kerja presiden pun juga hanya berupa ruangan kecil yang terdiri dari satu meja kerja. Ruang-ruang tidurnya meski mungil tetap kelihatan elegan dengan fasilitas luks yang sudah modern. Terus terang, baru kali ini saya blusukan sampai ke dalam kamar presiden dan keluarganya. Di tengah ruangan bangunan ini terdapat lorong panjang menuju beranda belakang. Di dinding lorong inilah tergantung lukisan fenomenal Jalan Seribu Pandang karya S. Sujono. Judul asli lukisan ini (sesuai yang tertulis di papan keterangan di samping lukisan) adalah Jalan di Tepi Sawah. Sebenarnya lukisannya biasa saja, persis seperti 'rumus' melukis pemandangan saat SD dulu yaitu berupa gunung, sawah, jalan lurus bertemu di satu titik horison, pohon di kanan-kiri jalan, dan matahari terbit di sela-sela gunung. Tapi yang membuat lukisan ini istimewa yaitu dari arah manapun lukisan ini dipandang, maka jalan yang ada di lukisan akan terlihat lurus dari tempat kita berdiri.
Karena aktivitas di Gedung Induk semakin meningkat, maka dibuatlah paviliun-paviliun mungil di halaman belakang istana yang diberi nama Paviliun Yudistira, Paviliun Bima, Paviliun Arjuna, Paviliun Nakula, Paviliun Sadewa, dan Paviliun Abimanyu. Bentuk bangunannya yang mungil dan penamaannya yang mengacu pada anggota keluarga Pandawa mengingatkan saya pada kompleks percandian di Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Selain itu ada pula Paviliun Tumaritis I dan Paviliun Tumaritis II yang lokasinya agak jauh dari paviliun lainnya.
Tempat Peristiwa Penting dan Bersejarah?
Dari awal berdirinya, Istana Kepresidenan Cipanas memang tidak populer sebagai tempat kejadian penting dan bersejarah karena memang lebih digunakan sebagai tempat tetirah saja. Tapi dalam perjalanannya, istana ini pernah menjadi tempat berlangsungnya peristiwa yang cukup penting dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
ruang santai di beranda belakang |
Istana Kepresidenan Cipanas juga pernah digunakan untuk menginap saat Ratu Juliana dari Belanda bertandang ke Indonesia pada tahun 1971.
Selain itu, tak banyak yang tahu kalau istana ini juga menjadi tempat yang cukup memorable bagi Negara Filipina. Pasalnya, pada tanggal 14-17 April 1993, atas inisiatif Presiden Soeharto, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Ali Alatas, memimpin perundingan damai antara faksi-faksi Filipina yang bertikai yaitu antara Pemerintah Filipina dengan kelompok MNLF (Moro National Liberation Front).
Kalau untuk masa pemerintahan Presiden SBY, mungkin tempat ini juga penting dicatat sebagai tempat Presiden meluncurkan akun twitternya sekaligus memulai twitnya yang pertama, sebuah 'terobosan' yang meskipun agak terlambat patut diapresiasi sebagai usaha kepala negara dalam mendekatkan diri dengan warganya. :P
Halaman Belakang yang Luas Berbatas Hutan Lindung
Halaman belakang Istana Cipanas |
Di tengah-tengah halamannya terdapat sebuah kolam teratai lengkap dengan air mancurnya. Jalan-jalan kecil yang menghubungkan paviliun yang satu dengan yang lain sudah tertata rapi dan beraspal mulus, cocok digunakan untuk jogging track atau sekadar jalan santai di pagi hari.
Jalan-jalan kecil tersebut saling bertautan dan berakhir di pinggir halaman belakang istana yang berbatasan dengan hutan. Menurut catatan yang dirangkum dalam katalog Daftar Tanaman Koleksi Istana Kepresidenan Cipanas bersama Kebun Raya Cibodas, LIPI, dalam hutan istana tersebut terdapat sekitar 171 spesies tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari 132 marga dan 61 suku. Sungguh merupakan koleksi plasma nutfah yang sangat berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan jika dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Jalan di dalam kompleks Istana Cipanas |
Di halaman belakang ini juga terdapat salah satu gedung mungil yang dirancang khusus atas permintaan Presiden Soekarno. Letaknya agak di atas bukit dengan posisi lebih tinggi dibandingkan paviliun lainnya. Gedung itu disebut Gedung Bentol karena motif dinding dan jalan setapak menuju gedung ini bermotif bentol-bentol. Di gedung ini Presiden Soekarno sering menepi untuk mencari inspirasi dalam menulis dan menyusun naskah pidatonya yang diakui dunia (meminjam istilah masa kini) sangat cetar membahana.
Selain tanaman yang rimbun menghijau, halaman dan hutan istana ini dibelah oleh sungai kecil berair gemericik tepat di sebelah paviliun yang digunakan untuk berendam air panas. Jadi memang sangat cocok digunakan sebagai tempat retreat maupun relaksasi.
Rumah Kaktus |
Di bagian barat areal taman belakang istana juga terdapat areal Toga (Tanaman Obat Keluarga) seperti yang pernah digagas ibu-ibu PKK di kelurahan saat era Orde Baru dulu. Di taman ini terdapat berbagai macam tanaman obat yang jarang saya temui di rumah semisal mimba (Azadirachta indica Juzz). Bahkan, tanaman rempah-rempah yang pernah populer di masa van Imhoff semacam lada pun ada.
Di sebelah areal Toga ada sebuah bangunan yang disebut Rumah Kaktus. Kalau saya perhatikan, setiap bangunan kompleks istana kepresidenan punya rumah kaktus. Sepertinya tanaman-tanaman liliput dari padang pasir ini menarik hati para penghuni istana sejak dulu. Koleksinya pun macam-macam dan lucu-lucu. Pengen banget punya yang beginian di rumah. :P
Sumber Air Panas yang Memikat
Selain udaranya yang sejuk dan pemandangannya yang menghijau, daya tarik utama istana ini adalah keberadaan sumber air panasnya. Gubernur Jenderal VOC,
Gustaaf Willem Baron van Imhoff
terpikat dengan daerah ini karena menemukan sebuah sumber air panas yang menyembur di bawah pohon karet mundung saat melakukan ekspedisi ke Cisarua pada tahun 1742 dan segera saja berhasrat untuk membangun vila untuk tetirah di dekatnya.
Para tukang kayu didatangkan langsung dari Tegal dan Banyumas untuk mewujudkan desain bangunan yang dirancang sendiri oleh Imhoff dan selesai 4 tahun kemudian. Setelah jadi, vila ini dijadikan tempat tetirah Imhoff sampai dia meninggal dunia di tahun 1750. Vila ini juga pernah ditinggali oleh Thomas Stanford Raffles saat Inggris berkuasa atas tanah Jawa.
Meski setelahnya dijadikan tempat tetirah bagi para Gubernur Jenderal Hindia Belanda, tapi tidak semuanya pernah menggunakan vila ini untuk bertetirah. Mungkin letaknya yang jauh dengan medan mendaki jika ditempuh dari Batavia (Jakarta) dan Buitenzorg (Bogor) menjadi tantangan yang tak terlalu menarik bagi mereka.
bersiap berendam air panas |
Tapi setidaknya, pada awal abad ke-20, vila Cipanas pernah menjadi tempat tinggal bagi keluarga tiga Gubernur Jenderal VOC yaitu Andreas Cornelis De Graeff (1926-1931), Bonifacius Cornelis De Jonge (1931), dan yang terakhir yaitu Tjarda Van Starkenborgh-Stachhouwer bersamaan dengan pendudukan tentara Jepang di tahun 1942.
Setelah Indonesia merdeka, barulah vila ini resmi ditetapkan sebagai salah satu Istana Kepresidenan Republik Indonesia. Di antara semua presiden yang pernah memerintah negeri ini, mungkin Presiden Soekarno yang paling sering memanfaatkan istana ini untuk bertetirah. Presiden yang setelahnya hanya sesekali saja bertandang ke sini. Sepertinya sebuah pengecualian bagi Presiden Megawati Soekarno Putri karena kelihatannya menemukan tempat yang cocok untuk wisata berkebun di sini dan tercatat yang paling sering menanam pohon di areal halaman istana.
Istana Kepresidenan Cipanas justru lebih sering menarik hati para Wakil Presiden. Di antaranya yang sering menginap adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik, Umar Wirahadikusumah (saat liburan Idul Fitri), Sudharmono, dan Try Soetrisno (saat acara pergantian tahun).
Bagi saya pribadi, dari semua istana kepresidenan yang pernah saya datangi, mungkin Istana Kepresidenan Cipanas adalah favorit saya. Berada di sini seakan merasakan oase di tempat tetirah semewah Istana Merdeka dengan pemandangan dan lingkungan alam yang hampir sama dengan Istana Bogor, namun lebih terasa damai karena tanpa diliputi cerita horor dan mistis seperti dua istana tersebut. Saya pikir, ide dan citarasa Imhoff memang selalu brilian dalam membuat hunian yang nyaman untuk ditinggali. Saya merasakannya di setiap tempat yang dibangunnya. Termasuk di istana ini. Aih, saya jadi tak sabar menunggu komando untuk ber'tetirah' di istana ini lagi.
itu kog gw ngeliatnya rada2 horor gimana gitu ya?
BalasHapusbtw, emangnya kalo mau kesana harus pke baju rapi gitu?
Setiap istana yang dimiliki Indonesia sepertinya memang memiliki kesan 'mistis' sih. Itu menurut saya lho ya. Setiap kunjungan ke istana memang diharuskan untuk berpakaian sopan dan rapi, tidak boleh pakai kaos oblong dan jeans, dan harus bersepatu sesuai dengan aturan protokoler istana. Ini saya sedang 'bertugas' kok hehehe :)
Hapus