Istiqlal dari ketinggian |
Tak dapat dipungkiri, masjid terbesar di Asia Tenggara yang dibangun pada era Presiden Soekarno tersebut seolah menjadi ikon kota Jakarta layaknya Monas dan Bundaran Hotel Indonesia. Ide awal pembangunan masjid ini digagas oleh KH Wachid Hasyim dan H. Anwar Tjokroaminoto, yang disambut baik oleh Presiden Soekarno yang saat itu sedang 'gencar' melaksanakan 'proyek mercusuar' agar bangsa Indonesia dipandang oleh bangsa-bangsa lain di dunia, sekaligus mengisi kekosongan karya rancang bangun di bumi nusantara setelah pembangunan Candi Prambanan dan Candi Borobudur akibat penjajahan yang berkepanjangan.
jalan-jalan minggu ;) |
Memasuki area masjid melalui gerbang utara (yang dekat dengan stasiun Juanda), saya harus berputar dulu karena pintu yang dibuka saat hari 'biasa' seperti ini hanya pintu utama yang menghadap Gereja Katedral Jakarta yaitu Pintu Al-Fattah. Ya, masjid ini terletak persis di depan gereja. Masjid terbesar di Asia Tenggara berhadap-hadapan dengan gereja Katolik terbesar di Indonesia. Sebuah 'pesan' dalam potret toleransi kehidupan beragama yang disematkan para pendiri bangsa dulu agar bangsa Indonesia yang berbhineka ini senantiasa rukun dan damai. Bukankah kita seharusnya bisa becermin dari simbol-simbol kerukunan beragama tersebut untuk menciptakan perdamaian di masa-masa yang akan datang?
Istiqlal yang penuh dengan 'simbol' keIslaman ;) |
Dengan banyaknya simbol yang dilekatkan dalam bangunan, kemegahan konstruksi yang mengundang decak kagum, hamparan karpet merah sumbangan Sheikh Esmail Abu Daut dari Arab Saudi, dan (ini yang penting) kenyataan bahwa arsitek yang membangun masjid Istiqlal, Frederick Silaban, adalah seorang Kristen Protestan, hendaknya tidak membuat lupa bagi jemaahnya bahwa hakikat pembangunan tempat ibadah ini merupakan sarana pengingat untuk senantiasa ikhlas dalam penghambaan kepada Tuhan sekaligus menjaga hubungan manusia baik umat seagama maupun antaragama tanpa menonjolkan benih-benih pertentangan yang tidak perlu.
wisata masjid: ibadah sholat ashar bareng adik-adik |
Saat akhir pekan tiba, masjid ini ramai sekali. Ada yang menggunakannya sebagai tempat akad nikah, ada pula yang menggunakannya sebagai tempat melepas lelah sekalian sholat. Banyak juga pengunjung yang masuk areal masjid hanya sekadar transit untuk makan bekal yang mereka bawa sembari menggelar tikar di pelataran yang teduh. Keadaan ini sebenarnya tak jauh berbeda dengan saat masa pemerintah kolonial Belanda pada abad ke-19. Tak banyak orang yang tahu bahwa area yang sekarang berdiri masjid Istiqlal ini dulunya adalah Taman Wilhelmina, taman terluas di bumi Batavia dan bahkan saat itu sempat menjadi taman modern terbesar di Asia.
'bekas' Taman Wilhelmina dan benteng Prins Frederick Hendrik |
Selain itu, di area bekas Taman Wilhelmina ini pernah berdiri sebuah monumen "Waterloo" untuk mengenang tewasnya para serdadu Belanda dalam perang di Aceh. Satu hal yang sering terlupa adalah bahwa sebuah patung Hermes seperti yang tersimpan di Museum Fatahillah dan jembatan Harmoni, pernah bertengger di depan pintu gerbang masjid yang berhadapan dengan gereja Katedral, yang sekarang sudah tak terekam lagi jejaknya. Saya tak berani mendebat kalau alasan hilangnya patung atau monumen tersebut karena ajaran agama. Tapi, jika memang harus dihilangkan dari area yang melingkupi masjid, seyogyanya patung atau monumen tersebut dapat dipindahkan ke tempat lain yang sekiranya tidak mengganggu. Paling tidak, keberadaanya dapat digunakan untuk mempercantik taman jalan atau menambah koleksi museum. Eh, tapi orang kita juga tak banyak kan ya yang memerhatikan kalau di seantero Jakarta ini jalanannya penuh dengan patung dan monumen? Begitu pula, tak banyak kan ya yang sering berkunjung ke museum? Au ah gelap, lebih baik saya segera ambil air wudhu dan segera sholat.
cantik....komposisinya mantap....didramatisir sama langitnya...
BalasHapusTerima kasih mas :)
HapusCantik dan tertarik..
BalasHapusMakacih ea hahaha :D
Hapus