Minggu, 29 Maret 2020

Isa Bey dalam Pusaran Reinkarnasi

.: Ahlan wa sahlan, Isa Bey :.

Sesaat setelah keluar dari gerbang reruntuhan Saint John Basilica, saya berjalan kembali ke arah Selçük otogar. Niat hati ingin mampir ke bank lokal untuk menukar uang lira dan membeli roti simit (roti khas Turki) untuk sarapan. Maklum, persediaan lira saya menipis. Saya sengaja hanya membawa dolar saja. Saya tukar di bank lokal supaya mendapat nilai tukar yang lumayan daripada di money changer.

Namun sebelum berjalan terlalu jauh, saya membaca papan penunjuk jalan. Di gang yang saya lalui, menurut informasi tersebut, ada dua situs bersejarah. Satunya berupa gereja, satu lagi berupa masjid. Saya pikir satunya lagi berupa kastil yang baru saja saya datangi. Saya menerka dalam hati, mungkin bangunan seperti bongkahan kubus yang saya lihat dari ketinggian kastil tadi masjidnya. Saya pun bertanya ke seorang penjual cenderamata tentang keberadaan mesjid tadi.

"Just go on. Isa Bey is in the right side. Not far," jawabnya.

Saya menyusuri jalanan berdebu ini seorang diri. Mungkin karena lokasinya agak masuk ke dalam, jadi belum banyak lalu lalang kendaraan selain satu-dua mobil orang lokal yang tinggal di dekat situ. Kontur jalannya menurun. Jadi, saya yang masih menggendong tas ransel cukup terbantu dengan ini.

.: Seperti Sebuah Kubus yang 'Ditanam' :.

Setelah jalan kaki lima menit dari tukang cenderamata, saya sampai di sebuah bangunan serupa kubus yang seperti melesak ke dalam tanah. Dindingnya mengingatkan saya pada Tembok Ratapan di Yerusalem. Tidak ada pagar pembatas yang memisahkan bangunan dengan jalan. Beberapa bagian jalan dibuat lebih luas. Mungkin untuk mengakomodasi tempat parkir bus-bus wisata.

Tapi pagi itu, Isa Bey masih sepi. Hanya ada pedagang cenderamata yang sedang duduk-duduk menikmati çay (teh) paginya. Matahari sudah merekah. Langit begitu cerah. Namun begitu, suhu sejuk di Selçük membuat saya tidak banyak berkeringat meski dibebat dengan baju tebal dan syal.

Untuk menuju bagian dalam masjid, pengunjung harus mendaki anak tangga menuju semacam gerbang utama. Saya pikir harus lepas sepatu dulu. Begitu saya lihat ada orang yang baru saja keluar dari masjid dengan sepatu lengkap, saya pun memberanikan diri untuk masuk tanpa melepas alas kaki.

.: Penduduk Setempat sedang Menikmati çay (teh) :.

Ternyata begitu masuk pintu gerbang tadi, saya tidak serta merta masuk bangunan utama masjid, tapi ke sebuah halaman. Jadi, pintu gerbang tadi seolah menjadi pagar sekaligus dinding pelindung untuk bagian utama masjid.

Di bagian dalam masjid juga sepi. Mungkin karena masih pagi, belum ada peziarah yang berkunjung. Hanya ada ada beberapa tukang yang sedang mengerjakan perbaikan menara.

Masjid Isa Bey ini dibangun tahun 1374 atas perintah Emir of Aydin dan disebut-sebut sebagai masjid tertua di seantero Turki. Arsiteknya berasal dari Suriah bernama Ali bin al Mushimish-Damishki. Yang menarik, sebagian bahan bangunan masjid ini berasal dari reruntuhan kota tua Ephesus, Kuil Arthemis, dan Saint John Basilica. Jadi, balok-balok batu ini seolah hanya berubah formasi saja, bereinkarnasi membentuk konstruksi baru sesuai dengan zamannya, dari dinding sebuah kuil, menjadi gereja, dan kemudian menjadi masjid ini.

.: Gerbang Masuk Bagian Luar :.

Saya masuk ke dalam bagian utama masjid. Untuk ukuran masjid tertua, interiornya terkesan sederhana. Ada dua kubah dengan ukuran berbeda yang menjadi tudung bagian atap. Lingkaranya berwarna pirus dan biru yang menunjukkan karakteristik gaya Ottoman. Atapnya sendiri sengaja dibuat miring di kedua sisi, mengadopsi model atap Kuil Arthemis.

Dahulu, masjid Isa Bey memiliki dua minaret. Dua gempa dahsyat yang terjadi tahun 1653 dan 1668 membuat minaret tersebut runtuh. Salah satu rusak total dan satunya lagi masih dipertahankan hingga sekarang. Tahun 1975, masjid ini juga pernah direstorasi sehingga dapat digunakan seperti sedia kala. Tapi karena memang karena usia, saat ini, satu minaret yang tersisa sedang diperbaiki kembali untuk membuatnya menjadi semakin kokoh.

.: Bagian Dalam Isa Bey. Tampak Sederhana Sekali :.

Saya sebenarnya ingin salat dhuha sejenak di masjid ini. Tapi, seperti yang saya pernah tulis di postingan tentang perjalanan di Kota Konya, masjid di Turki ini kurang 'ramah' untuk pengunjung dari luar. Maksudnya, tidak ada kamar mandi atau minimal toilet untuk bebersih. Mungkin karena memang ditujukan bagi penduduk lokal yang sudah berwudhu atau bebersih dari rumah. Dan salah satunya karena hal itu, saya pun mengurungkan niat dan menggantinya nanti saat sudah di penginapan.

Saya pun beranjak keluar dari ruangan utama masjid. Jika dilihat dari luar, masjid ini sebenarnya lumayan megah, tapi ternyata tempat salatnya hanya setengahnya saja. Setengahnya lagi berupa taman. Sebagai episentrum, sebuah pancuran untuk tempat wudhu dibangun. Namun tetap saja, saya tidak menemukan adanya toilet. Entah ke mana orang-orang ini kalau akan berkemih?

.: Kumpulan Nisan yang Menjadi Artefak :.

Karena tidak terlalu luas, saya dengan mudah menjangkau seluruh sudut masjid. Di bagian kanan pintu keluar tempat salat, tampak sebuah 'beranda' yang lantainya dilapisi marmer. Di dindingnya bersandar berderet-deret sebuah prasasti semacam batu nisan dari zaman dulu.

Bentuknya mengingatkan saya pada nisan-nisan kuno penguasa kerajaan Samudra Pasai di Aceh dan nisan pada kerajaan-kerajaan Melayu di Sumatra. Mungkin, model tersebut dipengaruhi oleh gaya nisan-nisan dari Persia saat terjadi penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para pedagang dahulu kala.

Di sudut lain di sekeliling taman tampak bekas-bekas pilar bangunan kuil atau gereja ditempatkan sebagai penghias. Mungkin karena masih ada bagian yang sedang direstorasi jadinya keindahan masjid ini belum keluar auranya secara sempurna. Bahkan, suara bor kayu atau semacam mesin pemotong besi yang berdengung membuat keheningan suasana masjid menjadi agak terusik.

.: Taman Bagian Dalam Masjid :.

Melihat saya mondar-mandir seorang diri, salah seorang tukang dengan ramah menghampiri saya, menanyakan apakah saya perlu bantuan, dan bersedia membantu jika diminta untuk mengambilkan gambar. Tentu saja tawaran tersebut saya sambut dengan senang hati. Meski tidak banyak latar menarik untuk berfoto, saya pun meminta satu-dua kali jepretan saja sebagai kenang-kenangan.

Setelah mengucapkan terima kasih, saya pun pamit untuk keluar dari masjid. Saat melangkah dari gerbang utama masjid, saya merasa pagi di Selçük sepertinya merayap laksana kura-kura. Meski kelihatannya sudah lama untuk keliling gereja, kastil, dan masjid, waktu seperti berhenti sejenak untuk beranjak. Tak mau kehilangan banyak kesempatan, saya pun segera melangkah kembali ke kota, memesan penginapan, dan segera mandi. Suatu hal yang sepertinya agak susah untuk dilakukan di masjid seantero Turki. []

39 komentar:

  1. Saya lihat foto yang mengopi di kedai itu jadi ingat kalau di Turki budaya mengopi sudah ada sejak lama. Salah satu tradisi mengopi tertua sepertinya. Kalau mas suka mengopi, saya yakin bakal lebih asyik mengopi di tempat yang tradisi mengopinya kuat sejak lama heheheheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe itu sebenarnya adalah teh. Banyak kedai-kedai di Turki yang memberikan teh hangat gratis untuk tamu, baik yang dikenal, maupun orang asing. Saya beberapa kali 'ditraktir' minum teh.

      Untuk kopi belum merasakannya sih. Soalnya pas keliling Turki paling sering ditraktir teh. Gelasnya pun lucu-lucu gitu pakai gelas belimbing yang khas Turki. Tehnya juga rata-rata sedap :)

      Hapus
    2. Kalau di dunia kopi ada namanya Turkish Coffee, itu salah satu metode menyeduh kopi yang tertua, mas. Bentuk alatnya pun unik hahahahhaha

      Hapus
    3. Iya, di Turki ada itu. Alat-alatnya macam di laboratorium. Tapi mungkin kedai-kedai kopi begini tidak murah ya, tidak seperti di kota-kota di Jawa yang kekinian dan menjamur.

      Saya justru lebih 'dekat' dengan para penduduk Turki gara-gara disuguhi cay (teh) hangat dengan gelas-gelas belimbing yang lucu. Kalau mau nambah, saya tidak diperkenankan untuk berdiri dari tempat duduk, tapi akan dilayani dengan diambilkan dari teko panas oleh tuan rumah. Benar-benar disambut hangat gitu rasanya. Apalagi di rumah-rumah yang memang tidak merangkap sebagai tempat jualan. Soalnya banyak juga yang ngasih teh, tapi sambil jualan karpet, topi, apalah gitu.

      Hapus
    4. Turkish Coffe aku pernah coba pas di Istanbul. Lumayan mahal harganya, dan pas DTG aku sempet heran Krn disajikan dalam gelas keciiil banget. Pas dicoba, ini 1-1 nya kopi yg aku ga bisa ketelan mas. Kuat banget, kental pula. Lgs kayak mau muntah. Jd ngerti kenapa disajikan dlm gelas seimut itu :D

      Hapus
    5. Mbak Fanny: Ada yang bilang itu gelas belimbing. Ada juga yang menyebutnya dengan gelas tulip. Ukurannya kecil. Modelnya lucu sih. Hehehe. Khas Turki banget :). Sama, aku juga gak icip-icip Turkish Coffee. Mungkin karena mahal kali ya :'(

      Hapus
  2. Tua banget masjidnya Mas, pasti ada banyak sejarah yang pernah dilalui oleh masjid ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banget. Konon ini merupakan masjid tertua di Turki. Jadi, semacam cagar budaya, warisan dari masa lalu.

      Hapus
  3. Masjid Isa Bey ini dibangun dari tahun 1374, berarti sudah 600 tahun lebih ya kang, pantas bangunannya kuno. Kalo lihat nisannya memang mirip nisan dari kerajaan samudera pasai.😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, disebut-sebut sebagai masjid tertua di seantero Turki. Termasuk bangunan cagar budaya :)

      Hapus
  4. wih.. baik juga ya kalau kita cuma berlagak mondar mandir. ditanyain sama warga lokal

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha mungkin mereka lebih ke ramah dan helpfull kali ya. Apalagi kalau melihat penampilan sebagai saudara sesama muslim :)

      Hapus
  5. Masjidnya unik dan indah sekali
    iya ya, dari luar kayak gimana gitu, tampak tak ada pondasi
    Masjidnya tua banget.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Unik. Setuju dengan kesan itu. Sederhana tapi punya kekhasan tersendiri.

      Hapus
  6. Seneng aku klo liat artikel sejarah.
    konstruksinya masih lawas banget dan au yakin itu pasti kuat banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas. Bangunan-bangunan lawas yang sanggup bertahan melawan zaman biasanya memang konstruksinya kuat banget. Ada filosofisnya juga sebenernya yaitu bahan bangunanannya tidak 'dikorupsi' waktu proses pembangunannya :)

      Hapus
  7. wah keren bgt di dalamnya ada tamannya mas, hhh
    ku kira dr foto luar dalemnya tuh ruangan semua, ternyata ruangannya hanya sebagian saja to.. eh ikut penasaran kl orang2 turki pengin pipis pas udah di masjid, apa mereka pulang ke rumah dlu, hhh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya begitu. Soalnya rumah penduduknya deket-deket situ aja. Jadi mereka bisa pulang dulu sepertinya :)

      Hapus
  8. Namanya ini ya utk sebuah mesjid. Isa Bey. Malah aku kira nama gereja :). Waah baru tau kalo mesjid di sana banyak yg ga punya tempat berwudhu ato toilet. Rumah penduduknya Ama mesjid pada Deket kali yaaa. Jd ga masalah kalo hrs balik. Biasanya kalo nemu mesjid yg unik, tua, ato bagus arsitekturnya, aku juga sebisa mungkin nyempetin utk solat di dalam. Sekedar bersyukur udah bisa sampai kesana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tempat wudhu sih ada mbak. Toilet yang agak susah nemunya. Terbiasa di Indonesia kan biasanya toilet deket sama tempat wudhu tuh, nah di mari agak susah nih nyarinya. Duh, PR banget pokoknya :(

      Hapus
  9. Meskipun sudah melintasi zaman, tetap saja masih terlihat megah ya masjid ini. Kagum sama orang-orang zaman dahulu, benar-benar seakan bervisi jangka panjang dalam membangun sesuatu, terutama tempat ibadah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar banget. Masjid ini disebut-sebut sebagai masjid paling sepuh di Turki. Bangunan cagar budaya yang sanggup bertahan dalam banyak zaman :)

      Hapus
  10. Wahhh sebuah bangunan yang menyimpan sejuta sejarah yang bermakna. Sebuah cerita yang patut untuk dibagikan dengan sesama.

    Rasanya kami harus kesana suatu saat nanti, semoga saja takdir berpihak. AMin....


    Salam hangat dari kami Ibadah Mimpi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga segera kesampaian ya. Menabunglah dari sekarang 😊

      Hapus
  11. Wedian keren beutt! Udah keren, mengandung makna sejarah juga. Mata dimanjakan, ilmu-pun dapat :D.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak situs uzur di Selcuk yang beberapa di antaranya termaktub dalam atau ada kaitannya dengan kisah-kisah di kitab suci agama Kristen. Menarik untuk diziarahi 😊

      Hapus
  12. Bener2 bangunan yang tak lekang oleh waktu yah.

    Btw mungkin perlu ngasih saran buat pengurs masjidnya untuk menyediakan sarana toilet

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe mungkin memang culture di sini begitu. Toilet murni urusan domestik di rumah masing-masing 😷😄

      Hapus
  13. Balasan
    1. Sama-sama. Terima kasih sudah mampir berkunjung 😊🙏

      Hapus
  14. Balasan
    1. Setidaknya, bangunan ini terawat dengan baik, hidup, dan dihidupi oleh masyarakat di sekitarnya sehingga sanggup bertahan di segala zaman 😊

      Hapus
  15. Asik sekali... kapan ya bisa main kaya gitu....
    suka saya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Suatu saat insyaa Allah bisa. Banyak berdoa dan berusaha ya. Menabung dari sekarang 😊🙏

      Hapus
  16. wahh bagus banget foto nya ya hehh... destinasi nya keren..

    yuk kak saling follow back dan berteman :) salam bloger

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah mampir berkunjung. Salam 🙏😊

      Hapus
  17. Kamar mandi atau toilet itu memang nggak lazim ditemukan di seluruh Turki, Mas Adie? Mungkin karena Turki daerah arid yang airnya nggak melimpah seperti di Indonesia kali, ya? Di sini, saking melimpahnya air, sampai banyak masjid yang menyediakan genangan air sebelum tangga supaya jemaah bisa cuci kaki. :)

    Btw, itu nisan-nisan yang berjejeran di diding Isa Bey bikin saya inget nisan-nisan batu besar di dinding dalam Gereja St. Paul di Melaka. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, kalau masalahnya di ketersediaan air kayaknya enggak deh. Menurut saya lebih ke arah culture di Turki yang menganggap jamaahnya itu dari daerah sekitar masjid saja. Jadi mereka bisa bersuci dari hadast besar ya di rumah masing-masing. Cmiiw 😁😷🙏

      Wah, jadi kepikiran draft Malaka. Belum sempat ditulis penuh. Hehehe. Coba nanti saya cek lagi. Sepertinya kalau nisan di St. Paul itu lebih mirip daun pintu berukir yang besar-besar itu deh. Seingat saya lho 😁🙏

      Hapus