Rabu, 25 Desember 2019

Pentingnya Piknik

.: Piknik Kuy. Berangkaaat 😜🌲🌴 :.

Tinggal hitungan hari, tahun 2019 akan berakhir. Rasa-rasanya waktu begitu cepat berlalu. Tahun depan sudah tahun baru. Dekade yang baru juga. Betapa kehidupan dibingkai dalam waktu dan sesekali, diabadikan dalam foto dan video. Saya mencoba melihatnya kembali pengalaman satu dekade ini melalui file foto di komputer. Ternyata banyak juga. Saya baru ingat bahwa perjalanan-perjalanan ini saya mulai tahun 2010 silam. Tepat satu dekade yang lalu.

Setelah melakukan perjalanan sejauh ini, saya merasakan banyak sekali perubahan berarti, setidaknya dalam menjalani hidup dan memandang sesuatu. Soft skill saya tentu saja bertambah. Merasakan begitu banyak hal positif, saya jadi ingin merangkumnya di sini mengapa jalan-jalan atau piknik itu penting banget dilakukan oleh setiap orang, terutama mereka-mereka yang berkutat dengan rutinitas.


.: Leyeh-Leyeh di Seminyak, Bali πŸŒ΄πŸ‰ :.
1. Refreshing

Menjalani sesuatu yang sifatnya rutin selama beberapa waktu itu pasti akan membuat bosan. Apalagi bagi pekerja kantoran macam saya yang harus berangkat pagi pulang malam. Meski ada libur tiap Sabtu dan Minggu, tapi seringnya dua hari itu juga digunakan untuk melakukan sesuatu yang tidak atau kurang terakomodasi selama lima hari kerja sebelumnya.

Belum lagi kalau ada undangan pernikahan teman kantor atau kolega, acara kantor yang melibatkan keramaian publik, atau acara-acara insidental lain yang mau tidak mau wajib kita hadiri. Memang sih ada waktu buat istirahat yang memungkinkan kita bisa nonton di bioskop, makan di restoran, atau sekadar leyeh-leyeh tidur siang. Tapi kan masanya singkat dan kurang memberikan kesan.

Saya pikir, setiap kita memang perlu piknik yang tanpa ada embel-embel kerjaan dan memberikan kebebasan penuh untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Benar-benar bebas mau ngapain aja. Ini penting sekali. Segala bentuk kegiatan outbound menurut saya terasa monoton dan tidak lagi bermakna. Bukti autentik bahwa piknik itu kebutuhan dasar setiap orang adalah selalu ada saja orang yang berusaha untuk ditugaskan ke luar kota yang belum tahu juntrungan dan hasilnya apa padahal niatannya sekaligus jalan-jalan. 

Untuk itu saya selalu menyisihkan cuti tahunan untuk pergi ke suatu tempat baru, minimal setahun sekali. Entah mengapa, efeknya saya rasakan sungguh luar biasa. Pulang cuti pikiran jadi lebih jernih, produktivitas kerja meningkat, dan semangat rasanya kembali menyala-nyala. Mungkin karena perginya agak jauh, jadi saya punya alasan yang lebih kuat lagi untuk giat bekerja agar bisa piknik lagi yang lebih seru tahun berikutnya.   

2. Pengetahuan Bertambah.

Piknik itu macam sekolah tanpa guru yang mengawasi dengan ketat. Kita jadi belajar sesuatu tanpa kita sadari. Pengetahuan baru masuk perlahan-lahan dan melekat dalam benak tanpa kita sadari melalui sesuatu yang kita lihat, informasi yang kita dengar, dan segala kegiatan yang mau tidak mau mengikuti kultur masyarakat setempat.

Misalnya, asal-asul tentang suatu tempat atau bangunan kuno dan peristiwa sejarah menjadi sesuatu yang menyenangkan sekali untuk diikuti dan disimak. Padahal, beberapa ada yang sudah kita pelajari di sekolah. Tapi rasanya, ketika melihat dan merasakan sendiri di tempat asalnya, ada semacam perasaan mengalami sendiri hal-hal yang dulunya hanya dapat dibaca dari buku atau film.  

.: Mengagumi Mozaik Deisis di Dinding Hagia Sophia :.

Saya juga 'terpaksa' belajar sedikit-sedikit bahasa suatu tempat agar lebih dekat dengan penduduk lokal. Dari interaksi yang terjadi dan penghormatan akan kultur setempat, perlahan-lahan kebiasaan baik dan tertib dalam pergaulan masyarakat pun berubah atau bahkan menjadi semakin baik.

Saya jadi lebih sabar untuk mengantre dengan tertib dalam satu baris, tidak meludah di sembarang tempat, membuang sampah di tempat sampah, menyeberang jalan melewati tangga penyeberangan (zebra cross), dan mempersilakan orang yang lebih tua atau kaum difabel untuk duduk saat naik angkutan umum. Menolong dan ditolong saat menunjukkan arah suatu tempat itu menurut saya interaksi yang manis sekali dalam perjalanan.   

3. Toleransi

Zaman saya kecil, datang ke acara ulang tahun tetangga yang beda agama itu hal yang biasa saja. Saya mendapatkan kue kecil dan bingkisan buah tangan saat acara selesai. Sebagai bentuk suka cita, saya pun dibelikan bungkusan kecil oleh ibu untuk diberikan kepada anak tetangga sebagai kado. Makan bersama sambil bersenda gurau merupakan hal yang menyenangkan. Saat adzan berkumandang, saya pun dipersilakan untuk salat dulu, baru melanjutkan permainan.

Saya tidak tahu mulainya dari mana dan kapan. Tapi kok akhir-akhir ini ada semacam sesuatu yang 'luar biasa' ya saat misalnya ada kawan beda agama yang mengingatkan kita untuk ibadah, memberi tahu apa yang boleh dan tidak boleh dimakan, atau saling membantu meringankan beban saat ada yang terkena musibah. Padahal, itu kan perilaku biasa yang memang sewajarnya harus kita lakukan sebagai sesama manusia.

.: Berinteraksi dengan Para Biksu di Candi Angkor, Kamboja :.

Apa mungkin karena toleransi kita makin terkikis? Bisa jadi. Salah satu cara paling asyik untuk merawat rasa persaudaraan dan menumbuhkan jiwa kemanusiaan tanpa embel-embel apapun ya dengan piknik. Apalagi pikniknya ke tempat yang sama sekali berbeda dengan lingkungan kebiasaan sehari-hari. Selain pikiran lebih terbuka, kita juga jadi lebih lebih peka dalam menghargai pilihan hidup dan keyakinan orang lain.

Belajar berempati dengan merasakan sendiri pengalaman menjadi seorang minoritas membuat saya belajar lebih baik lagi untuk menghormati kebebasan beragama (atau tidak beragama) seseorang. Saya merasa harus 'berusaha' sedikit untuk menemukan tempat yang layak untuk beribadah, menikmati makanan yang sesuai syariat agama, dan merasa dimanusiakan oleh orang lain yang mempunyai keyakinan berbeda. Dengan begitu, saya mempunyai kewajiban alamiah untuk juga memanusiakan orang lain di manapun saya berada. Hidup dalam kerukunan dan perdamaian menurut saya jauh lebih indah daripada larut berkepanjangan dalam perselisihan dan debat kusir yang mengedepankan perbedaan.

.: Menyusup ke Kampung Badui Dalam, Cikeusik :.
4. Tidak Tergantung pada Gawai.

Sesuatu yang penuh tantangan untuk dunia piknik dewasa ini, tapi bukan berarti tidak dapat dilakukan.

Tiap kali akan berangkat piknik, saya hampir selalu membawa banyak sekali printilan seperti kamera, telepon genggam, lensa tambahan, charger, dan kabel-kabel. Di lokasi pun kadang rebyek sekali harus motret ini itu dan sibuk dengan gawai sehingga kurang berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Saya pun mencoba melakukan hal yang baru yaitu piknik ke suatu tempat tapi tidak banyak motret, tidak akan main telepon genggam karena tidak ada sinyal dan memang dilarang digunakan di tempat tersebut. Hidup rasanya memang terputus dengan dunia luar. Saya jadi tidak tahu informasi apapun di luar sana. Setiap hari kegiatannya adalah main air di sungai, berkebun, melihat orang memanen madu, memasak bersama tuan rumah, dan melihat ritual keseharian bagaimana suatu desa terpencil melakukan kegiatan sehari-harinya.  

Memang tidak lama sih. Saya paling lama tidak berinteraksi dengan dunia luar itu sampai dengan tiga minggu saja. Hidup benar-benar seperti tanpa beban sama sekali. Tidak khawatir ini itu dan semua berjalan normal seperti biasa. Saya jadi lebih banyak berinteraksi dengan penduduk setempat dan menikmati ketenangan hidup di desa yang 'jauh dari peradaban' kota. Imbasnya, ketika pulang ke rumah, saya jadi punya kebiasaan untuk meninggalkan gawai di kamar dan tidak memainkannya saat makan bersama di ruang makan atau ngobrol di ruang keluarga. Segala hal baik yang ingin dilakukan memang harus dibiasakan, bukan hanya diniatkan. 

5. Merasakan Petualangan.

Kurang lebih satu dekade berkelana ke sana ke mari membuat saya mencoret satu per satu tempat yang ingin saya datangi di dunia ini. Saya tak menyangka bahwa suatu ketika, apa yang dulu saya impikan saat masih SD bisa menjadi kenyataan.

Menjelajah suatu tempat, mengarungi samudra, masuk keluar hutan, mendaki puncak tertinggi, menuruni lembah, dan masuk perkampungan terpencil. 'Menemukan' tempat indah tersembunyi, menyaksikan fenomena alam, dan merangkai serangkaian pengalaman.   

.: Magical Cappadocia 🌳🌲 :.

Dalam menjalaninya, saya 'terpaksa' harus tangkas dalam berhitung baik soal waktu dan dana. Saya belajar untuk disiplin dalam segala hal dan berusaha tepat waktu. Petualangan-petualangan tersebut setidaknya melatih saya untuk membuat perhitungan dan strategi sekaligus mengajarkan saya untuk legowo dalam menerima konsekuensinya. Dengan beragamnya pilihan dan terbatasnya dana serta waktu, saya harus memilih segala sesuatunya dengan cermat dalam waktu yang terbatas tanpa harus menihilkan sisi kesenangan dalam melakukan perjalanan. Karena sekali saja diputuskan sambil santai leda-lede, bisa jadi saya akan mengalami ketinggalan pesawat atau transportasi terjadwal lainnya. Ih, amit-amit deh.   

6. Terampil Berpose.
 
Kerap berfoto untuk mengabadikan momen di suatu tempat membuat saya harus memutar otak demi membuat beragam gaya unik agar foto dan pengalaman yang dikenang menjadi berkesan. Foto-foto ini bisa jadi diambil oleh orang asing, teman ketemu di jalan, petugas bandara, pedagang asongan, tukang parkir, pemandu wisata, dan siapa saja yang kebetulan berada di waktu dan tempat yang tepat saat saya kepingin difoto. πŸ˜‹

.: Super Model Internasional dengan Pesawat Pribadinya 😍 :.

Sebenarnya tidak penting sih. Tapi berhubung dokumentasi itu penting, maka keterampilan untuk berpose menjadi penting dalam dunia perpiknikan. Apalagi netizen nusantara selalu menuntut lebih dan tak segan melontarkan cemoohan. Dengan seringnya piknik dan berfoto, kemampuan untuk berpose secara alamiah perlahan-lahan akan terasah dengan sendirinya. Ada yang mengalami hal serupa? πŸ™ˆπŸ™Œ

.: Bersama Netizen 😘😘😘 :.
7. Demi Konten.

Jujur dan akui saja. Sebagai bagian dari kaum milenial, muara dari semua kegiatan piknik salah satunya adalah mengisi lini massa media sosial.

Kebetulan, saya bukan tipe pejalan 'romantis' yang jalan-jalan demi menemukan kembali hidup atau apapun itu. Saya menabung dengan rajin, piknik dengan tenang secara periodik sesuai kemampuan anggaran yang dimiliki, memotret secukupnya untuk keperluan tulisan di blog dan media sosial, dan menikmati perjalanan agar pikiran kembali tenang sehingga punya semangat lagi untuk bekerja dan berkarya lebih keras agar bisa piknik lebih jauh lagi. Begitu seterusnya.   

Itulah mengapa komentar semacam, "Kok uripmu enak yo, jalan-jalan terus", "Nglencer ke mana lagi?", "Rea-reo thok uripe", "Hedonis banget, jalan-jalan mulu", dan sebagainya kerap mampir saat saya mengunggah foto di media sosial. Padahal, semua juga bisa. Yang membedakan hanyalah prioritas saja dan keberanian dalam membelanjakan dan menjalani sesuatu yang tidak kelihatan. Tidak semua orang mau melakukannya bukan? πŸ˜‹

Disadari atau tidak, piknik itu penting dan semua orang perlu piknik. Modelnya bisa apa saja, entah sendiri atau berombongan. Saya kerap melontarkan pendapat ini. Tapi tak jarang pendapat tersebut dibantah oleh orang-orang yang secara naluri pengen piknik tapi dibatasi oleh satu dan lain hal, entah waktu atau dana. Saya hanya berharap, apapun alasannya, sedemikian rupa dibantahnya, mereka tetap menyempatkan diri untuk piknik, entah bagaimana caranya. Karena saya sudah merasakan banyak sekali manfaatnya, semoga sisi positif itu menular dan dirasakan oleh lebih banyak orang lagi. Biar suatu saat, tidak ada lagi cemoohan, "Kurang piknik lo!" []

Baca juga: Nikmatnya Jalan-Jalan Sendiri. 🍁🌺🌻 

20 komentar:

  1. rasanya apalagi di jaman skrg semua orang butuh piknik πŸ˜‚πŸ˜‚ karena padatnya jam kerja dan tingginya tingkat kesetressan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe sepertinya hampir semua orang mulai menyadarinya ya. Kita begitu dituntut untuk mengerjakan ini itu berikut target kerja yang terkadang tidak masuk akal tapi tetap harus dilakukan.

      Dalam jangka panjang memang hal ini tidak sehat. Maka solusinya harus tahu kapan harus mengambil jeda dan berusaha sejenak beristirahat untuk piknik :)

      Hapus
  2. Piknik itu bisa bikin refresh otak. aku kalo udah butuh piknik udah deh cari tmpat deket yg gampang dieksplore hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa ke mana saja, asalkan benar-benar menikmati. Saran saya sih sebaiknya ke tempat yang benar-benar baru minimal satu setiap tahunnya. Cobain deh nanti efeknya :)

      Hapus
  3. Piknik itu penting, terlebih bagi orang kantoran ahahhaha. Butuh suatu ketika hanya untuk bersantai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe ya namanya masih butuh duit buat happy-happy. Makanya harus realistis dengan giat bekerja dan rajin menabung. Biar imbang dan terakomodasi semuanya. Ya minimal setahun sekali lah piknik ke tempat yang benar-benar baru dan belum pernah dikunjungi sebelumnya :)

      Hapus
  4. sepakat banget, dr piknik bisa nambah pengetahuan, meningkatkan sikap toleransi, dan yang pasti bikin bahagia setelah penat sepekan bekerja, ehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau dilakukan dengan pikiran terbuka ya. Soalnya ada juga yang sering piknik tapi pikirannya masih aja picik. Ada. Malesin banget kalau ketemu orang begitu :(

      Hapus
  5. wah racun ini mah, racun biar yang ngebaca mupeng pengen segera piknik juga, saya kok gagal fokus dengan Magical Cappadocia ya, bagus banget, macam wallpaper yang biasa saya pakai di Laptop. hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe maafkan. Iya, aslinya Cappadocia lebih indah lagi. Ini kamera saya aja yang lagi B aja motretnya :)

      Hapus
  6. Alhamdulillah kemarin habis piknik pulang kampung. Cuma baliknya ke Jakarta malah terjebak macet di Bekasi.πŸ˜‚

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh, semoga semua lancar ya mz. Lihat berita di kawasan yang terdampak banjir kok ya ngeri jadinya. Happy holiday :)

      Hapus
  7. Poin no 6 itu yang aku masih harus belajar hahaha. Kalau mau ikutan lomba di IG, sampe stres nyari foto yang ada aku-nya. hwhwhw.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Astagaaah. Itu juga mempengaruhi feed media sosial. Foto yang ada orangnya seringkali dapat feedback yang lumayan banyak daripada foto objek atau pemandangan. Apalagi kalau punya bodi, pose, dan tampilan sensual. Duh, bakal meroket deh. Makanya gak heran kalau selebgram yang sering diajak halan-halan gretong daripada blogger. Orang lebih senang baca IG story daripada cerita di blog. Hiks :(

      Hapus
  8. Balasan
    1. Hehehe meratakan perut itu saat sebelum liburan, biar kalau foto-foto jadi kelihatan OK bodinya hehehe :P

      Hapus
  9. Setuju banget. Nomer 3 tuh bener banget. Berpergian ke tempat baru membuat kita belajar pola pikir dan sudut pandang yang berbeda dari yang diajarkan oleh lingkungan kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Syarat dan ketentuan berlaku hehehe. Yaitu sepanjang kita jalan-jalannya dengan pikiran terbuka, menghargai setiap perbedaan, dan tidak gampang percaya hoax :)

      Hapus