Minggu, 03 September 2017

Lari di Bali: Catatan tentang Maybank Bali Marathon 2017

.: Welcome (back) to Bali :.

Waktu begitu cepat berlalu. Masih terpatri di benak tentang pengalaman berlari sejauh 10 km di ajang Maybank Bali Marathon 2016. Semangat begitu bergelora. Ada piknik, reuni kecil, hingga ingar bingar pesta sehari sebelumnya. Bersyukur, masih bisa finish tidak sampai melewati batas satu jam seperti yang saya targetkan sebelumnya. Setelahnya, setidaknya ada sekitar 60-an ajang lari, baik road, trail, maupun virtual yang saya ikuti. Berlangsung setiap akhir pekan. Hanya absen saat ramadhan dan seminggu liburan lebaran.

Setiap minggu rasanya menjadi semacam 'parade' foto tentang lari. Hingga saya bertanya-tanya, apa sebenarnya yang dicari orang-orang ini hingga rela bangun pagi, datang ke tempat acara, berlari sejauh yang diikuti, dan yang lebih penting dari itu semua, harus bayar pula. Awalnya, ajang lari menjadi semacam substitusi untuk kegiatan jalan-jalan yang saya lakukan. Selain memberi variasi kegiatan, dari segi biaya, jelas jauh lebih murah karena lokasinya kebanyakan di sekitaran ibukota.

.: Jogging pagi di Pantai Kuta :.

Ada ribuan foto dan kenangan, teman-teman baru dari beragam latar belakang, dan tentu saja ilmu yang lebih berkembang tentang teknik dan cara berlari, nutrisi dan kesehatan, serta langkah-langkah menghindari cedera saat dan paska berlari. Hingga saya teringat sebuah ikrar pribadi bahwa tahun 2017 adalah tahunnya saya lari di kategori half marathon setelah setahun sebelumnya hanya ikut semua ajang lari di kategori 10K. Dan ajang Maybank Bali Marathon 2017 akan menjadi ajang lari ke-9 yang saya ikuti untuk kategori half marathon tahun ini.   

Seperti tahun sebelumnya, tak ada persiapan berarti yang saya lakukan. Saya hanya lari rutin biasa saja. Saya tidak cuti. Saya berangkat ke Bali setelah pulang kantor di hari Jumat malam dan kembali ke Jakarta minggu malam. Persis seperti trip singkat yang kerap saya lakukan dulu. Berhubung darah muda masih mendidih dalam diri saya, mendarat pukul dua pagi pun bukan alasan untuk tidak melakukan lari pagi sejauh 15 km di pantai Kuta sesaat setelah matahari terbit. 

.: Yang khas dari Bali Marathon :.

Saya juga menyempatkan diri untuk melipir sejenak berkeliling Bali. Mengunjungi Pura Besakih dan desa adat Panglipuran. Namun, ada satu hal yang tidak saya lakukan untuk ajang lari di Bali kali ini: 'main' di Kuta hingga dini hari seperti tahun lalu. Teman-teman saya mengingatkan agar semua sudah harus istirahat sejak sore karena harus berangkat ke Gianyar pukul tiga pagi. Apalagi malam itu tiba-tiba saja saya mengalami flu dan demam. Duh.  

Tak seperti tahun lalu, begitu sampai di venue, tempat parkir sudah penuh. Saya harus berjalan agak jauh ke tempat start. Berhubung ikut kategori half marathon, saya akan mulai lari lebih pagi daripada tahun lalu. Saya lihat jam, waktunya mepet sekali dengan adzan subuh. Inilah satu hal yang tidak saya sukai kalau ikut lari kategori jarak jauh: start pagi bisa bersamaan atau sebelum adzan subuh, sementara jika start agak siang bisa masuk finish kepanasan dipanggang matahari. Dilema tapi dicinta.

.: Yang Membuat Semangat tidak Patah di Tengah Jalan :.

Saya akhirnya berbesar hati tidak dapat start tepat waktu bersama grup A karena memilih bisa subuh di tempat yang 'layak'. Posisinya agak jauh dari garis start. Saya baru mulai lari setidaknya beberapa menit setelah para pelari melaju di depan. Saya menerobos kerumunan pelari melalui lajur bahu jalan untuk mendahului.

Bali Marathon tahun ini memang mengalami sedikit perubahan daripada tahun lalu. Rutenya berubah sekalipun masih di Gianyar dan Klungkung. Jumlah pesertanya bertambah banyak. Begitu juga hadiahnya. Karena berada di area pedesaan, jalur larinya terbilang 'sempit' jika dibandingkan dengan jalur lari semisal di Bandung, Bogor, atau Jakarta.

Sepanjang jalur, aspalnya mulus. Yang perlu diwaspadai, terutama bagi pelari yang baru pertama kali ikut Bali Marathon adalah tanjakannya. Mulai km 4 hingga km 14, jalurnya benar-benar menguji ketahanan kaki dan kesabaran mental. Saya pikir, jalur lari Bogor sudah cukup menanjak. Ternyata jalur baru Bali Marathon memberikan tantangan baru.

.: Cheering the crowds :.

Namun begitu, yang istimewa dari Bali Marathon adalah dukungan masyarakatnya yang seperti ikut memiliki acara ini. Sepanjang jalan yang saya lewati, penduduk Gianyar dan Klungkung tak henti-hentinya memberikan semangat. Mereka seperti sudah menyiapkan diri untuk membuat sambutan, hiburan, maupun segala sesuatu yang dapat menyemangati para pelari. Saya tidak melihat ada penduduk yang tiba-tiba nyelonong naik motor dari gang rumahnya melewati jalur lari.

Sekolah yang lokasinya dilewati pelari juga menyiapkan parade tarian, lengkap dengan alat musik khas Bali. Bahkan, di beberapa titik, saya melihat ada penari Bali dengan pakaian adat lengkap, termasuk barongnya. Melihat begitu meriah dan hangatnya sambutan masyarakat Bali akan berlangsungnya ajang Bali Marathon ini yang membuat mengapa acara ini pantang untuk dilewatkan.

.: Pushing my limits. Foto oleh Irfan Choki (Cihuy Runners Cilegon) :.

Maaf, bukannya ingin diistimewakan, tapi demi menyaksikan adik-adik, para tokoh masyarakat, bahkan nenek-nenek, begitu cerianya memberikan tepuk tangan, teriakan semangat, hal itu sungguh lebih dari cukup bagi saya sebagai pelari. Sebagai ucapan terima kasih dan penghormatan, terutama kepada para masyarakat maupun tokoh adat setempat, tak jarang saya mengatupkan tangan sambil berlari.

Seingat saya, entah karena sedang bersemangat atau begitu terhibur dengan suasana lari yang hangat, saya lupa kalau hari itu sedang flu. Saya hanya sempat berjalan dua kali saat melewati tanjakan tinggi di tikungan jembatan dan di area water station km 15. Selebihnya lari terus. Senang juga sih mengingatnya.

.: Warna-warni di finish line. Panas banget bro :'( :.

Berbekal ingatan batasan waktu yang tertera di pacebands yang saya pakai saat Pocari Sweat  Bandung West Java Marathon 2017, hitung-hitungan kasar perkiraan, saya bisa finish kurang dari dua jam. Maka dari itu, di km terakhir, saya memacu langkah kaki saya kembali, berzig-zag mencari jelah lajur kosong di antara para pelari kategori 10K.

Segala perasaan campur aduk menjadi satu. Antara perasaan lega bisa menyelesaikan 'tugas' lari half marathon dengan catatan waktu di bawah dua jam dan perasaan hangat karena tiba-tiba saya sudah tidak flu lagi. Mungkin flu bisa jadi menghilang begitu saja saat kita merasa 'bahagia' tanpa merasa lelah. Bisa jadi. Saya pun segera mengambil medali dan refreshment untuk pemulihan tubuh.

.: Not bad at all :.

Secara umum, yang saya rasakan, race ini memang rapi. Namun, jika ingin dilakukan perbandingan sederhana dengan Maybank Bali Marathon tahun lalu, ada banyak sekali hal yang sepertinya menjadi catatan atas pelaksanaan ajang serupa tahun ini. Jalur baru memang sungguh memberi tantangan tersendiri sekaligus menyuguhkan pemandangan alam pedesaan yang lestari dan tentu saja, khas Bali

Yang tidak mengenakkan, biaya pendaftaran tahun ini melonjak drastis. Menjamurnya race lari akhir-akhir ini dan nama besar Bali Marathon, bisa jadi 'menggoda' panitia untuk menaikkan tarif. Prinsip ekonomi sepertinya berjalan untuk hal ini. Orang mengira akan tetap ikut serta meski biaya pendaftaran dijual dengan harga naik. Yang perlu diwaspadai, hal-hal seperti ini bisa jadi boomerang bagi panitia karena bisa saja para pelari akan mengalihkan pilihannya pada race lain yang lebih terjangkau.

Apalagi, kenaikan biaya pendaftaran tidak diikuti dengan kualitas pelayanan: venue pengambilan racepack yang lebih 'sederhana', water station diisi bukan merek minuman isotonik yang biasa digunakan (dan sepertinya sudah menjadi 'selera' kebanyakan pelari), tali medali yang terkesan (maaf) murahan, dan bonus isi racepack tanpa tiket masuk Bali Safari and Marine Park

.: 10K (2016): checked. HM (2017): checked. FM (2018): ??? :.

Mungkin karena sudah terlalu sering ikut race lari, saya tidak lagi tertarik dengan booth-booth di lokasi acara. Saya tetap menyempatkan diri untuk berfoto dengan sesama kawan pelari yang memang datang dari seluruh penjuru nusantara. Hanya saja, ambience-nya kok tidak terasa seperti, meminjam istilah yang dulu digaungkan, lebarannya para pelari di Indonesia.

Ajang Bali Marathon tahun ini lebih mirip semacam reuni kecil para pelari. Pertama karena ternyata banyak yang sudah pulang sebelum acara selesai, entah alasan harus segera balik ke tempat asal atau karena matahari Gianyar lagi ada tujuh saking panasnya. Kedua, terlalu banyak ajang serupa dengan peserta (dan pemenang) yang bisa jadi itu-itu juga. Jadi, rumusnya seakan pakem: lari, finish, ambil medali, foto-foto, lalu pulang.

Saya memang tidak anti ikut race lari setelah ini. Tapi, pengalaman ikut ajang serupa hampir setiap akhir pekan selama setahun penuh, cukup memberikan gambaran, mana race lari yang patut diikuti untuk kategori yang lebih jauh dan mana pula yang perlu disudahi keikutsertaannya. Tenang, khusus untuk Bali Marathon, saat meninggalkan venue acara, diam-diam saya berdoa (seperti yang saya lakukan tahun lalu) agar diberi kesempatan mencoba kategori full marathon di Maybank Bali Marathon 2018. #AyoMlayu []

10 komentar:

  1. maaf mas, 2 foto yg ditampilkan di atas (penari dan cheering girls) bukan foto saya (pelari galau)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap mz. Maaf sebelumnya. Saya juga lupa, waktu itu dikasih tahu sama temen, tapi lupa di linimasanya siapa, karena langsung uplod lalu disela kesibukan yang lain. Teman lari juga kok. Nanti kalau ketemu fotografernya akan saya edit lagi buat credit title-nya. Matur sembah nuwun hehehe :)

      Hapus
  2. Eh dirimu wis tau melu race pakai jersy ehm ehm kota kita tercinta belum? Hahahaha

    Btw selamat for a good work! Hidup memang harusnya penuh target kayak dirimu ini ya. Biar gak stagnan di tempat dan membosankan.

    Siiip lah. Borobudur berati melu po gak ki?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belum pernah pakai jersey itu buat race. Insyaa Allah Borobudur ikut ;)

      Hapus
  3. lari memang jadi olahraga kekinian ... bisa jadi ajang eksis .. sudah dijual mahal tapi yang ikutan masih banyak ... sayang kualitasnya tidak ditingkatkan ... memang bisa jadi boomerang nantinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, ini bener banget. Mungkin sekarang sedang 'in' banget. Tapi, sepertinya lama-lama orang akan jenuh juga :)

      Hapus
  4. Aku kdg pengen sih ikutan begini.. Tp mndekati hari H, ntah kenapa lgs batal wkwkwkw.. #bilangajamales.. Kalo baca blog temen yg sering ikutan lari, ato liat ig nya, duuuh lgs niat utk ngecilin paha jd kuat :p. Eksekusinya ini loh yg berat :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha memang harus kuat niat dan usaha memulainya mbak. Yakin kalau udah ikut satu dua kali bakal ketagihan hehehe :)

      Hapus