Kamis, 10 Mei 2018

Maraton di Malaysia

.: Selamat datang di Malaysia :.

Tahun 2018 bagi saya merupakan tahun yang mendebarkan. Ada beberapa agenda yang akan saya lakukan pertama kali dalam hidup. Meski sebenarnya, setiap memasuki tahun baru, saya juga deg-degan karena akan jalan-jalan mengunjungi daerah baru, atau bahkan, negara baru yang akan menambah koleksi cap di paspor. Tapi rasanya lain. Dalam dunia lari yang sedang saya geluti, tahun 2018 adalah tahun Full Marathon (FM) bagi saya.  

Sejak ikut race lari pertama kalinya di YOI Bandung Great Run tahun 2016 silam, kecuali bulan Ramadhan, saya secara ajeg mengikuti race lari kategori 5K dan 10K sepanjang tahun tersebut. Bahkan, saya bisa saja ikut race lari di hari Sabtu dan Minggu. Saya cukup 'keras kepala' menolak semua ujaran, cemoohan, ataupun sindiran yang mengatakan sudah waktunya saya 'naik kelas' ke kategori Half Marathon (HM).

Begitu pun di tahun 2017, tahun HM saya. Meski tak lagi setiap akhir pekan, tapi hampir semua race lari kategori HM saya ikuti. Saya kembali memakai kacamata kuda untuk semua ujaran, cemoohan, ataupun sindiran yang mendorong dan menyemangati saya untuk segera mengambil kategori FM.  

.: Jogging pagi di Dataran Merdeka, Kuala Lumpur :.

Bagi saya, segala sesuatu itu harus terjadi secara alami. Sekali dipaksakan, jika hasilnya kurang memuaskan, seringkali akan menimbulkan kekecewaan yang mendalam. Termasuk dalam lari. Saya percaya bahwa, untuk pelari hore seperti saya, proses yang alami dengan tidak melakukan loncatan yang signifikan dalam jarak, merupakan upaya sederhana untuk mendapatkan hasil yang baik. 

'Teori' ini saya pegang teguh sampai akhirnya bulan Desember 2017 datang. Saya termasuk orang yang tidak terlalu suka dengan euforia. Dan untuk lari di kategori FM pertama ini, saya ingin semuanya berjalan wajar saja. Juga tanpa euforia. Di sela jadwal jalan-jalan, saya mulai membuat rencana dan menentukan langkah apa yang akan saya lakukan agar bisa finish sesuai dengan target waktu yang saya inginkan.

.: Bacaan 'ringan' sebelum istirahat :.

Saya rutin berlari setiap pekan. Saya membuat target pribadi, akumulasi setiap bulan harus lebih dari 100 km. Saya kerap menambah jarak lari untuk membiasakan kaki. Saya ingat kata-kata coach Wulan dari IndoRunners Serang, "Latihan lari itu jangan angin-anginan. Mesti niat dan konsisten kalau mau hasilnya bagus." Saya juga tidak malas untuk berkonsultasi dengan banyak sekali orang-orang baik yang sudah lebih dulu menamatkan jarak 42,195 km itu. Saya menyimak dengan seksama penjelasan Habib Tagafi, seorang kawan lari, di suatu acara sharing session, tentang persiapan sebelum maraton, baik tentang latihan, nutrisi, carbo loading, maupun hidrasi. 

Bu Yuli Rianastasia, pelari senior yang juga tetangga saya, selalu 'ceriwis' mendorong saya konsisten latihan, "Maraton itu yang penting jangan dipaksakan. Lari stabil aja. Karena maraton itu gak sama lho dengan dua kali HM. Kita pasti ada masanya merasa capek banget. Nah itu justru tantangannya." Antusiasme saya dalam bertanya tentu tidak menampakkan kecenderungan akan mengambil FM dalam waktu dekat. Semua saya lakukan untuk menghindari euforia yang tidak perlu.

Saya makan empat sehat lima sempurna dan mengalokasikan waktu yang cukup untuk tidur. Berhubung jarak lari semakin jauh, saya menambah asupan susu penambah massa otot. Saya mencoba beberapa sepatu yang paling ringan dan nyaman untuk dipakai berlari. Saya juga mencoba beberapa jersey yang 'ringan' dan menyerap keringat sehingga tidak memberatkan saat berlari. Di waktu senggang, saya membaca buku-buku yang berhubungan dengan lari, tips pemulihan tubuh paska maraton, serta cara sederhana memulihkan cedera dalam berlari. Di luar itu semua, saya tidak melupakan kesenangan kecil yang selalu saya lakukan dalam hidup: menulis dan jalan-jalan.  

.: Di antara para maratoner dari seluruh dunia :.

Banyak orang bertanya mengapa saya melepas virgin maraton di Kuala Lumpur, bukan maraton yang ada di Indonesia saja. Sesuai jadwal yang saya buat, paling tidak saya perlu tiga bulan untuk latihan. Hal ini saya duplikasi dari latihan kawan-kawan Indorunners yang tergabung dalam Runiversity. Tadinya saya berpikir untuk melepas virgin maraton di Maybank Bali Marathon saja. Tapi waktunya terlalu lama. Bali Marathon baru akan dihelat bulan September tahun ini. Sejak tahun lalu saya tidak punya rencana untuk ikut Mandiri Jogja Marathon 2018, karena lebih tertarik ikut Borobudur Marathon. Pilihan paling logis dari segi waktu (tidak bentrok dengan jadwal pekerjaan dan pas tiga bulan waktu untuk latihan jika mulai pada bulan Januari 2018), jarak yang tidak terlalu jauh dari Jakarta, biaya race serta akomodasi yang relatif terjangkau, dan reputasi race (ini penting) yang positif dari banyak kawan lari ialah Standard Chartered KL Marathon 2018.

Kebetulan, meski bukan kota favorit saya di kawasan ASEAN, saya kerap bolak-balik ke Kuala Lumpur untuk suatu urusan. Dua kali kebetulan, area yang dijadikan tempat start merupakan kawasan yang paling saya sukai untuk menginap. Dekat sekali mau ke mana-mana. Jadi, sudah terbiasa dengan lingkungan maupun atmosfernya.

.: BIB maraton perdana :.

Hingga saatnya tiba, saya masih menjaga diri agar tidak larut dalam euforia. Semua saya lakukan agar tidak terbebani dengan pikiran-pikiran yang tidak perlu terkait keikutsertaan saya untuk pertama kalinya di ajang lari kategori FM. Saya ingin semuanya terjadi wajar saja. Sesuai kemampuan saya sebagai akumulasi dari latihan dan kegiatan penunjang yang selama tiga bulan ini saya siapkan. 

Saya mengambil racepack lari setelah menyelesaikan lari ringan sejauh 10 km di KLCC Park. Saat melihat nama saya berada di antara ribuan nama pelari dari seluruh dunia, saya mulai merasa biasa saja. Mungkin beginilah seharusnya. Saya mengikuti race lari internasional tanpa beban apapun. Persis seperti yang saya inginkan sebelumnya.

Saya tidur cukup nyenyak saat malam. Bangun tepat dua jam sebelum start. Saya masih sempat mandi, sholat malam, menenangkan hati dan pikiran, dan melakukan ritual 'nenek-nenek': mengoles pusar dengan minyak kayu putih dan mengoles leher serta punggung dengan minyak angin. Maklum, saya akan mulai lari jam 04.00 pagi waktu Kuala Lumpur saat netizen Jakarta baru pulang dugem. 😋

.: Flag off (Foto by Official SCKLM 2018) :.

Dataran Merdeka yang menjadi arena start sudah dipadati pelari saat saya datang. Saya menuju posisi start sesuai dengan kategori prediksi waktu finish: di bawah 5 jam. Berhubung mengenakan jersey Indorunners Bali, saya kerap disapa oleh para pelari Malaysia. Saat saya bilang, "This is my first time." Mereka refleks menjawab, "Take it easy. Just enjoy the race and have fun." Having fun. Bersenang-senang. Itulah kuncinya. Saya bukan atlet. Saya tidak mengejar podium. Seperti banyak disampaikan oleh para pelari maraton, yang perlu dilakukan oleh para pelari saat lari maraton adalah menguatkan mental, menjaga endurance, terutama saat merasa sangat lelah dan pikiran sudah mendorong untuk berhenti atau memutuskan berjalan saja, tanpa berlari lagi.

Udara mendadak dingin. Keringat saya menetes. Sepuluh menit menuju start. Lagu kebangsaan Malaysia berkumandang. Ini pertama kalinya saya ikut race lari tapi tidak ikut menyanyikan lagu kebangsaan. Lucu juga rasanya. Dan begitu terompet tanda start dibunyikan, jantung saya berdegup kencang. Tenang. Ini race biasa. Anggap saja latihan lari di jalanan BSD seperti biasa. Kata saya dalam hati, menenangkan diri.

Saya mulai berlari tepat pukul 04:02 pagi. Lewat dua menit karena antrian menembus garis start. Saya mencoba berlari seperti biasa. Tidak berusaha memacu diri. Namun demikian, atmosfer lomba lari selalu menyihir para pesertanya untuk tidak mau kalah dengan pelari yang ada di sampingnya. Saya pun sedikit mengencangkan langkah. Sampai dengan KM 10, saya lari tanpa berhenti. Catatan waktu saya 51:10. Masih tataran aman. Tak banyak pemandangan yang bisa dinikmati selain menara kembar ikonis kebanggaan Malaysia: Menara Petronas. Lampu-lampunya berkelap-kelip seperti menyapa para pelari agar menggunakan posisinya sebagai titik pandu mengelilingi jantung ibukota. 

.: Check Point :.

Adzan subuh belum berkumandang. Saya melanjutkan lari. Berlari dini hari seperti ini, saya jadi tahu sebagian kehidupan malam di Kuala Lumpur. Meski mata saya sempat menatap, pandangan segera saya alihkan dan kembali fokus lurus ke dapan. Saya juga sempat memerhatikan seorang polisi memberhentikan (bahkan menggedor) sebuah mobil mewah yang mencoba menerobos jalur pelari meski sudah ada tanda dilarang melintas. Salut sekali. Mungkin yang sering disampaikan oleh kawan-kawan lari ada benarnya. Jalur lari maraton di Kuala Lumpur itu meski tanjakannya 'ngeri' tapi steril. Pelari benar-benar dimanjakan untuk hanya fokus berlari saja. Tanpa ada gangguan yang tidak perlu.

Angin berkesiur pelan. Dinginnya mulai merasuk pori-pori. Saya pikir, saat basah oleh keringat, tubuh yang menghangat akibat oksidasi yang dipacu saat berlari dapat menghalau rasa dingin. Sebagaimana dongeng balapan lari antara siput dengan kancil, saya mendahului dan didahului oleh banyak peserta lain. Silih berganti.

Saya pikir, inilah yang disebut sebagai lonjakan adrenalin. Demi melihat banyak pelari lain begitu bersemangat, ternyata berimbas kepada saya. Beberapa rekor pribadi dapat saya torehkan di kilometer awal ini. Salah satunya adalah waktu tempuh per kilometer saat menginjak KM 11 adalah 3:51. Rasa-rasanya, saya memang memacu kaki melebihi apa yang saya rasakan.

.: Di antara para pelari HM :.

Saya melambatkan langkah saat memasuki KM 19. Adzan subuh sayup-sayup berkumandang. Tepat di KM 20, di belokan Lebuhraya Duke, saya memilih berhenti untuk melaksanakan sholat subuh. Saya pikir, sebegitu semaraknya sebuah perhelatan lari maraton, tetap saja ini perkara duniawi. Saya sengaja tidak menghentikan sementara penanda waktu di aplikasi jam pintar agar dapat memperkirakan waktu finish sesuai dengan jam yang ada di garis finish.

Panitia menyediakan mushola darurat di pinggir jalan. Cukup rapi. Sarung dan mukena disediakan dalam jumlah cukup. Para pelari juga tampak tertib dan khidmat. Sungguh menyenangkan berada di antara kerumunan orang-orang ini. Sejuk sekali rasanya. 

Kilometer selanjutnya saya tempuh dengan pace suka-suka. Tetap berlari, tapi tidak sekencang dan sebertenaga 20 km awal. Inilah yang sering dijelaskan bahwa berlari FM itu tidak sama dengan berlari dua kali kategori HM. Karena di km tertentu, kita akan mengalami apa yang disebut capai, semangat yang menurun, lapar, dan segala sesuatu yang mendorong seorang pelari untuk menurunkan performanya.

.: Semangat menuju garis finish :.

Di sinilah mental kita diuji. Berlari itu merupakan olahraga yang pencapaiannya bersifat individual. Meski kita berlatih dalam kelompok, berlari dalam suatu kerumunan, berdiskusi serta belajar dari banyak orang, dan berlomba gegap gempita bersama banyak sekali peserta, yang diuji tetap saja kemampuan dan target pribadi. Segala daya dan kemampuan dikerahkan untuk menempa semangat sepanjang jalur lari yang ditempuh.

"Ayo mlayu meneh."

Tiba-tiba pundak saya ditepuk dari belakang. Pak Arif, senior saya di DJP Runners tiba-tiba muncul dari belakang. Saya pun segera mengimbangi langkah beliau menyusuri Lebuhraya Duke yang sepertinya tak ada ujung. Beberapa kali saya salip menyalip dengan Pak Arif, sampai kemudian saya memilih menghabiskan tiga buah pisang dan dua gelas air di water station Jalan Kuching. Rasa lapar yang saya rasakan sungguh membuncah. Saya biarkan Pak Arif berlari jauh meninggalkan saya. Toh saya tidak ada target yang muluk untuk maraton pertama ini.    

.: Fokus :.

Saya tetap berlari seperti biasa. Kaki saya usahakan untuk tetap berlari meski tidak terlalu cepat. Cara ini cukup efektif untuk membiasakan kembali otot kaki yang sudah mulai kelelahan berlari. Di setiap water station, saya juga selalu menyempatkan diri mengguyur kepala dengan air dingin. Terus terang, saya parno sekali kalau sampai terkena head stroke. Mimpi buruk bagi pelari manapun di seluruh dunia. Saya bisa merendengi kembali langkah Pak Arif saat melewati belokan menanjak di Jalan Tun Ismail. Saya melanjutkan berlari dan fokus pada waktu yang terus berjalan.

Selanjutnya, saya berlari bagaikan hanya menyeret langkah kaki saja. Rasa-rasanya saya baru menyadari bahwa 42,195 km itu ternyata jauh sekali. Tapi niat sudah diucap. Dan 'misi' ini harus selesai. Pikiran saya kemudian melambung pada capai-capaian kawan pelari yang sanggup mendorong semangat. Saya ingat beberapa kawan pelari yang baru saja menamatkan jalur lari Lintas Sumbawa, jalur lari paling ekstrim di Indonesia, pada pekan sebelumnya. Pelari-pelari inilah yang melintas di pikiran saya. Capaian mereka seolah sanggup menerbitkan inspirasi dan dorongan semangat agar saya dapat menamatkan maraton ini.

.: Detik-detik memasuki garis finish :.

Jam di tangan saya sudah menunjukkan jarak 39 km. Saya cukup lega. Setidaknya, dalam beberapa menit lagi saya akan sampai di garis finish. Jalur lari sudah bercampur dengan pelari dari kategori HM. Saya lihat, beberapa pelari sudah ada yang berjalan pulang setelah menamatkan jarak pada ketegorinya. Padahal, waktu jam 9 pagi belum juga menjelang.

Gedung-gedung tinggi mulai muncul. Bangunan-bangunan tua dan bersejarah mulai terlihat di kanan kiri. Ini pertanda bahwa garis finish sudah semakin dekat. Beberapa tempat, baru saya ketahui keberadaannya saat berlari melintas. Selama ini sepertinya saya luput mengenali keberadaan bangunan-bangunan cagar budaya di Kuala Lumpur ini. Mungkin perhatian saya saat itu hanya fokus ke bangunan kuno Sultan Abdul Samad dan bangunan lain di sekitarnya saja. Namun setidaknya, setelah lari ini, saya jadi punya alasan untuk suatu saat kembali ke kota ini untuk menyambangi tempat-tempat yang luput dari radar turis.  

Menjelang garis finish, jalur lari kembali terasa sesak. Meski idealnya para pelari HM berlari di jalur sebelah kiri, pada kenyataannya, semua pelari seperti berebut ruang agar segera dapat memasuki gapura garis finish. Entah dorongan apa yang membuat saya seperti kesetanan saat berlari. Saya mempercepat langkah kaki di kilometer terakhir. Di kanan kiri jalan, khalayak menyemangati. Teriakan dan tepuk tangan mengiringi. Namun, saya tetap fokus dengan jalur lari lurus ke depan. Bahkan, saat banyak fotografer begitu sibuk mengabadikan momen banyak pelari. Saya tetap fokus lari saja. 😜🙈

.: Not bad for newbe :.

Tak banyak yang tahu, sejak 1.5 km menjelang finish, saya tak kuasa membendung air mata. Drama sekali memang. Tapi itulah yang sebenarnya terjadi. Saya beberapa kali menghapus air mata hanya agar tidak dilihat pelari lain dan tidak tertangkap kamera fotografer. Begitu gapura garis finish sudah terlihat, saya tak kuasa menahan tangis. Mungkin ini yang dinamakan haru. Perasaan yang sama saya rasakan setiap kali mendengar lagu Indonesia berkumandang saat ada atlet Indonesia naik ke podium juara. Mata saya kerap mendadak berkaca-kaca.

Tangis saya justru berhenti saat kaki saya menyentuh garis finish. Mungkin karena sedikit menjaga diri agar tidak terlihat oleh orang lain. Ada perasaan lega di sana. Seperti baru saja menyelesaikan tugas yang selama ini diemban. Kaki saya melangkah ringan. Ternyata begini rasanya menjadi maratoner. Tak perlu ada glorifikasi. Sungguh biasa saja. Seperti yang selama ini saya angan-angankan. Saya ingin ikut lari maraton tanpa ada euforia ini itu dan bisa menyelesaikannya juga tanpa sorak sorai.   

.: Finish tampan :.

Kalau boleh dibilang, lari maraton ini merupakan pencapaian saya yang paling 'egois'. Semacam laku hening yang khidmat. Saya berlatih sendiri, mendaftar sendiri, berangkat ke tempat lari seorang diri, hingga akhirnya dapat menyelesaikannya dengan baik. Dalam prosesnya, ada semacam 'dialog' dengan diri untuk semangat memulai, menjaga hati agar tetap stabil akibat adrenalin yang memuncak, hingga kesabaran untuk bertahan dari rasa lelah dan sakit sampai akhir. Tak banyak yang akan mengerti jika saya menjelaskan kepada orang-orang di luar lingkaran pertemanan yang memang tidak suka berlari. Perasaan seperti ini mungkin hanya akan dirasakan oleh mereka yang memang dari awal punya ketertarikan dan panggilan jiwa yang kuat untuk berlari.

Dan siapa saja yang tergerak untuk meraih capaian tertentu dalam hidupnya, termasuk dalam mengalahkan diri sendiri, menempuh jarak yang hendak dijangkau dengan berlari, yang perlu dilakukan ialah senantiasa menjaga api semangat agar senantiasa menyala. Tak ada reward apapun yang akan didapat dari lari seperti ini selain rasa 'puas' yang hanya akan dirasakan oleh mereka yang punya kedekatan emosi dan kesadaran penuh untuk berlari. Suatu hal yang sangat sulit dijelaskan dengan sederhana karena tak jelas wujud dan rupanya. Satu hal yang saya rasakan kemudian, saat medali FM menggantung manis di leher, rasa-rasanya saya tak sabar untuk memulai latihan lari untuk maraton berikutnya. [] #AyoMlayu       

18 komentar:

  1. Balasan
    1. Hehehe ayo latihan lagi biar bagus catatan waktunya mz ;)

      Hapus
  2. Balasan
    1. Terima kasih mbok. Ayo, semangat latihan juga untuk maraton selanjutnya :)

      Hapus
  3. Keren banget Di, mantap 👍
    Hal yg sama juga ku rasakan di virgin FM ku di JogMar kemarin, haru dan bangga.
    Keep Spirit, next semoga bisa PB di FM berikutnya 😊💪

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap komandan. Ketemu di race selanjutnya kita. Yang penting tetap semangat hehehe :)

      Hapus
  4. Saya pun virgin marathon di scklm tapi yang setahun sebelumnya. Dapet pertanyaan yg sama "kenapa kok di scklm? Kan banyaktanjakan?". Tapi kl udah niat mah lancar2 aja. Dan terharu juga. Selamat yaaaa finish FM nya kemarin!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih mbak. Saya juga terinspirasi dari mbak Fitri kok ini karena lihat fotonya ikut maraton di SCKLM 2017 lalu. Tanjakannya memang menantang hehehe ;)

      Hapus
  5. Balasan
    1. Hahaha alhamdulillah finish tampan bahagia dong yes :)

      Hapus
  6. Oalaahhh itu mksdnya, 42.195 km ya. Gara2 kamu nulisnya pake koma, aku pikir jaraknya 42rb 195 km wkwkwkw. Jd inget pas kuliah di Malaysia, ujian statistikku, salah 1 doang, krn di indonesia terbiasa menulis 'point'dengan 'koma'. Sementara aturan internationalnya hrs pakai "titik" :p

    Btw, aku tuh suka lari sebenernya. Tp penyakitku ga konsisten. :p. Jd sampe skr stamina blm terlatih bagus. Kalo cm sekedar utk jalan jauh 10 km pas traveling, kuat sih. Tp utk lomba2 begini, dijamin aku semaput hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha bisa dilatih kok mbak. Ayo mulai lagi dari awal. Pelan-pelan saja. Semanat :)

      Hapus
  7. selamat, mas adie! Akhirnya marathoner. Next FM di mana nih?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe terima kasih. Insyaa Allah nanti Pocari Bandung :)

      Hapus
  8. Luarbiasa dan keren sekali om, yang paling keren tidak lupa dengan ibadahnya,..

    BalasHapus