Rabu, 23 November 2016

Sambhara Budura: Bank Jateng Borobudur Marathon 2016

.: Candi Borobudur, 'Monumen' Ikonis Warisan Wangsa Syailendra :.

Di antara kungkungan gunung-gunung aktif yang menjadi paku bumi bagian tengah Jawa, Magelang bersemayam layaknya tempat teduh dan asri yang menunggu untuk disambangi. Pamornya kerap tenggelam dalam bayang-bayang keistimewaan Yogyakarta. Aksesnya cukup mudah meski tak ada bandara yang berdiri di atas lahannya. Pengunjung seakan-akan harus 'mengetuk pintu' dulu melalui Jogja untuk dapat menembusnya.

Ada banyak alasan mengapa Magelang sering disebut-sebut sebagai primadona tanah Jawa. Sederet bangunan bersejarah dari masa lampau bercokol di wilayahnya yang dihiasi pahatan sawah menghijau. Saksi bisu perjalanan waktu tlatah Tidar tersebut satu persatu menyublim sebagai objek wisata yang kian bersinar. Satu di antara yang mahsyur di seantero jagat adalah Candi Borobudur.

Warisan luhur wangsa Syailendra ini dibangun sekitar abad 8 Masehi, menjadikannya 'monumen' yang lebih 'senior' daripada Angkor Wat di Kamboja dan deretan katedral anggun di benua biru. Namun, namanya baru bergaung tahun 1814 setelah Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris yang berkuasa atas tanah Jawa waktu itu, membangkitkan kembali keberadaannya setelah tertimbun lama di perut bumi.

Eksistensi candi budha terbesar sejagat ini memang rawan dilanda gangguan alam. Deretan gunung aktif yang mengelilinginya kerap menyemburkan abu vulkanik dan menggoyang lempeng tempat candi bersemayam. Jika dipikir menurut zaman kekinian, apa yang mendasari para leluhur dahulu kala, membangun tempat suci yang diharapkan mampu melawan dan merekam zaman, di tempat yang rawan bencana? 

.: Tangga Menuju Moksa :.

Di periode selanjutnya, candi ini beberapa kali direstorasi atas inisiatif pemerintah dan UNESCO serta dinobatkan menjadi Situs Warisan Dunia sejak 1991. Banyak sekali yang kurang tepat dalam menyampaikan informasi ini. Seberapa menakjubkannya Candi Borobudur yang membuat saya bangga sebagai bangsa Indonesia, situs suci ini ternyata memang tidak pernah diakui atau masuk dalam daftar tujuh keajaiban dunia. Yang benar, Candi Borobudur merupakan salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO yang dikoleksi republik ini.   

Menurut penelitian para arkeologi, candi ini berdiri di atas danau purba. Konon, jika dilihat dari udara, bentuknya menyerupai bunga teratai yang mengapung. Dalam kepercayaan agama budha sendiri, teratai melambangkan ikon suci alas duduk atau singgasana budha atau sebagai lapik stupa. Saya memasuki pelatarannya yang dipagari besi dan dijaga ketat dalam balutan benak yang penuh dengan memori masa silam.

"Hati-hati mas naik ke atasnya." kata seorang petugas jaga sembari menyuguhkan senyuman hangat khas mas-mas Jawa.

.: Berlari Menuju Borobudur :.

Saya datang kembali ke Borobudur, salah satunya untuk mengobati rasa penasaran akan suatu relief yang di pahat di dinding candi. Tahun 2013 silam, saya mengunjungi Museum Bahari yang terletak di kawasan Kota Tua Jakarta. Di museum apik tersebut, saya berjumpa seorang kawan arkeolog yang pernah bergabung dalam ekspedisi perahu Majapahit. Nah, perahu yang digunakan dalam ekspedisi tersebut merupakan representasi dari jenis perahu yang modelnya terpahat di dinding Borobudur. Model perahu tersebut juga kerap saya temukan di beberapa literatur yang membahas tentang dunia maritim nusantara. Untuk itulah, dalam perjalanan kali ini, saya sengaja menerapkan konsep slow travel hanya untuk menikmati detil Candi Borobudur.

.: Stupa Budura :.

Sebagai ikon dengan bentuk bunga teratai, Borobudur disusun dalam tiga tingkat yang melambangkan alam semesta. Ketiga tingkat tersebut adalah kamadhatu (ranah hawa nafsu), rupadhatu (ranah alam berwujud), dan arupadhatu (alam tak berwujud). Tak kurang dari 1.460 panel relief dipahat di dindingnya. Isinya berupa kisah kebijaksanaan budha dan cerita masyarakat sekitar Borobudur abad ke-8.

Saya melangkah ke atas dengan hati-hati. Tak menuruti pakem dalam tatanan ziarah umat budha, saya langsung menuju arupadhatu. Ada tiga lempeng berbentuk lingkaran yang dihuni deretan 72 stupa berlubang. Di dalamnya terdapat patung budha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma). Saya teringat dengan kunjungan pertama kali ke Borobudur berbilang tahun silam.

.: Kenangan Masa Silam :.

Saat itu merupakan pertama kalinya juga saya diajak jalan-jalan ke Yogyakarta dan sekitarnya dengan bekal minimal oleh orang tua. Saat menapaki undakan stupa berlubang ini, entah orang tua atau guide yang memberikan informasi kalau mitosnya, jika tangan kita mampu menyentuh pusar patung budha di dalam stupa, maka cita-cita kita akan terkabul. Namanya juga anak kecil, saat itu untuk lucu-lucuan sih saya ikuti saja. Hal serupa juga masih saya lakukan saat wisata ke Borobudur bersama teman-teman sekolah. Tapi pada momen ini, saya sudah punya konsep pemikiran bahwa kalau tidak belajar dan berdoa, tidak bakalan juga akan lulus UAN, bukan dengan menyentuh pusar budha.

.: Relief di Candi Borobudur yang Menggambarkan Masyarakat Magelang Abad 8 :.

Untungnya, saat ini sudah ada tanda larangan untuk menyentuh patung budha. Hal ini bukan saja untuk 'menghapus' mitos yang tidak benar tentang kiat instan dalam meraih keberhasilan dunia, tetapi juga demi melindungi kelestarian benda cagar budaya. Kalau menurut pemikiran saya sekarang, dikaitkan dengan konsep yang dipercaya oleh umat budha sesuai dengan pembangunan Candi Borobudur, jika masih saja ada orang yang datang di bagian arupadhatu, sementara niatnya adalah ingin menyentuh patung budha di dalam stupa supaya sukses, maka tak ubahnya, manusia tersebut masih diluputi hawa nafsu dan akan melewati putaran kehidupan di tingkat kamadhatu.

Saya kembali menyusuri deretan stupa kecil dan mengambil beberapa gambar. Dari posisi stupa puncak, kita dapat menikmati panorama bahwa betapa Borobudur memang berdiri dalam kepungan gunung-gunung dan bukit yang kokoh. Sebaran pepohonan rimbun dan deratan pohon nyiur menambah keasrian suasana. Sayang sekali saya berada di atas stupa puncak saat matahari sudah menyengat. Saya membayangkan suatu saat dapat menikmati panorama matahari terbit dari stupa puncak. Saya yakin indah sekali dan membawa momen 'magis'.

Setelah sempat berkeliling beberapa kali di bagian arupadhatu, saya bertanya kembali ke petugas jaga di mana letak relief perahu bercadik. Dengan cekatan, si petugas langsung mengantarkan saya ke bagian kamadhatu sebelah utara, yaitu yang mengarah ke posisi Gunung Merapi berada.

.: "Menemukan" Relief Perahu Bercadik :.

"Ini reliefnya mas. Kalau mau cari yang lainnya lagi, cari saja di sepanjang lorong ini. Masih ada lagi beberapa relief perahu. Kalau mau nyari relief orang bajak sawah, nanti ada di sebelah sana." terangnya panjang lebar sembari menunjukkan arah ke mana saya harus mencari.

Melihat antusiasme Pak Petugas, sepertinya memang tak banyak yang menaruh minat tentang relief ini. Saya sendiri dari awal sudah membuat ikrar untuk diri sendiri. Bahwa kalau ada kesempatan untuk mengunjungi Candi Borobudur kembali, saya akan mencari relief ini sampai ketemu. Dan sebagai bonusnya, saya jadi belajar lagi serta mengingat-ingat kembali pelajaran sejarah waktu SMP-SMU dulu yaitu tentang wangsa Syailendra, Raja Samaratungga, Pramodhawardhani, dan Balaputradewa.

Selain itu, ada banyak sekali relief yang menceritakan tentang kehidupan penduduk sekitar Mataram Kuno. Ada perang yang berkecamuk untuk mempertahankan wilayah kerajaan, perbudakan, hewan yang digunakan untuk perang, kehidupan mewah para penghuni kerajaan dengan dayang-dayangnya, serta kegiatan yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat seperti bercocok tanam, membajak, menyusui, dan lain-lain.

Keasyikan menikmati cerita yang dipahat di dinding candi, saya jadi agak lupa bahwa pagi beberapa jam sebelumnya, saat matahari belum benar-benar muncul, saya sudah menamatkan lari sejauh 10 km mengelilingi kawasan Candi Borobudur, masuk ke jalan-jalan kampung dalam rangka mengikuti perhelatan akbar Bank Jateng Borobudur Marathon 2016.

.: Berlari dalam Gelaran Akbar Borobudur Marathon 2016 :.

Acara lari yang sudah cukup 'senior' ini pertama kali dihelat sejak tahun 1990 dengan nama Bob Hasan 10K dan diadakan lagi setiap dua tahun sekali sampai dengan tahun 1995. Tahun 1998 namanya berubah menjadi Borobudur 10K dengan periode kegiatan masih dalam dua tahun sekali hingga 2002. Acara lari yang daya tarik utamanya adalah Candi Borobudur ini diselenggarakan kembali tahun 2013 dan dijadikan acara tahunan.

Mulai tahun 2015, kategori Half Marathon mulai dipertandingkan. Untuk tahun 2016 ini, kategorinya bertambah lagi menjadi lima yang meliputi Borobudur Ambassador Run and Celebrity Run sejauh 3 km, Borobudur 10K sejauh 10 km, Borobudur Half Marathon sejauh 21 km, Borobudur Full Marathon sejauh 42 km, dan Borobudur Ultramarathon sejauh 120 km.

Saya sendiri masih konsisten untuk tahun 2016 ini mengambil kategori 10K. Lelarian mengelilingi kawasan Candi Borobudur ini menyenangkan. Suasananya mengingatkan saya saat ikut kategori yang sama di Maybank Bali Marathon 2016 bulan Agustus lalu. Jalanan desa yang sempit, masyarakatnya yang antusias 'menonton' dan memberi semangat pada pelari, sawah menghijau yang dipagari pohon kelapa, dan panorama gunung-gemunung yang menyejukkan mata. 

.: Finish Tampan di Borobudur Marathon 2016 :.

Secara umum acaranya cukup menyenangkan. Medalinya bagus sekali, meski sebenarnya akan lebih spesial jika terdapat penanda kategori. Bagi pelari 'hore' seperti saya ini, medali itu bukan hanya kenang-kenangan dari race yang sudah ditempuh, tetapi juga representasi dari sekumpulan energi yang sudah dikeluarkan selama latihan dan pemulihan pasca perlombaan. Mungkin kelihatannya sederhana yaitu 'hanya' berupa tulisan angka kategori, tapi bagi pelari, itu berarti banyak sekali.

Yang perlu menjadi catatan penting bagi panitia penyelenggara untuk perbaikan acara serupa di tahun mendatang selain tentang penanda medali adalah waktu memulai perlombaan HARUS tepat untuk masing-masing kategori. Tidak boleh molor hanya gara-gara menunggu pejabat yang datang kesiangan atau alasan lainnya. Siapapun yang menjadi pejabat atau pihak terkait dan diberi amanah untuk membuka race, perlu mempersiapkan diri jauh-jauh hari untuk bangun lebih pagi lagi. Saya pikir, semua pelari tidak memedulikan siapa yang akan membuka acara. Tapi, jika ada pejabat publik yang bersedia membuka, hal itu akan menjadi catatan baik bagi pejabat yang bersangkutan.

Kejelasan jalur lari dan keberadaan marshal dalam jumlah yang memadai mutlak diperlukan. Jalur memutar untuk kategori Full Marathon yang melewati kembali garis start WAJIB dikoreksi pada penyelenggaraan tahun berikutnya. Untuk jalur larinya sendiri sudah lumayan rapi dan clean kecuali di beberapa titik keramaian seperti pasar. Hal ini bisa diantisipasi dengan komunikasi dan koordinasi yang baik dengan masyarakat. Sebagai pendatang, pelari-pelari juga wajib untuk menghargai serta memberi keleluasaan ruang bagi penduduk setempat untuk tetap melaksanakan kesehariannya dengan tenang. 

.: Pelari Kategori Full Marathon Memulai Lari :.

Selanjutnya, meski bagi saya tidak ada masalah, namun untuk water station idealnya ada di setiap jarak 2.5 km, bukan di jarak 5 km. Perlu disadari bagi panitia lari di manapun bahwa animo masyarakat untuk olahraga ini semakin meningkat. Mengundang pelajar untuk mengikuti acara bertaraf internasional seperti ini memang patut diapresiasi. Namun, jika alasannya untuk memenuhi kuota agar terlihat kolosal sungguh tidak bijaksana.

Selain pola latihan yang baik, ada semacam urgensi untuk mengedukasi secara berkelanjutan di tiap sekolah tentang 'tata krama' ikut lomba lari. Misalnya, pelari yang larinya lebih lambat, sebaiknya mengambil posisi start agak di belakang sesuai dengan kemampuan pace pribadi, tidak mendorong-dorong pelari di depannya saat start, tidak berlari berendengan (berjajar) menutup jalur, tidak melakukan swafoto di tengah jalur, tidak berlari kencang sekali dan berhenti mendadak tepat di depan pelari yang baru saja didahului, tidak melakukan foto-foto di area garis finish saat pelari lain sedang menyelesaikan race-nya, dan antri rapi saat pengambilan medali.

Hal-hal kecil semacam ini perlu ditangani serius dan dievaluasi secara berkelanjutan. Tak kalah pentingnya adalah melakukan edukasi dan briefing kepada anggota panitia. Mohon pembaca koreksi jika saya salah, di manapun acara race-nya, BIB itu adalah HAK peserta dan bukan 'media' untuk menukarnya dengan medali finisher. Panitia berhak untuk menandai BIB peserta setelah mengambil paket refreshment dan medali finisher, tetapi tidak berhak untuk mengambil BIB. Ibaratnya, BIB dan medali finisher itu merupakan satu kesatuan dari apresiasi atas setiap peluh yang dikeluarkan oleh pelari dalam menyelesaikan race dan capaian pribadinya.

.: [Reinkarnasi] Dulu dan Kini di Pelataran Candi Borobudur :.

Saya selalu percaya bahwa race yang baik akan bergaung dengan sendirinya dan diikuti oleh banyak pelari tanpa perlu 'dijual' dengan label apapun. Membawa nama besar Borobudur, saya yakin penyelenggaran acara ini akan semakin rapi jika panitia yang didaulat mendengarkan setiap masukan dan koreksi membangun yang disampaikan oleh peserta maupun pihak-pihak yang ikut dalam acara tahun ini untuk diaplikasikan tahun depan. Setidaknya, sama seperti harapan saya saat ikut Maybank Bali Marathon 2016, jika tidak ada halangan, bisa jadi saya akan datang kembali tahun depan untuk mengambil kategori Half Marathon.

Borobudur memang menawan. Acara marathon-nya sungguh menantang. Dua daya tarik utama tlatah Tidar bagi pelari yang dikawinkan dengan harmonis, bukan tidak mungkin akan berpotensi menjadi salah satu ajang lari prestisius di nusantara yang paling diminati. Dan perhelatan Bank Jateng Borobudur Marathon 2016 kali ini, bukan hanya membangkitkan kembali kenangan manis akan beberapa kunjungan saya ke Borobudur saat masih kecil dulu, tetapi juga sekaligus menjadi catatan penting untuk mempertimbangkannya dalam agenda tahunan ajang lari yang pantang untuk dilewatkan. [] #AyoMlayu

10 komentar:

  1. saya malah fokus sama foto kecilnya mas, hihi
    pernah lari dari candi borobudur ke candi mendut gegara cari rental komputer (mana ada coba???)
    btw saya setuju dengan saran-sarannya, semoga makin sukses :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaaah aku belum sempat main ke Candi Mendut kemarin itu. Gak sempet. Waktunya mepet banget. Hiks :'(

      Hapus
  2. waaaaa informatif sekali...ditunggu mas untuk laporan dari runtravel berikutnya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Kuncuuup. Semoga ada race lagi yang gak bikin hidup lo jadi hambar yes hehehe ;)

      Hapus
  3. Aha akhirnya muncul juga cerita pergelaran lari yang heboh ini hwhwhw.

    BalasHapus
  4. Tahun ngarep melu maneh ora ki?

    Nek melu aku yo tak melu pisan nek nu.

    BalasHapus