Jumat, 13 November 2015

Wastra Sukarara

.: Relief Paving Blok di Jalan Desa Sukarara :.

Dinaungi puncak Rinjani yang kerap mengepulkan nafas api dan dikungkung oleh bukit-bukit hijau yang memanjakan mata, desa Sukarara tampak bergeming tepat di jantung Pulau Lombok. Lokasinya tak jauh dari jangkauan bandara baru yang konstruksinya dilesapkan di tanah Praya.

Namun demikian, eksistensinya sering luput dari radar wisatawan. Banyak turis lebih memilih Sade sebagai destinasi penghasil tenun khas negeri mutiara ini. Meski sama-sama merupakan sentra penghasil tenun, keduanya mengimani konsep yang berbeda dalam mahzab pariwisata. Sade merupakan desa adat yang sengaja dibentuk dan dikembangkan untuk tujuan pariwisata. Kosmologi wilayahnya dapat dikatakan sebagai miniatur yang merangkum keragaman masyarakat Lombok dalam satu area yang dibatasi garis demarkasi desa. Sedangkan Sukarara tampil sederhana sebagai galur murni desa penghasil tenun. Ke sanalah sore itu saya bertamu.

.: Kandang Unggas Milik Salah Seorang Warga Desa :.
Tak ada papan nama atau gapura selamat datang. Sebagai penggantinya, sebuah bangunan seukuran aula kantor desa dengan atap khas sasak disulap menjadi galeri yang memajang artefak kriya masyarakatnya.

"Selamat datang di desa Sukarara.", kata Rahman, pemandu kami, sembari mengobral senyum sebagai cenderamata persahabatan.

Di berandanya yang bersahaja, beberapa perempuan tampak asyik melakukan atraksi akrobatik dalam menjalin benang dan mengawinkan warna menggunakan alat tenun tradisional.

Sebelum diperlihatkan pada hasil karya para perajin yang dipajang di galeri, saya digiring ke belakang bangunan. Bagai cadar yang baru saja tersingkap, di balik bangunan megah inilah 'bengkel' orisinal dari desa tenun Sukarara bersemayam. Kondisinya tak ubahnya seperti desa-desa lain di Jawa. Deretan rumah sederhana berdinding kayu dengan atap jerami kering, genteng tanah liat, atau asbes yang dikelilingi oleh tanah tegalan, rumpun bambu, dan kandang unggas.

Anjing-anjing peliharaan tampak santai melintas sambil tak lupa menggoyang-goyangkan ekornya, tanda setuju bahwa tak perlu ada instruksi waspada kepada para pengunjung desa. Sebuah jalan setapak diatur rapi dengan paving blok untuk menguatkan identitas yang menahbiskan Sukarara sebagai salah satu kantung pariwisata Pulau Lombok.

.: Atraksi Menjalin Benang dan Mengawinkan Warna :.

"Halo, selamat sore. Lagi ngapain?", saya menghapiri seorang gadis desa yang sedang tekun menenun.

Namanya Ega. Usianya 13 tahun. Gadis belia ini masih duduk di bangku kelas dua sekolah menengah pertama. Pekerjaan rumah pertama yang wajib dikerjakan sepulang sekolah adalah menenun. Hal ini dapat dikatakan wajar berlaku bagi remaja seusianya mengingat dalam tataran masyarakat Sasak menganut konsep bahwa perempuan seyogyanya berada di rumah, menghabiskan hari-harinya di atas berugaq, dan melatih tangannya untuk terampil mendorong penggon, sejenis bambu berukuran kecil untuk merampungkan selembar kain. 

.: Ibu Solimi sedang menenun di beranda rumahnya :.
Betapa agungnya pengakuan dan keharusan terampil melakukannya, kemampuan menenun dijadikan semacam prasyarat bagi perempuan untuk dapat menikah. Konon, seorang perempuan Sasak harus bisa menenun karena adanya kewajiban untuk memberikan kain tenunannya sebagai seserahan.

Saya tak melihat raut khawatir dari ekspresi Ega. Tangannya begitu terampil memainkan alat tenun yang masih tradisional ini.

Berbeda dengan Ega yang (dianggap) masih belajar, inaq (ibu) Solimi tampak gesit dalam menganyam tenun kreasi buah tangannya. Ditemani sang suami, perempuan kelahiran 42 tahun silam ini seperti tak terganggu dengan kehadiran saya. Sebuah media ternak lebah menggantung di samping rumah tetangga, menciptakan gema tipis yang mengusik perhatian.

Tenun khas Lombok dibuat dari bahan katun. Warna khasnya adalah merah. Benangnya dipintal menggunakan alat tradisional serupa gasing dari kayu yang diputar manual dengan tangan. Benang-benang ini dihasilkan dari kapas, serat nanas, serat pisang, kulit kayu, dan daun palem. Saya baru tahu bahwa selembar tenun ikat yang cantik bisa dihasilkan dari bahan lain selain kapas. 

.: Media Ternak Lebah :.
Teknik pembuatannya sendiri sedikit rumit yaitu dengan teknik menambahkan benang pakan. Untuk membuat sedikit variasi, ditambahkan pula benang perak, benang emas, atau benang warna di atas benang lungsi. Hiasan berupa kerang, uang logam, atau manik-manik disisipkan untuk memberi kesan 'semarak' pada motif yang dihasilkan.

Dalam sehari, perajin yang terampil akan menghasilkan kain tenun sederhana sepanjang tiga meter. Memerhatikan banyak perempuan begitu tekun menghasilkan produk kerajinan berupa kain tenun dengan berbagai motifnya, saya cukup takjub dengan kreativitas masyarakat desa Sukarara yang berfusi dengan segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

"Motif rumah adat dan lumbung merupakan motif yang kerap dibuat karena banyak peminatnya.", kata Rahman saat menjelaskan aneka motif yang dihasilkan dalam tenun ikat khas Lombok.

Selain itu, motif tokek dianggap lazim pula di sini karena hewan melata tersebut melambangkan keberuntungan bagi masyarakat Lombok. Mendapat informasi tersebut, pikiran saya langsung melayang pada relief yang diukir di dinding rumah Bolon yang berderet di tepi Danau Toba. Dalam kultur beberapa suku di Indonesia, tokek memang dipercaya sebagai hewan pembawa keberuntungan meski keberadaannya sering diburu untuk dimangsa oleh manusia.

.: Jalan Desa Sukarara :.

Motif lain yang lebih populer adalah motif subhanale. Bentuk dan pengerjaannya lebih rumit serta memerlukan ketelitian dan ketekunan yang lebih besar. Nama motif ini diadopsi dari kata dalam bahasa Arab, subhanallah yang artinya Maha Suci Allah. Pemaknaannya, motif tersebut diciptakan sebagai representasi dan kekaguman masyarakat Lombok akan kebesaran sang penguasa semesta. Sebuah fakta yang setidaknya sejalan dengan julukan Pulau Seribu Masjid yang melekat pada tanah yang melingkupinya.

Sore menjelang saat saya memutuskan kembali ke ruang galeri. Diliputi rasa penasaran, saya meminta izin kepada salah satu inaq di beranda galeri untuk mencoba membuat kain tenun. Bersama inaq Nining, saya dituntun untuk memulai atraksi akrobatik dengan peralatan klasik. Kaki saya dipasung. Pinggang saya diikat dengan tali.

.: Belajar Menenun dengan Ibu Nining :.
Setelahnya, saya harus belajar terampil mengaitkan dua bilah penggon untuk merapatkan benang yang ditambahkan. Ketelitian dan kesabaran ekstra mutlak dialokasikan untuk mendapatkan tenunan kain yang rapat dan berkelindan erat.

Sungguh bukan gurauan kalau ada yang mengatakan bahwa menenun dapat membentuk karakter seseorang. Sepuluh centimeter kain terjalin dan saya memilih selesai. Tak dapat dipungkiri bahwa tak seperti menjahit atau merajut, pekerjaan menenun merupakan ranah yang sudah semestinya didominasi perempuan. Di akhir sesi, saya ditunjukkan kain-kain bernilai tinggi yang merupakan kreasi tangan-tangan terampil perempuan desa di belakang sana.

Rasanya pantas sekali mendapati bahwa harga yang ditawarkan memang sebanding dengan kualitas yang disajikan. Dari kunjungan ini, saya semakin percaya akan pemahaman yang diam-diam saya imani beberapa tahun silam saat memulai ekspedisi mengumpulkan kain etnik dari seluruh penjuru nusantara. Bahwa dalam selembar kain terangkum doa, pujian, dan kesabaran dari pembuatnya. Kain-kain yang dibuat melalui kombinasi kesabaran dan kreativitas selalu tecermin dari pancaran hasil kriya kultur tersebut saat dipakai. Untuk itulah, saya berjanji untuk mengenakan tenun ikat khas Lombok selama bertamu di tanah yang diampu Dewi Anjani ini. [] 

11 komentar:

  1. Dari dulu aku selalu salut ama para pengrajin tenun. Sabar dan telaten banget ya.. Aku beli kain tenun Lombok pas udah mau pulang. Keren juga tuh ekspedisi mengumpulkan kain etnik dari seluruh nusantara.. (y)

    BalasHapus
  2. Dari dulu aku selalu salut ama para pengrajin tenun. Sabar dan telaten banget ya.. Aku beli kain tenun Lombok pas udah mau pulang. Keren juga tuh ekspedisi mengumpulkan kain etnik dari seluruh nusantara.. (y)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banget. Makanya, kalau harganya wajar, pantang banget untuk menawar karena proses pembuatannya memang rumit.

      Kalau tentang ekspedisi itu, sebenernya terinspirasi dari nenekku yang dulunya konon jadi buruh batik. Koleksi kain batiknya bikin orang ngiri saja. Akhirnya jadi pusaka warisan keluarga hehehe :)

      Hapus
  3. Aku juga suka kain. Sebenarnya pas di Sembalun pengen main ke desa untuk lihat tenun mereka. Apa daya tidur itu lebih seru.

    Mampir ke tulisanku pas di Sukarara dunk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, pas di Sembalun itu molor karena jalur pendakiannya ternyata curam sekali. Demi keselamatan dan keberlangsungan acara, memang diperlukan pengorbanan kesabaran ekstra. Aku juga pengen banget sebenernya main ke desa atau tetangganya Riyal yang lagi menenun gitu. Paling tidak kan, ada narasi tambahan, bahwa menenun bukan dominasi perempuan yang tinggal di Sade atau Sukarara saja. Mungkin tahun depan bisa ke sana lagi saat Rinjani sudah bersahabat untuk didaki. :) #kodebanget

      Hapus
  4. Janji sudah dipegang sang Dewi dan semesta Mas. Ia menunggumu bertamu di kediamannya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga tahun depan bisa menjejak puncaknya. Aamiin.

      Paling tidak, ke mana pun selama ikut TWGathering2015 kemarin, aku selalu pakai tenun ikat khas Lombok. Jadi, kisah-kisah selanjutnya mungkin akan ada satu atau dua fotoku yang memakai tenun itu. Hehehe ;)

      Hapus
  5. indah2 ya kain tenunnya ... harganya berapa ya ??
    btw ...bahan2 benangnya dapatnya darimana ... apa mereka beli dari kota ..atau swasembada sendiri ...#Kepo

    soalnya .. menenun ini sudah turun temurun .. sedangkan bahan2 benang yang ada di industri garment aja .. dari import ... :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, motifnya unik. Harganya bervariasi kok, ada yang murah meriah sekitar 50 ribu s.d 200 ribu. Yang mahal ya sekitar 500 ribu ke atas. Tergantung bahan dan kerumitan pengerjaannya.

      Bahannya benang yang dipintal dari kapas. Ada yang benang pintalan tradisional, ada juga yang benang pabrik. Biasanya kain dari benang pintalan manual harganya lebih mahal daripada benang pabrik. Coba aja nanti kalau ada kesempatan main ke sini :)

      Hapus