Rabu, 25 November 2015

Tana Tangsi

.: Selamat Datang di Pantai Tangsi :.

Tersembunyi di antara kungkungan bukit-bukit gersang yang jauh dari pusat kota Mataram, Pantai Tangsi perlahan-lahan merekah menjadi destinasi impian banyak pejalan. Eksistensinya sering dikaitkan dengan pantai serupa yang teronggok di Pulau Komodo. Reputasinya tersohor berkat kabar yang menyebar dari mulut ke mulut. Meski jalur untuk menjangkaunya terbilang tidak mudah, banyak pejalan mulai yakin dan berdebat hebat soal potensi Tangsi untuk bertengger sebagai destinasi ikonis baru di Pulau Lombok, bersanding dengan Gili Trawangan dan Gunung Rinjani.  

Saya merapat di pantainya yang bersemu merah jambu saat matahari menikamkan sinarnya tepat di atas kepala. Bukan waktu yang tepat untuk menikmati pantai tanpa takut terbakar kulitnya. Beberapa ekor anjing terlihat sedang menghabiskan waktu siangnya bersantai di bawah balai-balai mini dari kayu. Untuk ukuran pantai yang dibilang tersembunyi, saya agak takjub menyadari keberadaan balai-balai tersebut. Setidaknya, meski masih minim fasilitas, pantai ini sudah mulai dilirik oleh pemangku pariwisata untuk dikembangkan di kemudian hari. 

Warung-warung tutup. Pepohonan meranggas. Kontras dengan laut biru tanpa awan dan laut pirus dengan air sebening kaca yang melingkupinya. Rumput dan semak terlihat seperti makhluk yang sudah lama berpuasa. Rasa-rasanya, kemarau terlalu lama bertamu hingga enggan mengundang hujan untuk bertandang. Selain perahu yang saya tumpangi, hanya ada satu perahu lain yang bersandar, mengantarkan sekelompok turis asing yang sepertinya sudah penat dengan ingar bingar pantai di barat pulau.

.: Deretan Warung Makan di Pantai Tangsi :.

Memang, sejak bandara baru ditanam di jantung Pulau Lombok, dengan bertumpu pada informasi seadanya, banyak pejalan berlomba-lomba untuk menginfasi pantai ini. Kebanyakan dari mereka menembus Pantai Tangsi melalui jalan tanah berdebu yang steril dari rambu-rambu.

"Kita lewat jalur laut agar bisa menikmati gili-gili cantik dan pantai-pantai sepi tak berpenghuni." tutur Pak Sahwil Hadi, pemandu saya, berpromosi.

Berangkat dari dermaga Tanjung Luar, sekitar selusin gili dan belasan pantai saya lintasi sebelum mendarat di Tangsi. Posisinya yang terapung di selat sempit dalam pelukan tanjung-tanjung yang melengkung membuat pantainya cukup bersahabat untuk direnangi karena berarus jinak.

Sekawanan anjing tiba-tiba datang dari semak belukar, membuat saya terlonjak kaget. Di kejauhan, beberapa ekor kambing dan ayam tampak mengais-ngais makanan di antara semak yang meranggas. Siang seperti membunyikan lonceng bagi perut-perut yang meronta minta diisi.

.: Aneka Hidangan Hasil Laut untuk Makan Siang (Foto oleh Maisya Farhati) :.

"Kita makan di warung saja biar makanannya tidak tercampur pasir pantai.", kata Pak Sahwil Hadi lagi, merendengi langkah saya menuju satu-satunya warung yang buka.

Angin laut berhembus agak kencang. Gumpalan awan pun mendadak menghiasi angkasa. Saya meminta izin untuk menunaikan sholat dan menyilakan yang lain untuk makan terlebih dahulu. Saya merasa, segala kegiatan akan lebih tenang dilakukan saat semua kewajiban sudah ditunaikan.

Tak perlu waktu lama, saya segera bergabung di meja makan setelah selesai sholat. Ada beragam menu tersaji. Semuanya diambil dari laut. Ikan goreng, sotong bumbu pedas, dan ikan kuah kuning. Sebagai pelengkap, sayuran rebus disandingkan dengan tumpukan tauge renyah. Tak lengkap rasanya ikan goreng tanpa sambal pedas yang mampu menggugah selera.  

.: Kopi Khas Lombok yang Pantang untuk Dilewatkan :.

"Ada yang mau kopi?", Pak Sahwil Hadi melemparkan tawaran.

Saat siang lantang memanggang, siapa yang mampu menolak segelas kopi sehabis makan? Apalagi yang ditawarkan adalah kopi khas Lombok yang diolah dengan cara tradisional. Sebagai pecinta kopi, tak ada hadiah paling menarik selain disuguhi kopi khas daerah yang sedang dikunjungi dan diracik oleh tangan-tangan yang ringan dalam menyajikannya. Saya pun meminta segelas.

"Kopi enak selalu disajikan dengan gelas beling, bukan dengan gelas kertas atau styrofoam." Kata Pak Hadi sembari menyodorkan segelas kopi hitam panas yang menguarkan bau harum. 

Jika tak ingat waktu, saya mungkin akan tenggelam dalam aroma kopi yang menghangatkan badan dan membukakan mata. Setelah menghabiskan salah satu cangkir kopi nikmat yang pernah saya rasakan selama ekspedisi menikmati kopi di seluruh penjuru negeri, saya menyambangi bukit cadas di samping warung-warung ini berdiri.  

.: Bukit-Bukit Cadas yang Memagari Pulau Lombok :.

Sebenarnya, tak ada yang istimewa dari bukit-bukit cadas ini. Vegetasinya sungguh gersang dan berdebu. Seliris angin berhembus, seketika juga pasir-pasir menghambur menciptakan beliung kecil yang mengaburkan pandangan.

Mungkin saya terlalu tergesa mengatakan kalau Pantai Tangsi sudah lama tidak disambangi hujan. Di akhir musim kemarau seperti ini, saat hujan belum sepenuhnya rutin bertandang, matahari memang sungguh laknatnya menyengat. Namun, alam selalu membawa penawarnya sebagai penyeimbang. Di kejauhan, awan hitam mulai berarak menuju daratan. Beberapa ekor elang terbang rendah dan menghilang ditelan gerumbulan pepohonan yang masih menyisakan dedaunan hijau di antara ranting yang meranggas. Camar-camar bercericit menjauh, menghindari rintik air yang sebentar lagi menghujam. Sekawanan monyet berlarian, mencari perlindungan. Induk ayam hiruk pikuk mengatur anak-anaknya kembali ke kandang. Alam selalu memberi pertanda bagi makhlukNya yang membaca.

.: Sekawanan Monyet Bercengkerama di Bibir Jurang :.

Hujan jatuh tak terelakkan. Bau harum tanah basah menguar seketika. Untuk sejenak, pantai berpasir merah jambu tertutup bayangan gelap. Warna pirus lautannya pun seakan tamat sesaat. Saya menunggu dengan tenang di saung milik penduduk setempat yang sedang santap siang. Seorang kakek nelayan dengan istrinya. Pemandangan ini mengingatkan pada sejumput iman yang diam-diam saya yakini sampai sekarang bahwa tak ada surga di Indonesia.  

Saya, layaknya juga banyak pejalan lain yang mungkin bertandang ke tempat-tempat yang jauh dari pusat keramaian seperti ini, akan mudah terpukau dengan keindahan yang tersaji di depan mata. Sementara, para penduduk setempat, karena kesehariannya berada di negeri yang indah, maka impresinya akan nilai sebuah keindahan indrawi hanyalah biasa-biasa saja. Hal ini persis seperti yang terjadi sekarang. Suatu misal, seorang Jakarta yang pergi mengasingkan diri ke Pantai Tangsi dan menganggapnya seperti sedang terasing di 'surga'. Padahal, penduduk Pantai Tangsi sendiri menganggap laut dan pasir merah jambunya biasa saja karena mudah ditemui setiap hari sehingga yang dipikirkan hanyalah apa yang dapat dikerjakan agar mendapat imbalan dari para pengunjung pulau sebagai bekal melanjutkan kehidupan. Penduduk Pantai Tangsi tak merasa sedang hidup di surga karena tetap harus memeras keringat dan membanting tulang untuk bisa terus hidup. Begitu juga dengan orang lain yang mendiami wilayah yang sering diidentikkan sebagai surga di seluruh bentangan bumi nusantara.

Walaupun bangga karena lahir dan tinggal di Indonesia, saya berusaha berhati-hati untuk tidak menyebut tempat-tempat indah di Indonesia yang sering diabadikan dalam banyak frame foto sebagai surga dan semacamnya. Saya pikir, surga bukanlah surga jika ada perbedaan persepsi dan 'kasta' dari orang-orang yang mendiaminya. Berbahagialah orang-orang yang dapat menemukan surga di dalam dirinya sendiri, bukan di pantai atau pemandangan bagus lainnya.

Hujan reda diikuti dengan segenap geliat manusia-manusia untuk mengabadikan momen setelahnya. Pantai Tangsi tampak bersemu merah muda, membentang bagai pipi remaja yang sedang dimabuk asmara. 

.: Sepi dan Selalu Sepi. Pantai Tangsi yang Bikin Happy :.

Sebelum angkat kaki dari pantai ini, saya sempat diajak Pak Sahwil Hadi menyambangi gua kecil yang konon pasir di dalamnya lebih halus daripada pasir pantai. Saya pikir, tempat-tempat yang jauh dan belum banyak disambangi manusia memang selalu menyimpan cerita dengan segenap misterinya. Kita mungkin tak akan mampu menghadang gempuran arus informasi yang mengabarkan keberadaan pantai yang masih sepi ini. Menjaganya tetap suci dari keriuhan manusia-manusia yang kerap secara banal meninggalkan jejak selain jejak kaki adalah salah satu langkah terpuji untuk merawat keberlangsungan takdir baik bagi eksistensi Pantai Tangsi. []

28 komentar:

  1. Wah aku pas ke sana ramai orang SMA pada mau kemah beb!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ooooo itu mungkin fans kamu beb. Kamu kan heits bangets. Aku mah apa atuh, mau ke pantai aja harus disterilkan dulu pantainya dari serbuan cabe-cabean :D

      Hapus
  2. Balasan
    1. Ayo nabung dari sekarang, biar tahun depan kesampaian. Semangat :)

      Hapus
  3. Saya setuju dengan ungkapan klo penduduk lokal menganggap itu biasa saja. karena memang sudah seharian mereka begitu. hal yang saya jumpai kala bermain ke pulau Beras, aceh Besar. pemuda di sana terkesan tak acuh dengan keadaan sekitar. Saya bilang sama mereka, kalau mereka itu bisa jadi guide karena punya laut yang nggak kalah dengan lombok. tapi, himpitan ekonomi akan berbicara lain kan mas? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu dia mas. Kadang juga masih banyak yang belum menyadari jika daerahnya berpotensi menjadi tempat pariwisata. Perlu pembinaan juga sih sebenarnya. :'(

      Hapus
  4. Ternyata kita punya kebiasaan yang sama, pantang melewatkan kesempatan untuk mencicipi kopi khas dari daerah yang dikunjungi :)

    Dan aku, masih menyimpan harap untuk menjejak dan menikmati langsung Pantai Tangsi. Semoga tahun depan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaah, iya. Mbak Dian gak ikutan ke sini ya waktu itu. Tahun depan semoga bisa ke sini mbak. Berdoa saja semoga belum diakuisisi sama resort apa gitu hehehe. Aamiin :)

      Hapus
  5. Wah daerah Nusa Tenggara keren-keren... entah kapan bisa ke sana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keren banget mz. Nabung saja dari sekarang. Siapa tahu tahun depan bisa berkunjung ke Lombok. Semangat! :)

      Hapus
  6. boleh minta kontaknya pah sahwil om :D hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh banget. Via email saja ya ke adieriyanto@yahoo.com

      Salam :)

      Hapus
  7. Kopinya menggoda, kepengen nyoba kopi khas Lombok

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menu wajib itu. Asli kalau racikannya pas, kopi Lombok enaknya bisa bikin orgasme hahaha :D

      Hapus
  8. Wah ternyata aku pernah ke sini duluuuuuu banget, dan via jalan darat dong dari Senggigi haha! Jalanannya wkt itu sih masih aduhai ya pas di daerah sana :D

    Penasaran nih kl ke sana pake kapal gmn ;-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, berarti udah ngehits dari dulu ya Pantai Tangsi ini. Aku traveler pemula sih kak hahaha :)

      Lebih seru naik perahu dari dermaga Tanjung Luar. Bisa mampir-mampir dulu ke banyak gili cantik dengan pantai aduhai. Coba aja kalau ada kesempatan berkunjung kembali ke Lombok :)

      Hapus
  9. kalau pas musim penghujan lebih oke... bukit bukitnya ijooo, heuheuheu

    ini yang temen nya Welly yo?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oooo gitu ya? Semoga tahun depan bisa ke sana lagi mz.

      Lho, kok tau kalau aku temennya Welly? Ini siapa? Hahaha :)

      Hapus
    2. Hahaha nanti kalau aku ke Lombok lagi ketemuan ya mz wkwkwk ;)

      Hapus
  10. Bagaimanapun, yang namanya di pantai kala sepi itu gimana gitu rasanya. Damai...

    Btw, belum pernah ke sini :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tahun depan yak ke sini. Semoga belum diakuisisi dan berubah jadi resort yes :)

      Hapus
  11. pengen banget backpackeran ke lombok, klo dari solo by darat habis berapa yah.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan cuma dipengenin aja mas, tapi diniatkan hehehe. Jangan berhenti diniatkan juga, tapi ada usaha untuk benar-benar bisa ke sana. Menabung adalah langkah nyata pertama yang bisa dilakukan. Semoga tahun depan ketemu dengan momen yang tepat dan dana yang cukup. Saya belum pernah backpackeran dari Solo sampai Lombok, tapi sudah pernah ke tempat-tempat antara Solo sampai dengan Lombok di waktu dan kesempatan yang berbeda. Semoga kesampaian ya jalan-jalannya, berapapun biaya yang akan dikeluarkan. Saya yakin setimpal kok dengan pengalaman yang akan didapat hehehe ;)

      Hapus
  12. Yang bikin males itu tangsi toilet nya ngak ada air tawar jd ribet kalo abis berenang mau bilas. Terpaksa gw mandi pake air aqua

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha horangkayah emang beda ya. Aku dong gak bilasan. Dikeringanginkan aja di perahu sampai kering lagi terus cukup ganti baju aja hehehe :)

      Hapus
  13. salam kenal bang..
    bang mau kontaknya pak sahwil juga dong..
    rencana pertengahan feb mau k lombok.. pengen k tangsi jg..
    baru mau nyusun ittinnya sih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Syuhratul,

      Salam kenal juga. Dikirim ke mana nomornya?

      Hapus