Selasa, 01 Januari 2013

Menjemput Mentari di Pantai Sumur Tiga

sauh terakhir

Banyak orang bilang kalau Pantai Sumur Tiga di Sabang, Pulau Weh merupakan salah satu tempat terbaik di bumi pertiwi yang menawarkan pemandangan matahari terbit. Terbius rumor tersebut, saya memutuskan untuk menginap semalam di Freddie's Santai Sumur Tiga. Tak ingin kehilangan kesempatan menyaksikan momen langka yang tak dapat saya nikmati setiap hari, saya memutuskan untuk langsung menuju pantai setelah sholat subuh usai. Waktu seakan lebih lebih lambat. Saya baru menyadari belakangan karena Pulau Weh yang masuk dalam Provinsi Aceh ini merupakan tempat terakhir di Indonesia yang mengalami pagi sekaligus paling akhir menggapai malam.

Pantai Sumur Tiga dengan ombaknya yang tenang seakan meninabobokan seluruh penghuni penginapan. Terbukti dengan tak ada satupun pengunjung yang beranjak dari kamar masing-masing, selain saya untuk menjemput kelahiran hari. Tidak juga Tuan Freddie yang ramah, si empunya penginapan. Hidup sepertinya terlalu berharga buat mereka sehingga tak perlu terburu-buru menghabisi waktu.

Tapi tidak buat saya yang hanya mampir sebentar di pulau paling barat Nusantara ini. Saya lemparkan pandangan ke batas cakrawala. Tampak dua nelayan masih sibuk menyenandungkan kidung terakhir bait-bait sauh yang sudah mereka lemparkan sejak malam sebelumnya. Siluetnya mengajarkan saya tentang satu hal: bahwa rejeki, sekalipun sudah ditentukan oleh Tuhan, tetap harus kita jemput sepagi mungkin. "Agar tidak dipatok ayam", kata orang-orang tua di Tanah Jawa sana.

Saya bersedia menunggu kelahiran mentari hari itu dengan sabar. Meski angin laut yang bertiup tipis mampu mendatangkan gigil, saya tetap bertahan dengan kaus kutung dan kamera siap siaga mengabadikan momen magis yang paling saya tunggu-tunggu.

Di ufuk timur, semburat langit dengan gradasi jingga dan merah menyala mengingatkan saya pada gerhana di malam buta. Bedanya, karena saya sedang berada di pantai, matahari yang terbit seolah lahir dari dalam perut bumi. Prosesnya tak butuh waktu lama. Hanya butuh beberapa menit, dari sejak kelihatan mengintip hingga keluar bulat secara utuh. Persis penampakan bulan yang baru dimuntahkan Buto Ijo dalam legenda gerhana yang didongengkan masyarakat Jawadwipa.

momen magis: bumi melahirkan matahari

Saya hanya berhasil mendapatkan beberapa frame foto matahari terbit di Pantai Sumur Tiga ini. Hal itu karena beberapa saat, perhatian saya tersedot pada fenomena alam tersebut dan lupa pada kamera. Mungkin saya terlalu kagum dengan apa yang baru saya saksikan dan sadari. Saya pikir, lebih baik diabadikan dalam ingatan panca indera daripada harus terlalu sibuk menjepret dan baru bisa dinikmati dalam bentuk digital. Pemandangan yang tersaji di depan mata saya sungguh nyata tanpa perlu diberikan sentuhan apa-apa. Mulut yang terbiasa mengunyah segala rupa tak kuasa menyebut asma Sang Kuasa. Inilah yang saya sebut momen magis: saat di mana alam secara santun menunjukkan kuasa penuh penciptanya. Saat yang selalu saya rindukan dan salah satu alasan kuat mengapa perjalanan-perjalanan ini selalu menarik untuk tetap dilanjutkan.

Matahari baru saja lahir hari itu. Sebuah bola pijar penuh yang mengangkasa hanya beberapa centi dari garis cakrawala. Pancarannya belum begitu jumawa untuk membuat kulit menjadi gosong tetapi cukup untuk membuat silau. Pantulan keemasan dari air laut sudah mulai merata. Dunia mulai menggeliat. Dan dua nelayan yang tadi selesai mengangkat sauh sudah merapatkan perahunya di pinggir pantai. 

awal kehidupan

Pantai Sumur Tiga pagi itu sudah mulai sedikit terang. Namun demikian, Tuan Freddie yang ramah masih juga belum beranjak dari dipannya yang nyaman. Pun beberapa tamu bulenya. Mungkin mereka masih memulihkan tenaga sisa pesta semalam. Tapi, beberapa turisnya yang enggan begadang, satu-dua mulai membanjiri pantai. Pasir putih lembut yang tadinya sepi mendadak riuh dengan penghuni. Saya pun memutuskan untuk beranjak dari pantainya Tuan Freddie untuk melaksanakan ritual favorit di pagi hari saat di pantai: lari pagi. Mengucapkan selamat memulai hari pada seluruh penghuni semesta fana.

penunggu pagi

3 komentar: