|
Sunrise di Pulau Kalong, Taman Nasional Komodo, NTT |
Banyak orang menganggap bahwa momen matahari terbit adalah saat paling indah dalam suatu hari. Ada semacam daya magis yang mengundang ketenangan dan rasa kagum atas keindahan ciptaan Sang Khalik. Makanya, banyak juga orang yang berbondong-bondong datang ke suatu tempat seperti ke pantai atau gunung hanya untuk melihat atau mengabadikan momen tersebut. Bahkan, sekarang malah ada paket-paket wisata yang ditawarkan untuk menyaksikan matahari terbit seperti di Bukit Penanjakan Gunung Bromo dan Puthuk Setumbu Candi Borobudur. Promonya pun dikemas dengan menarik sedemikian rupa agar kelihatan istimewa: menyaksikan matahari pertama di tahun baru, menjadi saksi pertama terbitnya sang surya di puncak gunung, atau menyambut datangnya fajar baru,
halah, kayak kampanye pemilihan anggota dewan saja.
Sudah lama tak naik gunung, akhirnya saya ikut juga ajakan teman untuk naik Gunung Sikunir di kawasan Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk melihat matahari terbit. Konon, pemandangan matahari terbit di Gunung Sikunir adalah salah satu yang terindah di Indonesia. Gunung Sikunir sendiri sebenarnya adalah salah satu puncak di kawasan Dataran Tinggi Dieng. Tingginya sekitar 2.263 meter. Tidak terlalu tinggi sih untuk disebut gunung, tapi lumayan juga menguras tenaga untuk menggapai puncaknya.
Jam setengah empat pagi, saya sudah dibangunkan untuk bersiap-siap. Tanpa sarapan dan tanpa ada kopi atau teh terhidang di pagi hari bagi saya merupakan cara paling '
manis' untuk memulai hari. Setelah
gubrak-gabruk ritual pagi, saya siap mendaki gunung dengan jaket tebal dan tudung kepala. Gila, Dieng di pagi hari dinginnya menusuk tulang. Mau napas dan ngomong aja ngebulnya kayak orang lagi ngerokok. Kalau hari biasa begini suhunya antara 10 s.d 12 derajat Celcius. Kalau musim kemarau, suhu tersebut bisa drop hingga 0 derajat Celcius. Gak kebayang gimana dinginnya. Mungkin rasanya kayak berada di dalam kulkas.
Yang paling menyebalkan kalau mengejar momen seperti ini adalah menunggu. Mending nunggu mataharinya muncul dari balik gunung. Ini malah nunggu supir jemputan yang bangunnya kesiangan. Duh. Padahal semalam, kita yang di
wanti-wanti agar tidak bangun kesiangan. Pak Sugiyono yang jadi
guide kami selama di Dieng udah tak enak hati karena beberapa kali teman saya batuk-batuk gak jelas tanda
bete menunggu lama.
Jam lima kurang seperempat jemputan datang. Itupun supirnya gak tahu siapa yang menyuruh dia untuk mengantar siapa. Halah, kelamaan. Waktu udah genting juga. Mereka ini gak tahu apa ya, kalau orang-orang seperti kami ini tidak bisa setiap hari ada di sini, dan momen matahari terbit itu hanya berlangsung beberapa menit. Setelah dipertegas oleh beberapa orang yang siap menanggung biaya kalau ternyata salah menjemput rombongan, akhirnya jemputan berangkat juga.
Cap cus.
|
Dieng, lembah yang subur |
Tempat terdekat untuk mendaki Gunung Sikunir terletak di Desa Sembungan, desa tertinggi di Pulau Jawa. Pemandangan indah di sepanjang jalur
tracking seperti terabaikan karena fokus utamanya adalah mengejar matahari terbit. Lagian pagi itu kabutnya tebal banget, seolah menyembunyikan keindahan terasering yang terpahat di dinding bukit. Jalur
tracking di Gunung Sikunir ini sebenarnya tergolong mudah karena sudah diatur rapi. Satu-satunya hal yang harus diwaspadai hanyalah beberapa bagian jalan yang becek sehabis hujan sehingga licin kalau jalannya buru-buru. Beberapa teman saya ada yang jatuh terpeleset karena tak dapat menjaga keseimbangan pada bidang miring yang licin. Untungnya tidak sampai
nyemplung di jurang sebelahnya. Ih, amit-amit.
|
Golden Sunrise di Gunung Sikunir, Dieng, Wonosobo |
Setelah ngos-ngosan mendaki, saya akhirnya sampai di puncak, tepat ketika matahari mulai mengintip di balik cakrawala. Tak banyak omong, semua orang sepertinya sibuk dengan dirinya masing-masing untuk membidikkan kameranya, mengabadikan momen magis matahari terbit yang tak setiap hari dapat dinikmati di Jakarta. Ada dua tipe matahari terbit yang dapat kita saksikan dari Gunung Sikunir, Dieng ini yaitu
golden sunrise dan
silver sunrise. Beruntung pagi itu saya mendapati
golden sunrise di mana mataharinya kelihatan menyala merah dengan semburat kekuningan memancar di sekelilingnya. Kalau
silver sunrise biasanya terjadi saat langit cerah sehingga matahari terlihat lebih 'pucat' dan berwarna kuning keputih-putihan. Bonusnya, saya dapat menyaksikan siluet empat gunung berjejer yaitu Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu di kejauhan.
|
Empat Berderet: (ka-ki) Sumbing, Sindoro, Merbabu, Merapi |
Saat matahari mulai menyengat, itu pertanda bahwa kami harus segera turun gunung. Di perjalanan pulang inilah yang paling menyenangkan. Lembah di sekitar Desa Sembungan seolah mulai melepas cadarnya satu-persatu dari kabut tebal yang menyelimutinya pagi tadi sehingga lereng-lereng terasering yang penuh sayuran mulai menampakkan keindahannya. Kebun kentang yang terhampar di kanan kiri jalur tracking juga tampak menghijau diselimuti embun pagi. Sinar mentari yang bersinar lembut seolah menjadi penanda bahwa kehidupan baru saja dimulai. Penduduk Desa Sembungan sudah ada yang berjualan sagon dan mie instan, menyambut para pendaki yang baru saja turun gunung. Beberapa orang juga mulai pulang ke rumah membawa hasil tangkapan ikan dari Telaga Kecebong yang ada di sebelah permulaan jalur
tracking.
|
Turun Gunung |
Meski bukan kali pertama menyaksikan indahnya matahari terbit dari puncak gunung, perjalanan kali ini mengajarkan kepada saya bahwa bagi sebagian orang, matahari terbit adalah 'komoditas' yang dapat mendatangkan rejeki dan sumber penghidupan. Orang rela membayar mahal dan datang jauh-jauh dari suatu tempat hanya untuk melihatnya muncul dalam sekejab. Mungkin hanya Bandung Bondowoso, Sangkuriang, dan kuntilanak saja di dunia ini yang tidak menyukai momen matahari terbit karena menganggapnya sebagai 'alarm' yang menandakan usahanya sia-sia. Saya jadi berpikir, nasihat orang-orang tua dulu yang menyuruh anaknya bangun sebelum matahari terbit agar rejekinya tidak dipatok ayam, salah satu asal-muasalnya adalah dari orang-orang Dieng seperti Pak Sugiyono yang bekerjanya mengantar orang menyaksikan matahari terbit. Ah, saya jadi pengen tidur lagi.
Sunrise mana lagi Di yang bagus di Indonesia? Aku yg pernah baru Penanjakan, Bromo dan Sikunir, Dieng ini.
BalasHapusEh btw, koreksi dikit ya.. Itu Telaga yg di dekat Sikunir bukan Telaga Merdada. Kalo gak salah namanya Telaga Cebong. Soalnya yang Telaga Merdada yg pernah aku kunjungi itu cukup jauh dari Sikunir.
@ Buzzerbeezz : Sunrise di Indonesia yang menurutku layak diabadikan dan wajib kamu kunjungi selain yang sudah aku sebutkan di atas adalah sunrise di Punthuk Setumbu dan Bukit Menoreh dengan view Candi Borobudur (Magelang), sunrise di Pulau Kelor (Taman Nasional Komodo), sunrise di Gili Trawangan, sunrise di Tuk-Tuk (Samosir), sunrise di Pulau Tidung. Pengennya sih lihat sunrise dari Puncak Jaya, tapi ke sononya nyiksa hehehe. Belum kepikiran aja kalau musti trip ke Papua. 2013 lah mungkin ;-)
BalasHapusPS: Terima kasih koreksinya ;-)
wahhh,,..
BalasHapuskayaknya bakaln seru nih.
Eh iya.. Ternyata aku pernah liat sunrise juga beberapa kali di Pantai Sumur Tiga, Sabang. Saking seringnya ke Sabang jadi lupa kan.. hahaha..
BalasHapus@ Buzzerbeezz : Sumur Tiga daerah mana ya? Belum ke Aceh jadi belum ada gambaran sama sekali. Oiya, satu lagi view sunrise di Indonesia yang bagus banget yaitu di Danau Kelimutu, Flores.
BalasHapuscatatan perjalanan yang sangat menarik mas :)
BalasHapusterima kasih sudah berbagi, jadi pengen ke Komodo dan Dieng. hehe
salam
Sama-sama mas, terima kasih sudah berkunjung :)
Hapuswaw..Pemandangan Alam Indonesia memang luar biasa indah
BalasHapusindeed, makanya ... jalan-jalannya keliling Indonesia saja ya. Terus ikuti blog ini untuk kisah seru selanjutnya ckckck *promosi* ;)
Hapus