Kamis, 22 Juni 2017

5 Opsi Menikmati Jakarta

.: Kota Metropolitan Jakarta :.

Jakarta masih punya banyak cerita. Tahun 2015, saya diminta oleh teman-teman workshop menulis untuk memilihkan destinasi di Jakarta yang masih jarang untuk dikunjungi. Saya pun merekomendasikan beberapa bangunan cagar budaya seperti Gedung Arsip, Gedung Candranaya, dan Toko Merah. Mungkin, orang sudah sering mendengar atau mengetahui ketiga bangunan tersebut. Namun, ternyata masih banyak yang belum punya kesempatan untuk menyambanginya. Tulisan berjudul Astana Mega Jakarta tersebut diganjar sebagai tulisan terbaik dalam lomba blog bertajuk “#TravelNBlog4: Jakarta 24 Jam“ yang diselenggarakan oleh @TravelNBlogID.

Dua tahun berselang, saya kembali tertantang untuk membuat daftar baru dalam memberikan opsi tempat atau aktivitas liburan yang tidak terlalu mainstream di ibukota. Dijejali oleh mal dan dipadati oleh gedung-gedung pencakar langit, Jakarta masih menyisakan ruang untuk disambangi dengan aktivitas seru yang pantang untuk dilewatkan. Menyambut hari jadinya yang ke-490 tahun, berikut ini beberapa opsi tempat yang bisa dikunjungi dan aktivitas yang dapat dilakukan di ibukota.

Menikmati Jakarta dari Ketinggian

Saya selalu berusaha untuk mengawali aktivitas penjelajahan suatu tempat dari titik nolnya. Untuk itu, Tugu Monumen Nasional (Monas) yang menjadi titik nol baru Kota Jakarta menjadi relevan sebagai pilihan pertama. Menara ikonis yang dibangun tahun 1961 oleh arsitek Frederich Silaban ini memiliki ketinggian 132 meter. Meski sering ditertawakan oleh teman-teman saya yang asli orang Jakarta saat memberikan opsi ini, namun kenyataannya, banyak sekali yang belum pernah naik ke puncak Monas.

.: Monumen Nasional, Titik Nol Kota Jakarta :.

Alasannya seringkali klise yaitu malas mengantri. Padahal, Jakarta menawarkan pemandangan yang memesona saat dinikmati dari ketinggian. Waktu terbaik untuk menikmatinya adalah saat pagi. Matahari belum terlalu menyengat dan warga belum banyak yang beraktivitas sehingga langit ibukota masih relatif bersih. Selain naik ke puncaknya, sempatkan untuk menengok patung-patung mungil yang tersebar di seantero taman. Ada banyak informasi sejarah di sana. Jika tak terlalu buru-buru untuk dikejar waktu, beberapa rusa tutul dari Istana Bogor yang 'dikandangkan' di sudut taman layak mendapat sapaan hangat dari Anda.

Keliling Jakarta Tanpa Biaya

Dulu ayah saya pernah cerita bahwa Jakarta pernah punya bus tingkat sebagai sarana transportasi. Namun moda transportasi tersebut dihentikan karena suatu alasan dan diganti dengan bus kota biasa. Untuk menghidupkan kembali kenangan indah masa lampau tersebut, pemerintah provinsi DKI Jakarta melalui PT. Transportasi Jakarta menyediakan 18 unit bus tingkat gratis sebagai sarana transportasi wisata yang disebut dengan Bus Jakarta Explorer

.: Bus Tingkat untuk Wisata Keliling Ibukota :.

Bus ini mempunyai empat rute yang berbeda untuk menyusuri jalanan yang melewati ikon atau landmark kawasan di Jakarta. Untuk pengalaman terbaik, pilihlah posisi di bangku paling depan di lantai atas bus. Saya harus rela antri untuk beberapa saat demi mendapatkan kesempatan tersebut. Berhubung peminat bus ini banyak sekali dan armadanya terbatas, untuk memberikan kesempatan kepada pengunjung lain, cukuplah naik satu putaran saja sesuai dengan rute yang ingin disusuri. 

Bertamu di Balai Kota

Berhubung Jakarta menjadi ibukota negara sekaligus ibukota provinsi, perhatian masyarakat seringkali hanya fokus ke Istana Merdeka yang menjadi kantor presiden. Padahal, masih di lingkaran jalan Medan Merdeka yang mengitari Monas, ada satu kantor pemerintahan yang terbuka untuk umum. Sejak tanggal 11 September 2015, melalui inisiatif gubernur DKI Jakarta saat itu yaitu Bapak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Balai Kota dibuka untuk umum. 

.: Salah satu ruangan di Balai Kota Jakarta :.

Dengan dipandu oleh petugas khusus, pengunjung dapat melihat langsung suasana di dalam gedung Balai Kota berikut sejarahnya, para gubernur terdahulu, dan program Jakarta Smart City. Ruangan-ruangannya ditata sedemikian rupa dan perabotnya tampak mirip dengan perabot yang mengisi Istana Kepresidenan. Namun, khusus ruang kerja gubernur, kantor Blok G, dan Blok H (Gedung DPRD DKI) sengaja tidak dibuka karena banyak dokumen berharga.

Mengunjungi Tempat Ibadah

Saat berada di Puncak Monas, saya baru menyadari bahwa ternyata, selain dirimbuni dengan hutan beton gedung pencakar langit, Jakarta juga mengoleksi tempat-tempat ibadah yang bersejarah. Beberapa dari kita, mungkin sering melihat atau mendengar tentang aktivitas di tempat-tempat ibadah tersebut, tapi belum punya kesempatan yang pas untuk masuk ke dalamnya. Terkadang, saya meniatkan diri untuk berkunjung ke Masjid Istiqlal hanya untuk sholat dhuhur saja, lalu kembali pulang.  

.: Kubah Masjid Istiqlal :.

Masjid Istiqlal juga terbuka untuk pengunjung nonmuslim. Dalam tur singkat dengan pemandu yang diadakan di dalam kompleks masjid terbesar di Asia Tenggara ini, pengunjung yang tidak mengenakan pakaian yang menutup aurat akan diminta untuk mengenakan baju semacam piama dengan motif batik sebelum masuk ke dalam area utama masjid. Selain Masjid Istiqlal, Gereja Katedral Jakarta yang lokasinya di seberang Masjid Istiqlal, di waktu tertentu juga dapat disambangi oleh umum. Namun, di luar itu semua, yang paling ingin saya kunjungi adalah Gereja Immanuel yang terletak di seberang stasiun Gambir.

Meski belum pernah masuk ke dalam, saya tahu isi dalamnya Gereja Immanuel justru karena sering nonton film. Ya, selain sebagai tempat favorit bagi pasangan calon suami istri untuk mengadakan pemberkatan pernikahan, Gereja Immanuel juga merupakan lokasi favorit pembuatan video klip dan film layar lebar. Beberapa film yang sudah saya tonton dengan latar Gereja Immanuel adalah film pendek berjudul Big Day yang dibintangi Tamara Blezinsky dan film layar lebar berjudul Ayat-Ayat Cinta yang diangkat dari novel laris berjudul serupa karya Habiburrahman El-Shirazy. Bingung bagian mana yang mengambil tempat di gereja ini, coba terka sendiri dengan menonton kembali filmnya.

Berlari Menyusuri Jalanan Jakarta

Sebagai seorang pelari, jalanan Jakarta mempunyai tantangan tersendiri untuk disusuri dengan berlari. Hal itu dikatalisasi dengan adanya program hari bebas kendaraan bermotor (car free day) di sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin. Selain itu, hampir setiap minggu ada saja acara lari yang diadakan di ibukota. Saat ini, menurut saya, jalur lari saat car free day sudah tidak layak lagi. Banyaknya aktivitas warga yang memakan badan jalan membuat aktivitas lari tidak lagi leluasa. Banyak pelari harus rela untuk mengulur waktu tempuh dengan berjalan ketika melalui pusat-pusat aktivitas warga saat car free day dihelat.

.: Berlari di Jalanan Jakarta :.

Untuk opsi terbaik, perhelatan Milo Jakarta Internasional 10K dan Mandiri Jakarta Marathon layak untuk diikuti, minimal sekali seumur hidup untuk merasakan sensasi berlari di ibukota. Panas matahari yang menyengat, aspal yang keras, dan (untuk Jakarta Marathon) asap knalpot kendaraan yang melintas menjadi tantangan tersendiri untuk menguji ketahanan tubuh.

Kelima hal di atas setidaknya dapat dijadikan pilihan untuk menikmati Kota Jakarta. Saya yakin  bahwa kota ini akan terus bermetamorfosis dan menyajikan hal-hal baru untuk dicoba dan dinikmati. Sembari menunggu proyek MRT dan LRT selesai, yang dapat dilakukan saat ini adalah turut ambil bagian merawat kelestarian dan keberagaman segala sumber daya yang ada di ibukota, baik dalam pembangunan fisik maupun pembangunan kualitas manusia dengan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga suasana Jakarta sebagai kota yang damai dan nyaman untuk semua warga, bukan hanya untuk penduduk, tetapi juga bagi pendatang. Dirgahayu Kota Jakarta. []

12 komentar:

  1. Apalagi kalau pas lebaran seperti minggu depan mas. Menikmati kelenganan jalanan Jakarta itu seseuatu yang menyenangkan juga :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaaah banget. Tapi aku mudik e. Jadi gak ngerasain lebaran di Jakarta hehehe :)

      Hapus
  2. yang penasaran adalah naik bis tingkat wisata belum pernah kesampaian.
    Tapi saya pernah ngalamin naik bis tingkat biasa .. tahun 2000 awal masih ada tuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduuw. Antrinya emang luar biasa sih mz kalau akhir pekan. Coba pas hari kerja. Sepertinya lebih sepi.

      Tahun 2000 saya belum di Jakarta mz. Dulu sempat lihat juga sih waktu diajak piknik ke Jakarta sama bapak.

      Hapus
  3. aku suka deh sama kubah masjid istiqlah.. pengen ke sana kalo ada yang nemenin hehe... abis itu makan es krim ragusa deh :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh banget kok ditemenin. Ayo kapan hehehe. Pas akhir pekan tentunya hehehe. Kalau Ragusa mah biasanya memang 'jajanan' wajib kalau lagi main ke Istiqlal dan sekitarnya :)

      Hapus
    2. kalau ke balai kota itu ada jadwalnya ga? atau kudu pagi hari aja?

      Hapus
    3. Kayaknya cuma akhir pekan saja ko. Lebih baik ke sananya hari Sabtu saja :)

      Hapus
  4. Kalau saya lebih menikmati Jakarta dengan bersepeda. Berlari juga pernah tapi pas ada event lari aja. Seru pastinya ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, sayangnya saya belum pernah. Seringnya naik busway, taksi, grab, atau gojek. Kalau lari, udah sering banget. CFD, Jakarta Marathon, Milo 10K, dan race-race lain, hajar semua hehehe :)

      Hapus
  5. Ini mah "wisata wajib Jakarta" mas

    Bikin lagi dong, yang kekinian aneh unik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha gitu ya? Mungkin mbak Tanti udah sering main ke sini kali. Yang lain-lain masih jarang lho mbak meski cuma 'main' ke Istiqlal atau bahkan ke Monas. Hiks :'(

      Hapus