Senin, 10 Oktober 2011

Bermain-Main dengan Raja Naga

 


Sang Raja Naga dari Indonesia
Sejak kecil saya suka sekali dengan cerita naga. Mulai dari serial komik Dragon Ball sampai naga-naga dari film Harry Potter dan The Lord of The Ring. Tadinya saya mengira bahwa naga itu benar-benar ada, sampai ayah saya bilang kalau naga itu hanya legenda yang ada dalam dongeng. Suatu ketika, saya membaca koran yang beritanya tentang naga dari Indonesia. Ternyata naga tersebut bukan benar-benar naga seperti yang ada dalam dongeng, tapi julukan untuk komodo, hewan purba yang penampakannya mirip naga. Sejak itulah saya jadi tertarik dan ingin sekali pergi melihat naga di Pulau Komodo.

Saya tidak menyangka kalau akhirnya bisa bertandang dan melihat komodo di habitatnya. Padahal, waktu kecil, kenal komodo cuma dari lagu Kak Seto dan (plesetan) komodo dari pasti gigi anak-anak yang berlogo mirip buaya. Niatan berkunjung ke Pulau Komodo muncul karena ajakan salah dua teman saya yang kebetulan juga pengen banget lihat komodo di 'sarang'nya. Dengan berbekal informasi secukupnya dan 'peralatan' jalan seadanya, kami nekat pergi ke Pulau Komodo bareng-bareng. Mendengar nama pulaunya saja udah komodo, pikiran yang terlintas saat itu adalah pulau tersebut pasti penuh dengan komodo semua. Saya semakin tak sabar untuk melihatnya langsung.

Beberapa saat sebelum mendarat di dermaganya, saya mencoba meneropong pakai kamera DLSR kalau-kalau bisa melihat komodo dari jarak jauh. Teman (ketemu di jalan) saya, Emily Thomas dan Joe Heron yang datang jauh-jauh dari Inggris bolak-balik bertanya, "Can you see the comodos around there?".  Ternyata mereka punya minat yang sama dengan saya, bahwa sejak kecil pengen lihat komodo langsung di alamnya. Berarti ayah saya benar. Naga memang hanya ada dalam dongeng. Buktinya kedua teman saya yang notabene berasal dari negeri yang (katanya) banyak naganya saja sampai datang ke Indonesia karena naga-naga di negaranya memang hanya eksis dalam dunia dongeng saja, tidak di dunia nyata. Mendadak saya jadi bangga telah lahir dan tinggal di Indonesia.

Dermaga Pulau Komodo
Karena laut sedang surut, kapal yang kami tumpangi tidak dapat berlabuh di dermaga Loh Liang, pintu gerbang Pulau Komodo. Sebagai gantinya, kami dijemput dengan perahu motor yang jalannya goyang-goyang. Pengaturan tempat duduk dilakukan agar perahu berjalan seimbang soalnya bule-bule itu badannya gedhe-gedhe banget. Bahkan teman saya yang badannya gendut kayak gajah bengkak saja rasanya kayak jadi kurusan.

Sebelum tracking melihat komodo, kita dikumpulkan di depan pos jagawana (disebutnya ranger komodo) dan diberi penjelasan serta aturan yang berlaku saat mengikuti tracking nanti. Ternyata, pakai baju merah tidak dilarang tuh, buktinya teman saya ada yang pakai baju merah juga tidak ditegur sama rangernya. Tapi, daripada parno waktu tracking, mending dihindari saja. Lalu, saya juga bertanya (saking penasarannya) apakah wanita yang sedang haid itu dilarang dekat-dekat dengan komodo mengingat binatang tersebut sangat peka dengan bau darah. Dan, ternyata eh ternyata, gak masalah juga kalau wanita haid berkunjung ke sini selama dia sudah pakai pembalut dan berdiri tidak jauh-jauh dari ranger.

Pak Usman yang jadi pemandu kami saat itu mengingatkan kalau tidak ada jaminan bisa 'menemukan' komodo dalam trip ini. Walaupun kami mengambil tracking dengan jalur medium track, bisa jadi komodonya sedang berada jauh di dalam hutan. Jam dua belas siang saat matahari sedang riang gembiranya tersenyum, kami digiring ke dalam hutan untuk 'berburu' komodo. Ternyata tak hanya komodo saja yang tinggal di pulau ini. Bolak-balik kami bertemu dengan serombongan kijang, kerbau liar, burung-burung, dan kupu-kupu sebelum bertemu dengan komodo. Namun, setelah berjalan agak masuk ke dalam hutan (dan inilah saat yang ditunggu-tunggu) di hadapan kami terdapat seokor komodo yang lagi berjemur di areal yang agak lapang.

Si Komo lagi bobo' siang ;-)
Tapi komodo yang ini kelihatan sudah tua, makanya malas-malasan. Badannya menggelambir ke kiri kanan dan santai tidur-tiduran meski dikelilingi dengan orang-orang yang penasaran dengannya. Kalau diperhatikan, penampakan komodo itu mirip dengan biawak. Tapi menurut saya, kepala komodo itu lebih tampak sebagai kombinasi antara kepala ular dan ikan lele, persis dengan muka Saphira, naganya Eragon. Cakarnya tajam dan runcing, dengan kulit bersisik tebal dan keras, serta lidah yang bikin ngeri karena menjulur-julur secara periodik. Lidahnya bercabang seperti lidah ular. Idealnya, komodo mempunyai panjang mencapai tiga meter dengan berat badan sembilan puluh kilogram.

Ssstttt .... Dilarang Berisik ;-)
Sebenarnya, sama seperti hewan lain, komodo tidak akan menggigit kalau tidak diganggu. Jadi, kami tidak boleh terlalu berisik saat berada di dekat komodo. Dan (fakta yang saya baru tahu), taring komodo itu tidak beracun. Tapi, karena air liur komodo itu penuh dengan kuman yang beracun, maka digigit komodo bisa menyebabkan kematian. Idih, amit-amit deh. Ngeri banget kalau ingat Steve Irvin, pembawa acaranya Animal Planet yang mati gara-gara digigit buaya. Tapi dasar saya sudah narsis dari sononya, tidak puas kalau sudah datang jauh-jauh mengarungi lautan tapi gak foto bareng komodonya. Alhasil, saya pun pasang gaya untuk dijepret bersama Sang Raja Naga ini. Mulanya difoto agak jauh dari komodo. Kemudian mendekat dan semakin mendekat hingga komodonya mulai bergerak-gerak sampai bule-bule itu panik dan mengingatkan saya untuk segera menjauh. Hehehe. Pis.

Dolanan siang-siang bareng Si Komo ... hiii!!!

Setelah puas berpose dengan komodo (tua dan gendut) ini dengan berbagai macam pose, perjalanan ini dilanjutkan lagi masuk semakin jauh ke dalam hutan. Tapi, sebelum pergi, tiba-tiba Pak Usman bilang, "Permisi Tuan" ke komodonya. Saya kaget sekali sekaligus penasaran. Mengapa Pak Usman seperti 'pamit' kepada komodo ini? Jangan-jangan komodo ini jelmaan ketua adat sini? Jangan-jangan komodo ini 'bangsawan' yang membuatnya menjadi diistimewakan? Saya jadi merasa bersalah telah berpose-pose (gak jelas) di sampingnya tadi. Pak Usman pun menjelaskan kalau penduduk Pulau Komodo itu percaya bahwa komodo itu jelmaan dari Ora, saudara perempuan dari Gerong yang mempunyai wujud manusia. Ora dan Gerong adalah anak dari pasangan Putri Naga Komodo dan Majo. Mendengar penjelasan itu, saya jadi teringat film Ratu Buaya Putih yang dibintangi Alm. Suzanna. Dan karena dianggap leluhur itulah, penduduk Pulau Komodo memperlakukan komodo dan habitatnya dengan baik. Saya pikir, kearifan-kearifan lokal seperti inilah yang harus dipelihara demi kelestarian dan kelangsungan hidup alam semesta.

Tracking di Pulau Komodo
Tracking selanjutnya agak terasa membosankan. Kami berjalan jauh ke dalam hutan, lewat semak-semak, naik ke atas bukit, cuma bertemu dengan satu komodo kecil yang sedang tidur siang. Ternyata jam tidur siang komodo dan manusia itu sama. Hehehe. Tapi, kebosanan itu mendadak sirna begitu perjalanan ini sampai di Puncak Bukit Belerang (Sulphurea Hill Top). Lerengnya memang agak terjal dan ada bekas-bekas seperti belerang berserakan. Berada di sini, mata kami dimanjakan dengan pemandangan yang luar biasa. Sejauh mata memandang, yang ada hanyalah hutan-hutan dengan bukit yang menghijau serta pemandangan Teluk Loh Liang yang terhampar luas. Kami semua beristirahat sejenak di puncak bukit ini untuk melepas lelah. Rasanya damai sekali memandang kombinasi hutan hijau yang lebat dengan teluk indah yang unik.

Selama tracking ini kami hanya bertemu dengan dua ekor komodo saja. Padahal, dari brosur yang dibagikan di awal tracking tadi disebutkan kalau jumlah komodo kurang lebih ada 2.500 ekor. Ternyata, jumlah tersebut merupakan jumlah populasi komodo yang ada di seluruh kawasan Taman Nasional Komodo yang meliputi Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, Gili Motang, dan beberapa pulau-pulau kecil yang ada di Selat Sape ini. Mengingat penjelasan Pak Usman tadi, bisa dibilang kami cukup beruntung bisa bertemu dengan komodo di awal-awal tracking. Soalnya, banyak orang sudah datang jauh-jauh ke Pulau Komodo, ikut tracking (yang long track pula) tapi baru ketemu komodo di akhir tracking. Malah kadang tidak ketemu komodo sama sekali. Walah, kasihan bener. Pak Usman juga bilang kalau ingin melihat komodo lebih banyak, kami disuruh datang ke Pulau Rinca karena di situ populasi komodonya lebih banyak.

Pemandangan Teluk Komodo dari Puncak Sulphurea

Biar tidak tambah bosan karena tidak ketemu komodo lagi, Pak Usman membawa kami pulang ke pos awal lewat jalan memutar dan (sialnya) kami juga tak melihat satupun komodo lagi sampai kami dikejutkan oleh suara turis Jepang yang berteriak melihat seekor komodo lewat. Komodo tersebut besar sekali dan kelihatan berlari ke dalam semak-semak dari halaman rumah jagawana. Mungkin, komodo tersebut lari karena tiba-tiba saja ada banyak orang berdatangan ke pos jagawana sepulang tracking keliling hutan.

Tak disangka tak dinyana, ternyata di bawah kolong toko koperasi Pulau Komodo juga ada seekor komodo lagi yang sedang diam leyeh-leyeh. Tapi, saya agak kasihan dengan komodo yang satu ini. Badannya lecet-lecet dan seperti habis dicakar-cakar oleh sesama komodo lainnya. Keadaan seperti ini terjadi kalau komodo tersebut sedang rebutan makanan, rebutan 'betina', atau kalau komodo jantan 'memaksa' komodo betina untuk diajak kawin. Sepertinya, kekerasan dalam rumah tangga  memang tak hanya terjadi dalam dunia manusia saja. Hehehe.

Prince (Charming) of Komodo ;-P

Begitu sampai di toko koperasi, seperti ada kode khusus, hampir semua orang yang ikut tracking langsung buka baju dan pesan minuman dingin karena kepanasan. Saya yang tak begitu tertarik untuk belanja suvenir di sini (karena harganya mahal-mahal) langsung melipir sendiri ke dapur untuk keluar lewat pintu belakang demi melihat komodo yang teraniaya tadi. Bagaimanapun, komodo selalu menarik bagi saya, mengingatkan saya pada naga-naga dalam dongeng, dan mengajari saya untuk melestarikan kearifan lokal demi terjaganya kelestarian alam. Komodo oh komodo, kalaupun nanti tidak jadi One of New Seven Wonder in The World, bagi saya komodo ini sudah 'wonder' dari sononya tanpa perlu sematan macam-macam yang (menurut saya) tidak penting. Hidup Komodo!!!

6 komentar:

  1. Wah hebat bisa menyaksikan komodo secara langsung.. So far saya baru bisa liat via TV aja. Mudah2an komodo2 ini bisa dipertahankan kelestariannya. Jangan sampai habitatnya rusak oleh tourism (dan politik). :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bener mas, semoga kampanye sebagai salah satu keajaiban dunia yang baru tidak mengganggu ekosistem asli flora dan fauna yang ada di Taman Nasional Komodo ini :)

      Hapus
  2. buseeeeettt ngiri kelas berat,,, salah satu destinasi impian neh,,, masih mahal aja daripada ke asia tenggara T___T

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nabung dari sekarang Alid, semoga bisa berkunjung ke Taman Nasional Komodo ya :)

      Hapus
  3. ngerinya, saya memang tidak suka reptilia~ sisik-sisiknya buat saya meremang~ haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahaha seru lho mas main-main sama komodo ini, coba aja deh hehehe :)

      Hapus