![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9FtGURXaHZd4bJS-1WPPifPAaT8Z20LJ8a5D51IixoM3wlaeUqeJ4ut5wXc1TD-iFmwk9DfaqYzcgOAvnZTgwyiOoVg2tiUosrHipLReCeTt5_izA7mRlm0gSAvZKY8mSPmMzi5C-Y2c/s320/IMG_1703.JPG) |
Museum di Hatiku. Di Hatimu? |
Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, wisata ke museum tampaknya bukan menjadi pilihan utama liburan. Masih banyak yang beranggapan bahwa pergi ke museum tak ubahnya malah menambah penat. Liburan yang semestinya digunakan untuk menyegarkan pikiran dengan menikmati warna-warni alam, akan berubah menjadi tampak membosankan jika yang dikunjungi adalah benda-benda kuno yang justru menuntut pengunjungnya untuk mengingat-ingat dan 'mengenang' masa lalu. Sampai ada sebuah kelakar bahwa orang Indonesia (kota) itu pergi ke museum hanya dua kali. Pertama saat ada tugas sekolah dari guru dan kedua saat mengantar anaknya mengerjakan tugas dari gurunya.
Sangat miris sebenarnya saat mendengar celoteh teman-teman yang bercerita tentang museum-museum 'biasa' saja yang ada di luar negeri dengan biaya sekian euro, sementara mereka nihil informasi tentang museum-museum lokal. Padahal, sepengetahuan saya, hidup di Indonesia harusnya sangat termanjakan dengan tersedianya begitu banyak museum dengan koleksi yang bermacam-macam pula. Pun juga, harga tiketnya kadang kala sangat tidak manusiawi dibandingkan dengan apa yang dapat kita peroleh jika bertandang di dalamnya. Bahkan ada yang tanpa dipungut biaya. Bayangkan, rata-rata tiket masuk museum di Indonesia untuk pengunjung dewasa 'hanya' Rp. 2.000,00 hingga Rp.5.000,00 saja. Masih lebih mahal dibandingkan dengan, katakanlah, tarif jalan tol atau parkir di mal. Tapi, apakah dengan begitu museum-museum di Indonesia serta merta ramai pengunjung?