Sabtu, 25 April 2020

Pengabdi Artemis

.: Kucing Penjaga di Jalan menuju The Great Theater :

Kota tua Efesus yang teronggok di episentrum wilayah Selรงuk merekah menjadi magnet utama destinasi wisata di kawasan barat daya Anatolia. Situs-situs uzur berkoloni membuat liga dan sanggup bertahan hingga saat ini. Saya bertamu di suatu siang yang terik tanpa prasangka apapun. Bahkan, saya tidak begitu memerhatikan adanya kamera CCTV yang terpasang di setiap sudut yang bertujuan untuk mengawasi gerak-gerik pengunjung.

Saya menikmati suasana kota tua ini. Bagai terlempar kembali ke masa kejayaan bangsa Romawi berabad silam, saya menyusuri jalan-jalannya yang dilapisi pualam dengan penuh keceriaan seorang remaja yang akan berjumpa dengan artis idolanya.

Sebagai bangunan paling mencolok di kompleks kota yang mulai dibangun pada era Helenistik ini, The Great Theater seakan membius siapa saja untuk segera menjejaknya sesaat setelah menatapnya dari kejauhan. Ibarat jatuh cinta pada pandangan pertama, saya pun seperti digiring untuk segera menyambangi teater ini meski sedang dijubeli pengunjung.

Baca juga: Menembus Gerbang Efesus

.: Pengintai The Great Theater :.

Namun, ketika akan menyusuri jalan setapak menuju The Great Theater, langkah saya tertahan. Dengan mata sedikit sayu, seekor kucing berwarna krem seperti menyambut kedatangan saya. Dia tidak mengeong atau berlarian merendengi langkah saya. Yang dilakukannya hanya menyipitkan mata saat saya lewat. Seperti seorang ibu kost galak yang memergoki penghuni kostnya pulang larut, pandangan matanya seolah sedang mengguyur sinar X untuk menyelidiki gerak-gerik saya, mencari-cari potensi keonaran yang mungkin bisa saya perbuat.

Saya pun melangkah ringan melewatinya, sembari menyapa riang seperti kebiasaan kalau bertemu satwa jelita begini di jalanan, "Puuuusshh."

Meski cuaca lumayan terik, pengunjung tetap semangat mendaki undakan The Great Theater. Saya pun tak mau ketinggalan. Melangkah ke sana ke mari untuk mencari sudut foto agar tidak banyak kelihatan siluet manusia. Namun lagi-lagi, langkah saya sejenak terhenti. Seekor kucing dengan motif bulu belang telon (tiga warna: hitam, putih, krem), dengan muka malas-malasan menatap saya. Seolah ingin berkata, "Apa sih sebenarnya yang mau kamu cari di tempat seperti ini?"

.: Si Cuek di Depan Perpustakaan Celcus :.

Sampai di sini, saya tidak merasa sedang diawasi atau bagaimana. Saya menyapanya dengan ramah seperti biasa saya lakukan dan melambai pamit saat menuju Jalan Marble untuk melanjutkan perjalanan ke situs berikutnya.

Siang beranjak dan rombongan bus-bus gemuk tak hentinya menumpahkan penumpang di gerbang masuk, membuat jalanan kian sesak dan saya harus mengatur siasat agar mendapatkan foto yang saya inginkan. Perpustakaan Celcus yang monumental dan ikonis tentu saja menjadi sasaran pengunjung untuk mengabadikan fasadnya. Meski bangunan hasil restorasi Austrian Archeological Institute ini baru selesai dilansir tahun 1970 dan hanya memajang replikanya saja, daya tariknya tak kalah dengan The Great Theater. Bahkan, gambar pilar-pilarnya yang jangkung inilah yang kerap menghiasi situs dan brosur pariwisata tentang Efesus.

Beranjak dari Perpustakaan Celcus, kembali saya 'dihadang' oleh malaikat lucu berbulu belang hitam dan krem. Ekspresinya sungguh cuek. Sombong dan sengak sekali seperti Rangga di film Ada Apa dengan Cinta? saat akan diwawancara sebagai pemenang lomba menulis puisi. Saat saya dekati, dia berbaring manja menikmati terik matahari sembari membuang muka. Sungguh ngeselin sekali.

Beralih di Jalan Curetes yang dulu disebut-sebut sebagai jalurnya para pendeta, saya merasa 'diintai' oleh seekor makhluk manis berbulu hitam putih di depan Kuil Hadrian. Empat kali langkah saya seperti dicegat oleh makhluk-makhluk manis nan cuek ini. Saya tidak melihat pengunjung lain menaruh perhatian serupa kepada mereka. Dalam diam, pikiran saya tiba-tiba melayang pada dua dongeng yang kerap diceritakan oleh ayah saya sebagai pengantar tidur waktu kecil dulu.

.: Si Manis di Jalan Curetes :.

Pertama, kisah tentang balapan lari antara kancil dengan siput. Si kancil yang lincah harus menyerah kalah pada siput yang cerdik karena di setiap sudut kancil berlari, selalu sudah ada siput yang merayap di depannya. Saya merasa seperti si kancil. Menganggap diri lincah berpindah tempat ke sana ke mari, namun tetap terintimidasi dengan pengawasan ketat dari malaikat-malaikat mungil nan menggemaskan ini saat melewatinya.

Kedua, saya merasa kucing-kucing ini merupakan kucing jelmaan. Legenda selamanya akan hidup dan terus dihidupi oleh masyarakat di sekitar legenda tersebut dipercaya pernah ada.

Seperti halnya kisah-kisah di tanah Jawa. Banyak situs sejarah bertarikh sepuh menyimpan kisah tentang raja bijaksana di kerajaan yang makmur. Saat raja tersebut mangkat, pengikut setianya akan selalu menjaga petilasan kerajaan tadi agar terawat hingga kini. Namun, wujud dari pengikut setia ini biasanya berubah. Legenda setempat bercerita tentang sosok monyet, ikan, anjing, atau binatang lain yang kerap dipercaya sebagai reinkarnasi dari para pengikut setia Sang Raja.

Di Efesus, kucing-kucing lucu nan misterius seperti yang saya temui di sepanjang jalan ini dipercaya sebagai pengikut setia Dewi Artemis. Namun, pengikut yang tidak diakui. Syahdan, di masa lalu Efesus mempunyai magnet yang membuatnya menjadi kota besar dan tujuan para peziarah. Hal itu berkat keberadaan Kuil Artemis, salah satu dari tujuh keajaiban dunia kuno.

.: 'Satpam' di Pintu Keluar :.

Di dalam kuil tersebut, Dewi Artemis dipuja-puji, diagungkan, dianggap mendatangkan keberkahan, kesuburan, dan kemakmuran. Dewi Yunani ini dikenal juga sebagai Dewi Pemburu. Kerap digambarkan sebagai sosok putri cantik bersenjatakan busur dan anak panah. Hewan liar kerap disandingkan dengannya.

Dari artefak yang tersimpan di Museum EfesusSelรงuk, Dewi Artemis digambarkan sebagai seorang ratu dengan banyak scrota (korban banteng testis). Hewan-hewan yang kerap diidentikkan dengan kegiatan berburu, terukir unik di sekujur perawakannya. Sebut saja singa, macan tutul, kijang, dan anjing.

Yang membuat saya penasaran, mengapa tidak ada kucing? Bukankah kucing sering diidentikkan juga dengan Artemis. Bahkan, cerita rekaan Sailor Moon pun mengadopsi nama Artemis untuk menamai salah satu karakter kucingnya. Jika, hanya singa, macan tutul, kijang, dan anjing yang menjadi relief di arca Artemis, saya tidak melihat keempatnya berkeliaran di antara puing. Paling tidak, yang sangat mungkin, saya hanya bertemu seekor anjing saja di Upper Gate. Hanya satu. Itu pun anjingnya sedang tidur. Tak seperti kucing-kucing ini, yang keberadaannya hampir tersebar di setiap sudut. Sungguh misterius.

Matahari berangsur lingsir ke barat. Saya menyeret langkah menuju pintu keluar. Pengunjung semakin sesak. Titik-titik fotogenik dalam kota tua dijejali dengan turis-turis bersenjatakan tongkat swafoto, berjubel layaknya pasar tumpah. Sesaat sebelum menuju pintu keluar, saya kembali dicegat oleh beberapa ekor kucing berbulu lembut ini. Saya pun tak kuasa untuk tidak berhenti sejenak dan menyapanya.

.: Dua Sejoli: Tetap Sinis kepada Semua Pengunjung :.

Semuanya memasang sikap dan ekspresi yang sama: cuek. Bahkan beberapa menampakkan sorot mata sinis yang menyebalkan. Saya menyempatkan untuk membelai tubuhnya dan mengajak mereka ngobrol. Reaksinya tidak berubah banyak: hanya menggeliat seperlunya, membuang muka, dan memasang sorot mata sinis.

Saya meninggalkan gerbang Efesus dengan sederet pertanyaan menggantung di kepala. Dari manakah kucing-kucing ini berasal? Dilihat dari rasnya, sepertinya bukan khas Turki. Lebih terlihat seperti kucing kampung dari Indonesia. Melihat sorot matanya yang mengantuk di siang hari, apa yang dilakukan oleh kucing-kucing ini saat malam tiba? Sayang sekali tidak ada tur malam di Efesus layaknya uji nyali di Indonesia. Jadi saya tidak punya pengalaman untuk mengetahui penampakan kucing-kucing ini saat malam tiba.

Mendadak saya teringat sesuatu. Langkah saya tiba-tiba tertahan. Saya baru sadar. Motif bulu kucing-kucing tersebut mengingatkan saya pada kucing-kucing peliharaan nenek. Sama persis. Ingatan yang membuat bulu kuduk saya berdiri dan mendorong kaki saya untuk cepat-cepat meninggalkan kota tua Efesus saat itu juga. Alfatihah untuk almarhumah nenek berikut kucing-kucingnya yang setia. [] 

39 komentar:

  1. Ngomongin kucing perpustakaan, saya jadi ingat dewey, cerita kucing yang menjadi magnet di sekitaran Lowa kalau tidak salah. Namanya diambil dari pembuat klasifikasi buku.

    Kucingnya mirip di kosan. Ada banyak pula ahhahahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe Dewey itu kucing di perpustakaan Iowa State University. IOWA, bukan Lowa. Iowa itu negara bagian di Amerika. Berbatasan sama Chicago di bagian timur. Aku tahun lalu dan tahun ini terdaftar sebagai peserta Chicago Marathon.

      Iowa State University sendiri sering dipakai oleh penulis Indonesia terpilih untuk ikut residensi dan short course creative writing. Itu macam kota kecil sejuk kayak Nganjuk gitu lho. Perpusnya memang ada kucing lucu. Namanya Dewey. Kalau gak salah ada bukunya deh. Dah diterjemahin pula kok ke bahasa Indonesia. Cari aja ๐Ÿ˜…๐Ÿ™

      Hapus
  2. Kucingnya lucu-lucu ya mas... Mungkin melihat puing-puing the Great Theater yang ada sekarang, kita bisa menganggapnya sebagai bangunan biasa ya. Akan tetapi, terbayang bahwa itu dibangun berabad-abad yang lalu membuat kita bisa membayangkan betapa megahnya peradaban ini pada jamannya ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Sekarang banyak crane berseliweran buat angkat-angkat bongkahan batu. Dulu kebayang gimana caranya angkut-angkut batu begitu.

      Aku gak begitu takjub sama kemegahannya karena teringat Borobudur, Prambanan, dan candi-candi lain di Indonesia. Orang kita zaman dulu juga udah bisa bikin monumen yang megah-megah ๐Ÿ˜…๐Ÿ™

      Hapus
  3. Iya juga ya .., kenapa relief kucing malah ngga ada di relief Artemis ?.

    Lihat kucing montok-montok begitu pengin kubawa pulang deh .., wwkkk ๐Ÿ˜„.

    Menurut beberapa temanku asli orang Turky yang kukenal lewat ig dan blog, katanya banyak kucing jenis Persia yang berkeliaran di jalan, tapi kucing-kucing yang ketangkep gambar disini kayak kucing peranakan Jawa ya ๐Ÿ˜

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget sih. Kalau di Istanbul sih banyak yang lucu-lucu kucingnya. Cantik malah. Warna kornea matanya ada yang beda kiri sama kanan. Pokoknya auto pengen nyulik deh kalau pas lihat di jalan gitu hehehe ๐Ÿ˜…

      Hapus
    2. Oh, mata beda warna itu disebutnya bicolour.
      Aku pernah punya kucing persia yang matanya kayak gitu, mas.

      Takutnya kalo diculik .., tau-tau dia jelmaan dewa .., hahaha ๐Ÿ˜…

      Hapus
    3. Ooo okay. Baru tahu saya. Bicolour. Cakep banget sih emang. Iya, kalau punya begitu di Indonesia meski dikekepin terus biar gak keluar. Takut dikarungin hehehe ๐Ÿ˜

      Hapus
  4. Setuju sama mas Adie, kucingnya mirip sama kucing kampung di Indonesia. Terus kalau sejarahnya seperti yang mas Adie ceritakan, saya jadi bertanya-tanya itu kucing-kucing di Indonesia jangan-jangan keturunan kucing-kucing jelmaan pengikut Dewi Artemis di sana :D

    Terus saya penasaran, bagaimana caranya mereka bisa sampai ke Indonesia? Hahahaha :)) eniho, seru juga baca ceritanya mas Adie, apalagi kalau yang baca suka sama sejarah, pasti bakal senang bisa baca cerita pengalaman mas Adie mampir ke tempat dengan nilai sejarah yang kental ~ thanks for sharing, mas :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya memang mirip aja. Matanya tetap mata kucing khas Turki. Kadang korneanya berwarna-warni. Mungkin karena terlihat ngantuk mulu ekspresinya, jadi samar-samar tidak terlalu kelihatan ๐Ÿ™ˆ๐Ÿ˜

      Hapus
  5. kucing nya g beda jauh sama yang di indonesia, mirip hehe, mumgkin kucing dari penhikut dewi artsmis bisa sampai di indonesia mungkin krna di bawa sama pedang dari sana hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa jadi. Jalur perdagangan di masa lalu bisa jadi merupakan 'perantara' spisies kucing ini ke wilayah Asia Tenggara. Soalnya mirip banget sih ๐Ÿ™ˆ๐Ÿ˜…

      Hapus
  6. Waah kucing jejadian pengikut Dewi Artemis.๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚


    Ternyata sejarah bangunan The Great Theater unik juga yaa mas terlebih ada beberapa ekor kucing kampung yang boleh dikatakan punya kesan lebih menarik para pengunjung untuk datang dan pergi ketempat tersebut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. The Great Theater emang seperti magnet bagi banyak pengunjung Efesus. Bangunannya paling megah di antara semuanya ๐Ÿ˜๐Ÿ™

      Hapus
  7. Kucing di foto pertama itu mirip banget sama kucingku di kampung, mas. Kata ibu, kucingku itu sekarang jarang pulang. Pulang sehari terus pergi, sebulan kemudian baru balik pulang lagi. Aku jadi curiga. Apa jangan-jangan yang di foto itu kucing kesayanganku yang jarang pulang?๐Ÿ˜‚

    Ngomong-ngomong masalah kucing, ternyata dimana-mana yang namanya kucing itu karakter utamanya sama ya, mas? Songong, tengil, bergaya, tapi ada manja-manjanya. Menyebalkan tapi menggemaskan. Gak heran banyak banget orang yang suka sama kucing. Dan aku yakin, kucing-kucing itu menambah daya tarik dari the great theater.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe iya. Kucingnya memang lucu-lucu sih ini. Ekspresinya emang nyebelin banget, tapi tetep aja aku suka ngelus-ngelusnya ๐Ÿ˜…๐Ÿ™

      Hapus
  8. Pus..... meong....

    Kewan sing paling alus neng sok sok yo ndusel2 ndusel om...

    Jos pokok e ...

    Keliling terus Dewi Artemis selalu ada dimana2 hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Di kompleks perumahanku juga buanyak banget sekarang. Ada yang bagus & cantik, terawat, ada juga yang dekil. Tapi kalau ada makanan diusahakan kebagian semuanya tiap pagi sore ๐Ÿ˜๐Ÿ™

      Hapus
  9. Wadaw keren sekali.. semoga tetap terpelihara situs-situs ini selamanya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Tiket masuknya lumayan sih. Semoga bermanfaat untuk upaya konservasi bangunan cagar budaya begini ๐Ÿ˜๐Ÿ‘

      Hapus
  10. Saya yakin mas ini senang dengan hewan kucing ya. Saya juga di rumah memelihara bebarapa kucing yang dilepas begitu saja, tidak dikandangin. Kucing di sana sorot matanya tajam dan pastinya kuat cuaca panas terik, beda dengan kucing di sini kuat berantemnya hehe... Luar biasa situs tersebut tetap terjaga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe suka bangets. Iya, sebaiknya tidak dikandangin, tapi dibiarkan bebas aja. Dilatih untuk hidup bersih dan tahu diri saat akan buang air dan makan. Kucing dari dulu merupakan sahabat manusia kok ๐Ÿ˜…๐Ÿ‘๐Ÿˆ

      Hapus
  11. Wahhh kucing2nya bener2 persis kucing kturunan jawa ya, atau bener km mas. Jangan2 kucing jawa ini asalnya dr Artemis๐Ÿ˜‚

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya yang kedua. Kucing-kucing endemik Persia ini terbawa oleh rombongan pedagang yang dulu pernah singgah di Efesus dan melintas ke wilayah Nusantara. Bisa jadi lho ya ๐Ÿ˜…๐Ÿˆ๐Ÿ‘

      Hapus
  12. jadi dari manakah kucing2 "penjaga" itu berasal? kalau dilihat memang kaya kucing kampung di Indonesia, tapi kalau diperhatikan lebih detil, keknya bulu sedikit lebih tebal, jadi seperti perpaduan kucing persia dan kucing kampung..

    -traveler paruh waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe jeli ya dirimu ternyata. Emang tidak persis sama sih. Kornea matanya beda kok. Di Efesus, kornea matanya ada warna-warni. Mungkin itu yang sering bikin orang jadi takjub dengan ras ini. ๐Ÿˆ๐Ÿˆ๐Ÿˆ

      Hapus
    2. kalau kucing2 ras persia atau angoranya, di sana ada gak yg jadi stray cat gitu??

      Hapus
    3. Selama ini aku cuma ketemu pas di Istanbul aja. Kalau di kota lain belum ketemu sih. Mungkin pas belum 'berjodoh' aja ketemu sama kucing-kucing ras itu ;)

      Hapus
  13. Wgwgwg takjub samaaaa foto-foto di tiap tempat yang ada kucingnya ampon :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku pun begitu. Dulu. Tapi sekarang ya B aja. Senang sih datang ke tempat-tempat asing nan jauh. Tapi lebih ke pengen nyari pengalaman dan nambah ilmu aja. Semoga selalu dibukakan dan dilancarkan jalannya untuk bisa terus traveling ke seluruh penjuru dunia. Aamiin. ๐Ÿ˜…๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™

      Hapus
  14. Maaf lahir batin ya. Selamat lebaran. Thanks for coming to my blog ๐Ÿ™๐Ÿ˜

    BalasHapus
  15. ya allah kucing-kucingnya lucu banget. jadi pengen bawa pulang haha.

    ada informasi yang suka ngasih makan kucingnya siapa nggak, mas?

    soal pendamping yang berubah wujud, mirip dengan kisah di gunung lawu, salah satu pengikut raja brawijaya, ki jalak saat ini diyakini berbentuk burung jalak yg suka nemenin pendaki.

    btw, mas adi kok masih inget aja nama kucing di sailormoon. aku aja nggak kepikiran sama sekali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak ada sama sekali. Tapi konon pemerintah Turki menanggung kelangsungan hidup binatang liar semacam kucing dan anjing. Di beberapa kota yang kulawat sih orang-orangnya pada aware ngasih makan. Kalau yang di sini aku belum lihat langsung sih.

      Eh aku pernah denger tentang jalak pemandu di Lawu ini. Serem ih bacanya ๐Ÿ™ˆ๐Ÿ˜

      Hahaha itu tontonan waktu kecil dulu. Cuma dua sailor itu yang punya kucing kan. Cmiiw ๐Ÿ˜‹๐Ÿ˜ท

      Hapus
  16. Baru inget Mas Adie waktu itu cerita mau nulis kucing-kucing di Turki, ini yaaa yampun gemes gemes banget! Kucing kalau wajahnya nyebelin cuek kayak gini malah pingin saya peluk terus gigit pipinya wkwkwk. Apalagi mereka ada kawasan 'tugasnya' yah :)

    BalasHapus
  17. Banyak banget ya kucingnya, mungkin itu semacam keunikan di tempat tersebut. Bagi para pecinta kucing, pasti seneng banget kalau liburan ke sana.
    Ngomongin artemis, saya jadi inget novel percy jackson. Dimana dalam buku itu dibahas banyak kisah-kisah para dewa, ada artemis juga.

    BalasHapus
  18. eeeee geramnya dengan kucing-kucing di sana. kalau saya datang ke sana, saya pasti akan culik seekor dan bawa masuk dalam luggage hahahaha

    BalasHapus
  19. Itu kucing liar tapi keliatan gemuk-gemuk yah? Siapa yang kasih makan yah?

    BalasHapus
  20. We are financial builders and we give out loans to both individuals and corporate entities. Apply Now! Quick and Hassle-Free Process, Safe and Secure Transaction. Flexible Repayment. Quick Approval. Contact us today via Email (triumphantfinanceltd@gmail.com) to discuss your scenario and to learn more details about our transaction procedure, terms and conditions.

    BalasHapus
  21. Menggemaskan sekali kucingnya, jadi pengen bawa pulang, hehehe

    BalasHapus