Selasa, 27 Mei 2014

Enchanting England

.: Kaos Inggris selalu eksis di mana-mana :.
Pernahkah Anda menginginkan sesuatu hingga terbawa dalam mimpi? Pernahkah Anda terobsesi dengan sesuatu yang sulit direngkuh hingga secara tak sadar, berusaha mengidentikkan hal yang Anda obsesikan tersebut dengan sesuatu hal lain yang ada di sekitar?

Inggris. Saya menganggapnya sebagai negara adidaya kedua setelah Amerika, negara kepulauan layaknya Indonesia, dan penganut monarki serupa Yogyakarta. Meski secara fisik jauh, tapi jejak peradaban bangsanya terserak begitu dekat di penjuru nusantara.

Saya tidak sedang menikmati amortentia dalam dosis kolosal. Tapi, jika mendapat tawaran untuk mengunjungi Inggris, setidaknya saya punya jawaban paten mengapa harus bertandang ke sana.

Senin, 19 Mei 2014

Triwindu

.: Pasar Triwindu, Surakarta :.

Antik. Kuno. Tua. Bekas. Deskripsinya seolah tak menarik. Tapi begitu melongok ke dalamnya, para penyuka barang antik dijamin langsung tenggelam dalam sebuah saujana yang menyejukkan mata. Pasar Triwindu merupakan salah satu pasar 'tua' di kota Surakarta. Nama Triwindu disematkan karena dulunya, pasar ini hanya diselenggarakan setiap tiga windu atau 24 tahun sekali sejak tahun 1939.  Saat ini, Pasar Triwindu buka setiap hari dari pukul 9 sampai dengan pukul 4 sore.

Pasar ini dikenal sebagai tempat jual beli barang bekas, barang antik dan kuno, maupun barang-barang unik yang sudah dimakan usia. Saya sengaja mampir ke Pasar Triwindu sebelum mengunjungi Pura Mangkunegaran yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari pasar ini.

Sabtu, 17 Mei 2014

Wisata Museum: Menembus Masa, Mengawetkan Waktu

.: Museum Nasional, Jakarta :.
Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, wisata ke museum tampaknya bukan menjadi pilihan utama liburan. Masih banyak yang beranggapan bahwa pergi ke museum tak ubahnya malah menambah penat. Orang lebih suka pergi ke kebun binatang atau ke pantai daripada melihat benda-benda kuno yang justru menuntut pengunjungnya untuk mengingat-ingat dan 'mengenang' masa lalu. Sampai ada sebuah kelakar yang mengatakan bahwa orang Indonesia itu seumur hidup pergi ke museum hanya dua kali. Yang pertama adalah saat ada tugas sekolah dari guru dan yang kedua yaitu saat mengantar anaknya mengerjakan tugas dari gurunya.

Sangat miris sebenarnya saat mendengar informasi tentang museum yang ada di luar negeri dengan tiket masuk seharga sekian euro dari para turis dalam negeri, sementara mereka nihil informasi tentang museum-museum lokal yang bisa jadi jauh lebih lengkap dan beragam koleksinya. Padahal, hidup di Indonesia seharusnya sangat termanjakan dengan tersedianya begitu banyak museum dengan koleksi yang bermacam-macam pula. Pun juga, harga tiketnya kadang kala sangat tidak manusiawi dibandingkan dengan apa yang dapat diperoleh jika kita bertandang di dalamnya. Bahkan ada yang tanpa dipungut biaya. Bayangkan, rata-rata tiket masuk museum di Indonesia untuk pengunjung dewasa 'hanya' Rp. 2.000,00 hingga Rp.5.000,00 saja. Masih lebih mahal dibandingkan dengan, katakanlah, tarif jalan tol atau parkir di mal. Tapi, apakah dengan begitu museum-museum di Indonesia serta merta ramai pengunjung?

Kamis, 01 Mei 2014

Pusaran Mangkunegaran

.: Sugeng Rawuh wonten Pura Mangkunegeran, Surakarta :.

Kota Surakarta yang kalem mengoleksi dua keraton megah yang mampu mengawetkan sejarah. Keduanya dibelenggu dengan kaku oleh dinding-dinding tinggi baluwarti sebagai pertahanan terhadap musuh. Keraton Kasunanan Surakarta sebagai keraton yang lebih sepuh hampir selalu menjadi rujukan banyak pejalan saat bertandang ke kota ini. Orang sering menyebutnya dengan keraton Solo.

Sedangkan Pura Mangkunegaran sebagai keraton yang berusia lebih muda sekaligus 'rival' yang berdiri sendiri, seringkali dilewatkan begitu saja. Jika diperhatikan, fasad bangunannya memang terbilang sangat sederhana untuk ukuran sebuah istana kerajaan. Tak ada alun-alun dan beringin kembar layaknya pakem sebuah keraton di tlatah Mataraman.

Berbekal sekelumit memori pelajaran sejarah yang didongengkan di sekolah, dengan ditemani seorang abdi dalem sebagai pemandu, saya bertamu di keraton ini saat hari sudah tidak terlalu terik. Jika boleh disebut beruntung, untuk kesekian kalinya saya mendapatkan ekslusivitas sebuah kunjungan di kediaman seorang petinggi negara atau kerajaan.