Minggu, 21 April 2013

'Jaga' Malam di Istana Bogor

.: Istana Bogor menjelang malam :.
Bukan untuk pertama kalinya saya bertandang ke Istana Bogor. Tapi, dalam setiap kesempatan saya berada di istana ini, selalu saat pagi hari atau siang hari. Belum pernah saat malam. Saya biasa berceloteh di twitter tentang apa rasanya berada di istana kepresidenan saat malam. Tapi belum pernah benar-benar merasakannya. Jadi, begitu ada ajakan untuk 'main' ke Istana Bogor saat malam hari, langsung saja saya setuju untuk bergabung.

Saya sampai di kantor Sekretariat Istana Bogor saat matahari sudah bersiap istirahat. Gerimis ringan turut mengiringi kedatangan saya saat berlari-lari kecil menuju Gedung Induk. Lampu-lampu istana sudah menyala terang sejak tadi. Siluet patung-patung mengundang untuk dilirik sekaligus membuat bulu kuduk sedikit berdiri. Pasti hawa dingin yang menyelusup akibat baju basah yang menjadi katalisnya. Rusa-rusa tutul yang dari dulu sudah menarik hati saya sejak pertama kali menginjak Bogor seperti mengundang untuk digoda. Mereka sedang santai menikmati menu makan malamnya sebelum waktu tidur benar-benar tiba. 

Sebenarnya tak ada agenda khusus malam itu. Tapi, mendapat kesempatan berada di Istana Bogor saat sepi begini artinya saya dapat menikmati suasana istana secara lebih intens. Saya berjalan perlahan-lahan melalui beranda belakang. Tampak Kebun Raya Bogor sudah sepi dari pengunjung yang sedang berlibur hari itu. Saya menuju Ruang Panca Negara terlebih dahulu. Ruang bersejarah yang sudah mahfum saya hafal kisahnya dari buku diktat Sejarah Nasional ini merupakan tempat berlangsungnya pertemuan lima perdana menteri dari negara penggagas berlangsungnya Konferensi Asia Afrika di Bandung yaitu Ali Sastroamidjojo (Indonesia), Pandit Jawaharlal Nehru (India), Muhammad Ali (Pakistan), Sir John Kotelawala (Sri Lanka), dan U Nu (Burma).

.: Spot Favorit: Menjejak Titik Nol Km Kota Bogor :.
Dengan penerangan yang minim (karena tidak semua lampu dinyalakan), saya masuk ke ruangan  ini. Ada perasaan takjub setiap kali saya menapaki suatu tempat yang menjadi saksi bisu kisah yang menyejarah. Tempat-tempat seperti ini seakan mampu merekam jejak puluhan tahun lalu. Saya kerap membayangkan tentang suasana di suatu tempat saat masih digunakan dulu sebagaimana awal sebuah bangunan didirikan. Sebagaimana saya rasakan saat ini, saya yakin jika semua kandelar dinyalakan dan ruangan penuh sesak dengan orang-orang yang lalu-lalang, Ruang Panca Negara akan tampak lebih hidup serta tidak kelihatan layu dan membuatnya terasa senyap seperti malam ini. Yang membuat saya sedikit bergidik justru penglihatan gadis-gadis yang terabadikan dalam goresan kuas para maestro kenamaan yang dipercaya Presiden Soekarno untuk menghadirkan buah karyanya sebagai penghias dinding istana. Saya segera meninggalkan Ruang Panca Negara dengan agak sedikit terburu-buru.

Kesadaran saya kembali setelah berpapasan dengan sesosok patung 'berjudul' Tarian Hujan yang sekarang sudah telanjang lagi. Terakhir kali ke sini, patung-patung telanjang di dalam istana sempat diberi baju untuk menutup auratnya. 

Langkah saya bergeser menuju ruang kerja presiden. Tujuan saya berada di ruangan ini sebenarnya lebih kepada mengobati rasa penasaran saya untuk mengagumi lukisan dengan ukuran jumbo berjudul Perkawinan Adat Rusia karya Konstantin Egrovick Makowsky. Lukisan ini seakan 'hidup' dan menyala-nyala memantulkan cahaya keemasan dari kandelar yang menggantung cantik di seberangnya. Kalau tak ingat hari sudah semakin gelap, saya akan betah bersantai di ruangan ini karena tersedia bertumpuk-tumpuk sebagian buku koleksi istana.

Selain karya Makowsky yang dramatis, saya semakin dibuat ternganga saat melihat lukisan Jaka Tarub dan Tujuh Bidadarinya Basoeki Abdoellah yang dominan dengan warna hijau. Entah mengapa, setiap melihat lukisan ini ingatan saya melayang pada sosok Nyi Roro Kidul dari Laut Selatan. Mungkin efek dramatis dari warna hijau dan pendar sinar yang mulai memecah karena sudah agak jauh dari sorotan lampu di kandelar. 

Pandangan Lurus Berhadapan dengan Istana Merdeka

Menggelengkan kepala ke kanan sedikit, saya sudah sampai di Ruang Tamu Gedung Induk pada Ruang Teratai. Tak ada yang spesial dari ruangan ini selain separangkat meja kursi kayu dan lukisan-lukisan presiden yang pernah dan sedang memerintah negeri tercinta ini. Saya selalu menyempatkan diri untuk berada di Ruang Garuda setiap kali ke Istana Bogor karena ruangan ini sangat megah yang sanggup mengantarkan imajinasi saya ke ruang-ruang pesta dansa. Ruangan ini pula yang paling sering digunakan jika ada tamu kenegaraan.

Salah satu alasan lain saya selalu ke Ruang Garuda adalah karena untuk menuju ruangan ini dari Ruang Teratai selalu melewati Ruang Penghubung yang di dindingnya menggantung Kaca Seribu. Kaca kembar yang saling berhadapan ini selalu menciptakan pendar dramatis jika ada yang menyalakan korek api di antaranya. Setelah 'mengaca' sebentar, tak lupa saya mengabadikan pijakan kaki saya yang menjejak titik 0 km Kota Bogor. Pijakan yang membuat saya selalu berharap untuk mampir ke istana ini lagi suatu saat.

Cahaya cantik yang dihasilkan oleh kandelar berbentuk melati di beranda depan seolah menyeret saya untuk segera menengok halaman depan. Ingatan saya selalu mengarah ke Pintu Utama Ruang Kredensial di Istana Merdeka setiap kali melihat tiang bendera secara simetris dari beranda depan Istana Bogor. Dari sinilah saya akhirnya sadar mengapa istana ini sunyi senyap meski berada di tengah kota. Jarak antara bangunan istana menuju pintu masuk utama saja bisa membuat orang yang tidak biasa jalan kaki jadi gempor. Tapi saya belum pernah juga sih masuk Istana Bogor dari pintu gerbang utama karena memang dikhususkan untuk Presiden dan Wakilnya serta Tamu Negara Asing.

.: Rusa-rusa yang kaget saat saya kejar :P :.

Gerimis masih belum capai membasahi rerumputan hijau dan mengusik ketenangan kurang lebih 600-an rusa tutul yang didatangkan langsung dari perbatasan India-Nepal oleh Thomas Stanford Raffles ini, saat saya menuruni undak-undakan tangga menuju pilar-pilar tinggi penyangga beranda. Saya pikir, mungkin beginilah yang dirasakan seorang pangeran yang tinggal di dalam istana: menikmati segala kemegahan dan kemewahan, sekaligus asing dengan segala bentuk hubungan sosial.

Sungguh saya merasa bersyukur dilahirkan dari keluarga biasa-biasa saja sehingga tidak perlu repot mengawatirkan sebuah istana yang penuh benda berharga maupun merasa terasing dari hingar-bingar dunia sosial. Yang lebih menyenangkan lagi adalah saat bisa berada di istana ini tanpa harus dipusingkan dengan memakai seragam ketat dan sepatu lars tiga kilogram itu yang menggandul berat di kaki. Tapi sepertinya semakin malam pikiran saya jadi semakin gila. Saat mendadak hujan gerimis mulai berhenti, muncul pikiran keisengan saya untuk mengejar rusa-rusa yang lucu itu. Senang rasanya membuat mereka lari menggelinjang laksana anak panah yang dilecutkan secara serempak ke medan peperangan. Menurut saya, malam-malam berada di Istana Bogor merupakan salah satu malam terindah yang pernah saya lewati selama hayat. Ingin rasanya suatu saat bisa mengalami hal yang lebih memorable di istana-istana lain yang dimiliki Indonesia. Sepertinya tinggal menunggu waktu saja sih. :P []

.: Serasa di 'rumah' sendiri :P :.

14 komentar:

  1. Ih pingin banget dech masuk ke istana bogor, kata nya minggu ini ada open house yaaa ????

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, sila datang saja jika ingin melihat bagian dalam Istana Bogor. Tanggal 17-22 Juni ya :)

      Hapus
    2. Ini langsung datang atau mesti daftar dulu ????

      Hapus
    3. Daftar dulu mas, tempat pendaftarannya ada di halaman DPRD Kota Bogor. Syaratnya sudah tahu kan? Syaratnya yaitu memiliki tanda masuk (meski gratis ya), tidak membawa barang apapun (tidak disediakan penitipan barang), berpakaian rapi & sopan (tidak diperkenankan memakai kaos oblong, celana jeans, sandal jepit), dan tidak membawa kamera (tidak boleh ambil gambar di Istana Bogor. Untuk info lebih lanjut boleh dimention ke @adieriyanto atau boleh langsung tanya ke @IstanaRakyat lho :)

      *promo tetep ya* :P

      Hapus
    4. Saya sih bisa sendiri, kalau ada acara-acara semacam open house, bisa daftar langsung kok, biasanya ada pengumumannya, di balai kota atau di halaman DPRD Kota Bogor :)

      Hapus
  2. Sak jane kok dolan-dolan wae,, mbok yo aku di ajak,,, :D hehe..

    BalasHapus
  3. Nice article mas. asik banget dapat pengalaman berkali-kali di istana ini. kapan2 boleh ikutaan dong :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, monggo sila datang saja kalau pas Kota Bogor ulang tahun :)

      Hapus
    2. Kalo aku datengnya pas kamu ulang tahun boleh ngga?

      Hapus
    3. Hahaha kalau saya ulang tahun, biasanya pas gak jaga di Istana Bogor, tapi mungkin di Istana Merdeka. Gimana dong? :)

      Hapus
  4. Mo istana merdeka kek, istana bogor kek, istana pasir kek, bebas we lah! Sing penting istana mas. Ahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha bisa aja. Aturan protokolernya banyak mbak di istana itu. Jadi memang gak sembarang orang bisa masuk. Tapi masyarakat umum bisa datang ke istana misal dalam rangka ikut tur Istura (Istana untuk Rakyat). :)

      Hapus