Minggu, 22 Desember 2019

Demam Harry Potter

.: Let The Magic Begins :.

Setelah bagian kedua film Harry Potter dan Relikui Kematian dirilis bulan Juli 2011 silam, penantian saya selama bertahun-tahun akhirnya selesai juga. Bagi seorang Potterhead (sebutan untuk para fandom Harry Potter), masa penantian sebelum buku atau film terbaru rilis ini sungguh membuat deg-degan. Mereka akan sibuk meributkan segala kemungkinan akhir dari kisah penyihir yatim piatu melawan musuh bebuyutannya, Lord Voldemord.

Saya sendiri, selain suka membaca ulang kisah sebelumnya, membahas kisah-kisahnya dengan sesama Potterhead layaknya 'orang gila', juga suka mengumpulkan hal-hal yang berkaitan dengan Harry Potter seperti buku serinya dalam bahasa Inggris, koran serta majalah yang mengulas tentang Harry Potter, dan pernak-pernik semacam stiker, tongkat sihir, syal, dan lain-lain. Rasanya seperti menemukan 'teman main' yang mengasyikkan. Maklum, saya tumbuh dan berkembang bersama kisah ini. Jadi, begitu film terakhirnya rilis, rasa-rasanya ada sesuatu yang 'hilang' setelah masa-masa kebersamaan dari zaman SMP hingga sudah bekerja yang penuh kenangan.

Memang sih, setelah itu ada film-film yang merujuk pada dunia sihir Harry Potter seperti Fantastic Beasts and Where to Find Them. Tapi menurut saya, tetap saja nuansanya berbeda. Film-film lanjutan ini kok rasanya lebih 'dewasa', lebih asing, dan lebih gelap. Mungkin karena kisahnya tidak ditulis dalam bentuk buku cerita, jadi kesannya agak asing dan terasa baru kenal.   

.: Sebagian Koleksi Buku Harry Potter :.

Sebenarnya, untuk mengobati rasa kangen ini, Universal Studio sudah membangun Dunia Sihir Harry Potter sebagai salah satu wahana yang wajib dikunjungi. Tapi apa daya, selain jauh dan perlu visa, pergi ke negara-negara yang punya wahana Harry Potter ini sungguh memakan waktu dan jatah cuti. Apalagi tiket masuknya tidak murah lagi.

Sampai saat ini, saya masih bermimpi suatu saat akan berkunjung ke tempat syuting film Harry Potter di Britania Raya sana. Sembari menunggu mimpi tersebut jadi kenyataan, saya pun menabung dan jalan-jalan ke sana ke mari untuk menghias paspor hijau saya agar lebih mudah nantinya untuk pengajuan visa ke Inggris.   

Nah, dari selentingan kabar burung, saya mendengar informasi kalau di Singapura ada atraksi Harry Potter. Lokasinya bukan di Universal Studio melainkan di Changi International Airport. Udah gitu, gratis pula. Dasar Singapura ini memang juaranya mengemas hal remeh temeh jadi atraksi penarik turis, saya pun tergiur dan memutuskan untuk terbang ke Negeri Singa ... demi mengobati rasa kangen dengan kisah Harry Potter.

.: Belanja Jubah di Toko Madam Malkin :.

Benar saja, begitu mendarat di terminal dua bandara Changi, bulu kuduk saya pun berdesir. Saya segera menuju loket pendaftaran atraksi untuk bisa ikut dengan keriaan tantangannya. Latar yang diadaptasi dalam atraksi ini diambil dari buku Harry Potter satu sampai dengan tiga yaitu saat kisah-kisah awal Harry Potter berkenalan dengan dunia sihir.

Saya pun merasa diseret ke dalam ruang belakang Leaky Cauldron untuk menuju Diagon Alley. Desa kecil dengan jalan sempit yang dijejali oleh toko-toko perlengkapan sihir ini memang dibangun menyerupai aslinya. Namun bedanya, begitu melihat ke atas, pemandangannya bukan langit gelap bertabur bintang, melainkan langit-langit bangunan bandara. Ya sudah lah ya, namanya juga replika, mari dinikmati saja.    

Berhubung hafal dengan kisah di buku pertama, saya pun mulai sibuk sana-sini mengunjungi toko layaknya akan benar-benar berangkat ke Hogwarts. Pertama, tentu saja saya ke Toko Madam Malkin untuk membeli memakai jubah. Sudah ada jubah jadi dan perlengkapan lainnya seperti kaca mata, syal, topi, dan tongkat sihir. Saya pun memilih satu yang sesuai ukuran tubuh dan matching dengan baju yang saya pakai. Setelah itu, pengunjung diberi kesempatan untuk mengabadikan penampilan pakai jubah sihir ini dalam studio. Duh, saya jadi merasa kembali menjadi anak umur sebelas tahun.

.: Nimbus Dua Ribu :.

Setelah puas bermain di dalam Toko Madam Malkin dan mencoba me-mix-match-kan kostum, saya pun keluar untuk bermain tongkat sihir. Di dalam cerita disebutkan pemilik toko tongkat sihir ini adalah Mr. Olivander. Tokonya tua seperti pemiliknya, terkesan kaku dan hening, serta penuh debu dan dijejali dengan kotak-kotak kecil penuh tongkat sihir buatannya. Tapi di Changi, Toko Tongkat Sihir Mr. Olivander disulap menjadi atraksi ayun-sentak tongkat sihir menghadap kaca. Jika gerakannya benar, maka kacanya akan bersinar kelap-kelip sesuai dengan hasil dari mantra yang dirapalkan. Jika kacanya bergeming, berarti yang mengayunkan tongkat bisa jadi seorang muggle (bukan penyihir). Aih, seru amat.

Saya pun berhasil merapal mantra pertama untuk tingkat pemula yaitu menerbangkan (atau lebih tepatnya mengangkat) sebuah bulu angsa.

"Wingardium leviosa. Gar-nya yang jelas dan leviosa-nya diucapkan dalam satu tarikan, bukan le-viosa." Begitulah cerocos Hermione Granger di buku Harry Potter dan Batu Bertuah.

Selain mantra tersebut, saya juga berhasil merapal mantra Patronus. Dan sesuai dengan zodiak, patronus saya berbentuk kijang macam patronus Harry. Halah. 😋 

.: Toko Permainan Weasley :.

Setelah berkutat dengan jubah dan tongkat sihir, saya melipir lagi ke toko-toko yang letaknya tersebar di beberapa tempat. Berhubung Changi ini luas, saya pun rela bergempor ria hanya untuk mencari spot-spot yang digunakan untuk meletakkan wahana Harry Potter ini. Ada Dedalu Perkasa yang menghancurkan mobil Ronald Weasley, replika sapu terbang Nimbus Dua Ribu dengan lapangan (mini) Quidditch, tumpukan koper-koper serta kurungan burung hantu, lengkap dengan kandang burung hantu tempat para siswa Hogwarts mengirim surat atau paket.  

Sebagai penyihir kelahiran muggle seperti Hermione, saya pun tak mau melewatkan toko mainan dunia sihir milik Si Kembar Weasley. Toko ini memang isinya paling konyol dan fasadnya paling mencolok karena berwarna merah dan berornamen pesulap dengan topi koboinya. Magical sekali.

Kalau ada satu toko yang seharusnya bukan di Diagon Alley tapi dibangun berdekatan di sini yaitu Honeydukes. Dalam cerita, 'kedai' ini dikelola oleh Ambrosius Flume dan istrinya. Kerap dikunjungi oleh siswa Hogwarts saat libur Natal, kedai ini menyediakan aneka permen yang memikat selera dan minuman butterbeer yang menghangatkan suasana. Untuk itu, bangunannya selalu dihiasi dengan nuansa salju dan ornamen Natal. Sungguh membangkitkan suasana liburan banget.

.: Honey Dukes :.

Setahun berselang, saya kira atraksi begini hanya ada di Singapura saja. Secara mereka serius banget gitu bikinnya. Nah, beberapa hari lalu saya dikasih info kalau atraksi Harry Potter yang macam di Changi, lagi ada di Mal Taman Anggrek, Jakarta. Waaah, saya pun belingsatan pengen segera ke sana.

Sebenarnya saya tidak banyak berekspektasi tinggi kalau lokasinya di mal yang pasti padat pengunjungnya. Apalagi saya bisa ke sananya cuma saat akhir pekan saja. Ternyata dugaan saya tidak sepenuhnya benar. Meski wahananya secara umum hampir sama, yang di Jakarta ini titik-titik lokasinya lebih dekat. Mungkin karena di dalam mal, jadinya biar tidak terlalu makan tempat. Yang ajaib, justru wahana yang di Jakarta ini sungguh di luar dugaan menariknya.

.: Menembus Peron 9 3/4 Stasiun King's Cross :.

Bagai cerita bersambung, setelah puas 'belanja' ini-itu perlengkapan sekolah sihir Hogwarts di Diagon Alley yang ada di Changi, saya akhirnya punya kesempatan untuk berpose di Peron 9 3/4 Statiun King's Cross. Ah senangnya. Bagian ini selalu menjadi bagian paling menarik. Terutama di buku pertama dan kedua. Karena dari gerbang inilah Harry Potter memasuki dunianya, yaitu dunia penyihir, yang berbeda dengan dunia yang dihuni komunitas muggle. Let the magic begins.

Setelah menembus gerbang Peron 9 3/4, kereta Hogwarts Express dengan lokomotif warna merah menyala sudah menunggu di peron dan siap mengantarkan para siswa Hogwarts untuk menuntut ilmu. Saya sendiri, setiap kali naik kereta ke Jogja atau ke kota lain arah bagian timur Pulau Jawa selalu mengidentikkan diri sedang naik Hogwarts Express. Dengan rel tua yang sudah diperbarui dan stasiun-stasiun berarsitektur sepuh peninggalan Belanda, rasa-rasanya perjalanan tersebut tak ubahnya perjalanan Harry Potter dari London menuju Hogwarts. Tuh kan, saya mulai berhalusinasi. 😂  

.: Hogwarts Express :.

Setelah turun dari kereta di Stasiun Hogsmeade, para siswa baru Hogwarts akan digiring oleh Rubeus Hagrid untuk diserahkan kepada Wakil Kepala Sekolah Minerva McGonagall menuju aula utama untuk diseleksi masuk asrama mana. Berimajinasi memasuki Aula Utama Hogwarts, saya pun menuju atrium utama Mal Taman Anggrek tempat replika Topi Seleksi berada. Di situ juga ada Pohon Natal raksasa. Jadi suasananya memang sungguh mendukung. 

Tak mau rugi, saya pun mencoba memakai topi usang yang bertugas meneriakkan nama-nama asrama tempat para siswa Hogwarts akan tinggal. Awalnya sih tidak ada larangan untuk memakai topi ini. Saya pun meminjam topi tersebut untuk foto-foto. Eh, ternyata di belakang saya banyak juga pengunjung yang ingin berfoto dengan memakai topi seleksi. Begitu saya kembalikan ke tempat semula, di manekin tempat topi sudah ditempeli tulisan "Don't touch!". Lah, gitu amat. Saya pun segera melipir pergi ke tempat lainnya. 😱🙈🙌

.: Topi Seleksi :.

Untuk melengkapi kunjungan ke Hogwarts, saya tak sengaja 'menemukan' sudut yang menggambarkan tangga menuju lantai tujuh sayap timur kastil tempat ruang rekreasi Asrama Gryffindor berada. Lokasi tersebut dijaga oleh lukisan Nyonya Gemuk yang memakai gaun merah muda. Sebagai 'satpam' asrama, Nyonya Gemuk selalu meminta kata kunci setiap kali ada pengunjung yang ingin masuk. Kata kunci ini selalu diubah-ubah demi keamanan siswa. Pernah suatu ketika, lukisan tersebut rusak karena dicakar-cakar oleh Sirius Black yang menyaru menjadi animagus dan memaksa masuk asrama Gryffindor namun dihalangi oleh Nyonya Gemuk

Selain lukisan Nyonya Gemuk, ada juga lukisan tokoh-tokoh dalam dunia sihir yang dipajang di dinding Hogwarts. Sayang sekali, lukisannya tidak bergerak-gerak dan 'penghuni' lukisannya tidak bisa berpindah tempat.

.: Lukisan Nyonya Gemuk Menuju Menara Gryffindor :.

Saya kemudian terdiam. Kalau diingat-ingat lagi, lucu juga sebenarnya kalau mengingat zaman tumbuh kembang bersama Harry Potter ini. Kalau ada seri terbaru terbit, saya bisa tahan tidak keluar rumah saat akhir pekan karena penasaran dengan kelanjutan cerita dan ingin segera tahu akhir kisahnya. Gawai untuk sementara waktu bisa terabaikan. Bahkan kawan saya ada yang lebih parah, dicari orang serumah ke mana-mana, tak tahunya mendekam di dalam kamar menamatkan buku ke lima Harry Potter yang tebalnya 1.200 halaman itu. Duh, kalau ingat masa-masa itu, saya jadi terkenang dengan masa lalu yang rasanya begitu sederhana. Permasalahan hidup paling pelik hanyalah mengerjakan PR dan sekolah saja. Hehehe. 😜

Tapi paling tidak, setelah bekerja begini, saya jadi punya kesempatan untuk jalan-jalan beneran dan mengunjungi apa yang dulu hanya bisa saya nikmati dengan membaca. Saya tak tahu sampai kapan demam Harry Potter begini akan berakhir. Mungkin, bagi sebagian besar Potterhead yang tumbuh bersama Harry Potter seperti saya, demam tersebut akan selalu ada. Hanya reda dalam masa dorman, lalu diam-diam akan bangkit lagi saat berjumpa dengan Potterhead lain atau bertemu dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia sihir Harry Potter, entah alat, entah tempat. Itulah mengapa slogan Hogwarts begitu mirip dengan suasana hati para Potterhead, memberikan pesan kepada para muggle untuk tidak mengusiknya jika tidak ingin terganggu dengan hal-hal konyol yang diobrolkan oleh fandom Harry Potter: Draco dormiens nunquam titilandus. Jangan membangunkan naga yang sedang tidur. Nox! []

23 komentar:

  1. Wuuih fans film Harry Potter.😄😄

    Memang seru sih tetapi lebih asik baca bukunya ketimbang filmnya kalau menuruti.😄

    BalasHapus
  2. Ini bikin ngegelinjang para potterhead. Ya ampun mauuuu!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berangkaaat. Aku kalau ketemu para Potterhead suka lupa diri. Nyerocos aja maunya. Hehehe :)

      Hapus
  3. keren juga ya changi e.., jk rowling emang luar biasa, feel baca bukunya lbh dapat, nonton filmnya itu ibarat buat ngebayangin tokoh2 dlm buku..kalau saya.tertuma bayangin voldemort ga punya idung itu gmn hahaha untung liat filmnya jd bs bayanngin seremnya:D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe Changi emang niat banget bikinnya. Di Indonesia pun gak kalah bagusnya kok.

      Iya, di film kadang orang jadi terbantu untuk memvisualisasikan karakter dan suasana cerita. Tapi ada yang bilang malah merusak imajinasi orang-orang yang sudah baca bukunya. Kalau saya sih, ya suka aja dua-duanya hehehe :)

      Hapus
  4. Wah, fans berat Harry Potter nih. Kalo saya cuma lihat filmnya aja, ga pernah baca bukunya.😁😃

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe banget. Coba aja kalau ada kesempatan baca juga bukunya. Ada hal-hal tertentu yang tidak digambarkan di film tapi penting untuk mendukung keseluruhan cerita :)

      Hapus
  5. wuiih, fans berat nih.. sampai beli pernak-perniknya segala :D ..

    Saya suka sih film harry potter tapi bukan penggemar ahaha.. Malah istilah-istilahnya aja nggak hafal ..

    -Traveler Paruh Waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe namanya juga mengikuti dari kecil. Tumbuh dan berkembang bersama Harry Potter :)

      Hapus
  6. wahh luar biasa, ini mah niat banget ya, merelakan diri ke changi sebagai fans garis keras nampaknya. tapi saya senang, akhinya kesampaian buat explore

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe terima kasih mas. Kalau sudah hobi, biasanya akan dilakukan untuk memuaskan hati :)

      Hapus
  7. Caranya berceritanya mantap betul.
    Benar-benar ahli menulis nih.
    Begitu detail cara menjabarkannya
    Saya juga senang dengan haryporter, tapi tak begitu maniak. Kalau saya sebenarnya lebih suka ke bukunya, tapi ya itu terlalu tebal banget. Melihat tebal bukunya saja, saya sudah kenyang duluan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih mas. Mungkin karena sudah baca dan nonton beberapa kali, jadi lumayan hafal setiap detilnya.

      Laaah, terus, bukunya sudah dibaca atau belum tuh jadinya? :P

      Hapus
  8. Balasan
    1. Waaah, senangnya :). Let the magic begins :P

      Hapus
    2. Hahahaha, maaf, gak ngeh soalnya :). Salam kenal bro. Di asrama mana tinggalnya, Gryffindor, Slytherin, atau Planet Bekasi? Wkwkwk :P

      Hapus
    3. iya gapapa, kan grup kita membernya banyak...

      aku dari hufflepuff dong..
      #bangga

      Hapus
    4. Wow, Cedric Diggory, Helga Hufflepuff hahaha :)

      Hapus
  9. Jadi ingat Ignotus, nickname pertama kali kenal dirimu di dunia maya, mas :) Ngiri bgt bisa ke changi sm ke MTA liat harry potter kw huhuhu...

    Mas, dirimu pas diklat bela negara di bogor sekompie sama mas Yosep ya?

    djangki.wordpress.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha masih inget aja zaman MIRC.

      Iya sekompie. Aku peleton 3, dia peleton 4. Eh, jadi kasie-mu ya sekarang?

      Salam ya :)

      Hapus
  10. Iya mas, jadi atasan langsung aku. Siap, nanti aku sampein ya :)

    BalasHapus