.: Start Line Milo Jakarta International 10K 2017. Foto oleh Pic2Go :. |
Kalau diminta untuk menyebutkan, race lari apa yang paling ditunggu-tunggu pelaksanaannya di Jakarta, banyak pelari akan menyebut Milo Jakarta International 10K (Milo Jitenk) sebagai salah satu di antaranya. Acara yang mulai dihelat sejak 2004 silam ini menjadi semacam 'oase' bagi banyak orang yang suka lari untuk turut serta merasakan atmosfer pertandingan. Acaranya meriah, jalur larinya rapi, refreshmentnya mencukupi, foto-fotonya kualitas wahid, dan tidak dipungut biaya.
Bagi banyak pelari, ajang ini juga menjadi semacam prestige. Panitia hanya memberikan medali kepada 2.000 penamat pertama saja. Dengan jumlah peserta yang terbilang superlatif untuk acara lari jarak 10 km yaitu 15.000 peserta, saya berasumsi bahwa inilah race lari yang sering membuat banyak pelari melakukan persiapan serius. Mereka berlatih dan berlari rutin untuk melemaskan kaki dan membiasakan diri untuk ketahanan tubuh agar pelaksanaan lari saat acara dapat berjalan lancar.
Namun, tahun ini ada banyak perubahan, baik terkait penyelenggaraan maupun persiapan yang saya lakukan. Setahun berselang, saya perhatikan pihak panitia tampak serius membuat persiapan dan perhitungan, termasuk mendengarkan masukan yang disampaikan oleh peserta agar perhelatan tahunan yang digagas oleh Pemda DKI dan Milo sebagai sponsor dapat dinikmati dan memberikan 'kepuasan' untuk lebih banyak pelari.
.: Masih Semangat-Semangatnya ;). Foto oleh Pic2Go :. |
Yang paling mencolok dan menjadi isu serius tentu saja tentang medali. Meski idealnya, sebagaimana pelaksanaan di tahun-tahun sebelumnya, medali hanya diberikan kepada 2.000 penamat pertama saja, ternyata ada beberapa peserta yang melaporkan bahwa ada pelari yang sebenarnya termasuk dalam jumlah penamat awal tadi dan berhak mendapatkan medali, namun medalinya sudah tidak ada. Saya tidak tahu persisnya seperti apa. Yang jelas, saya masih ingat pembahasan serius di media sosial terkait hal ini tahun lalu sehingga ada yang menyarankan bahwa "tidak apa-apa harus bayar, asalkan semua peserta mendapatkan medali penamat."
Klausul pemberian medali penamat untuk semua peserta yang dapat menyelesaikan larinya sebelum batas waktu yang ditentukan ternyata juga menimbulkan kontra dari para pelari 'garis keras'. Seperti disebut di atas, prestige ajang lomba lari ini adalah terbatasnya medali penamat yang diberikan sehingga setiap pelari merasa tertantang untuk menyelesaikan larinya sebaik mungkin. Jika semua pelari diberikan medali, lalu apa istimewanya finish duluan. Begitu kira-kira asumsinya.
.: Jangan sampai dehidrasi menghalangimu berlari. Foto oleh Cerita Lari :. |
Demi mengakomodasi semua pihak, yang ingin berlari dan mendapatkan medali, akhirnya tahun ini panitia memberlakukan fee untuk keikutsertaan. Tak kehilangan ide, untuk membuatnya tetap ada tantangannya, panitia menyediakan medali unik untuk 2.000 penamat saja. Itu artinya, semua pelari akan mendapatkan medali jika menyelesaikan larinya di bawah waktu yang ditentukan. Agar tak banyak 'protes' juga akibat dikenakannya fee keikutsertaan, di dalam paket lomba sudah ada produk-produk Milo sebagai komplimen sampai-sampai, salah satu kawan lari saya membuat gurauan bahwa tagline ajang Milo Jitenk tahun ini adalah seratus ribu dapat susu. ;D
Menurut saya pribadi, ajang ini memang pantang untuk dilewatkan sekaligus dapat dijadikan acuan oleh banyak penyelenggara race lari lain bagaimana sebuah race lari dihelat dengan meminimalisasi hal-hal yang seharusnya dapat diantisipasi. Meski jumlah pesertanya banyak, pengambilan racepack tetap rapi dan tertib. Tahun ini saya tidak mendengar selentingan negatif tentang panjangnya antrian atau ketidakprofesionalan panitia dalam memberikan pelayanan kepada peserta saat pengambilan racepack.
.: Yang penting gaya dulu. Foto oleh Norman Chandra :. |
Berkaca dari tahun sebelumnya, tahun ini start peserta dibagi dalam beberapa kategori sesuai dengan waktu tempuh dan kecepatan lari masing-masing individu. Di sinilah sebenarnya kejujuran dan sportivitas dari setiap pelari diuji. Jika di atas telah dipaparkan bagaimana panitia berusaha mengakomodasi keinginan banyak pelari untuk bisa ikut ajang ini dengan nyaman dan penuh kesan, saya justru melihat sisi yang kurang sportif dari beberapa pelari yang unjuk gigi di ajang ini.
Banyak pelari yang sengaja menuliskan waktu tempuhnya dalam berlari lebih cepat daripada kenyataan sebenarnya saat registrasi. Alhasil, pelari-pelari ini menempati posisi start lebih awal. Hal-hal seperti inilah pada hakikatnya yang harus dijunjung tinggi oleh pelari atau pegiat olahraga lainnya yaitu jujur kepada diri sendiri. Panitia sudah membuat 'pembeda' sesuai dengan kategori yang tercantum di nomor BIB. Hal ini dilakukan agar pelari yang larinya memang lebih cepat, tidak terganggu dengan pelari yang memang dari awal tujuannya berlari 'hanya' untuk rekreasional saja. Pelari yang ingin berjalan atau berlari lebih lambat, mengambil posisi di sebelah kiri jalur agar pelari di belakangnya yang ingin mendahului dapat leluasa berlari juga.
Memang menjadi hak setiap individu untuk masuk di kategori pelari yang mana. Akan tetapi, memaksakan diri berada di kategori pelari yang memang belum atau bukan tempatnya sungguh perilaku yang tidak terpuji. Pelari yang sudah 'tertib' semoga tidak mempunyai niat atau asumsi untuk mengubah waktu tempuh dan kecepatan larinya melebihi kemampuan sendiri saat registrasi hanya untuk bisa mengambil start lebih dulu. Saya menyesalkan jika hal seperti ini akan menjadi preseden buruk untuk race lari lainnya atau pelaksanaan ajang serupa di tahun mendatang.
.: Yang Penting Lariin Aja ;). Foto oleh Norman Chandra :. |
Seperti pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya, jalur lari Milo Jitenk memang rapi. Terletak di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan dan dijaga oleh petugas yang cukup, tidak ada kendaraan yang tiba-tiba nyelonong memotong jalur lari. Saya sendiri berusaha untuk lari sesuai dengan kemampuan dan berusaha mencapai target lebih baik daripada tahun lalu.
Selain rutin berlatih, saya berusaha meminimalisasi hal-hal kecil yang sering menjadi 'pengganggu' diri sendiri saat lari di pagi seperti ini. Urusan gejolak perut sudah saya antisipasi sebelumnya. Tidak seperti tahun lalu yang ketinggalan start hanya karena drama ingin ke kamar kecil, saya sudah selesai urusan perut setengah jam sebelum start dimulai. Tidak seperti tahun lalu juga yang memakai kaos race, kaos dan sepatu lari tahun ini sudah memadai dan 'ringan' saat dipakai berlari.
.: Milo, Energi untuk menang setiap hari ;) :. |
Untuk larinya sendiri, saya agak berhati-hati. Berkaca dari Milo Jitenk tahun lalu, saya berusaha agar tidak sakit dan nyeri di kaki pada saat dan setelah berlari. Tahun lalu, beberapa kuku di kedua kaki saya berdarah. Setelah lari pun saya kliyengan seperti habis pesta semalaman. Ternyata jenis dan ukuran sepatu yang digunakan juga berpengaruh. Yang belum tahu jawabannya, di tengah jalan saat berlari, saya selalu ingin muntah. Sepertinya masuk angin. Tapi kok hampir setiap kali race ya? Duh. :'(
Saya muntah air saat melewati jembatan layang arah balik menuju ke Episentrum lagi. Di situ lah saya mulai berjalan setelah sebelumnya stabil berlari. Untung sekali saya diingatkan oleh Pak Julius Thelusa yang berlari di samping saya. Beliau berpesan agar saya berlari lagi tapi tidak perlu terlalu kencang. Stabil saja di pace 5:30 sampai garis finish. Menurut perhitungan saya pun masih terkejar untuk lari sampai finish dengan catatan waktu di bawah satu jam.
.: 2.000 finisher pertama medalinya beda :. |
Kecepatan saya kurangi saat bertemu dengan rombongan pelari kategori 5K yang sudah putar balik dan kembali berlari agak cepat setelah melewatinya. Saya memasuki garis finish tanpa perasaan kliyengan seperti tahun lalu. Meski sama-sama tidak sarapan, tahun ini sepertinya saya lebih siap dan terlatih. Waktu tempuh (berdasarkan chip time) yang untuk jarak 10K tahun ini 55:04, lebih cepat 6:24 daripada tahun lalu. Medali gold untuk 2.000 penamat pertama saya dapatkan. Medalinya memang unik dan collectible sekali.
Berhubung belum sarapan, saya pun segera mengganti energi yang keluar saat berlari dengan asupan dua buah pisang, dua botol air mineral, dan beberapa gelas kecil Milo dingin. Tak lupa, setelah usai lari kegiatan wajib selanjutnya adalah
.: My personal best :. |
Saya sih bukan maniak race yang kalau tidak kebagian jatah slot akan uring-uringan. Sebenarnya, tahun ini adalah tahun Half Marathon (HM) setelah tahun lalu ikut hampir semua race untuk kategori 10K. Namun, Milo Jitenk sepertinya merupakan salah satu race 10K terbaik di Jakarta yang pantang untuk dilewatkan. Ajang ini juga dapat digunakan sebagai latihan untuk ikut race-race lari lain dengan medan yang lebih menantang.
Dengan persiapan lari yang memadai, latihan yang teratur dan disiplin, serta didukung dengan perlengkapan yang berkualitas, rasa-rasanya setiap pelari selalu berusaha untuk mendapatkan catatan waktu yang lebih baik daripada ajang sebelumnya. Dan hal itulah yang berusaha saya dapatkan di Milo Jitenk tahun ini. Mari (semangat) lari. []
Hampir sama kayak sepedaan ya. Biasanya kalau ada event yang 100km ke atas banyak peminat dan bagi mereka yang finish pasti dapat medali semua. Yang beda medalingnya itu 10 besar pertama yang sampai :-D
BalasHapusHehehe pada dasarnya race itu sama. Bahkan di aplikasiku ada tiga kegiatan sekaligus: lari, sepedaan, dan renang. Tentu, diriku cuma memilih lari aja. Sepedaan jarang banget. Kalau renang, mending pas traveling aja deh hehehe. Untuk medali, karena pesertanya banyak, 2.000 keping itu sudah jadi tantangan tersendiri kok hehehe. Beberapa orang menganggap, Milo Jitenk itu meski jaraknya 'cuma' 10K, tapi nguras energinya sepertinya lebih banyak daripada race 10K lainnya. Cobain aja tahun depan :)
Hapusmemanng masih banyak yang ngincer dapat medali .. sekarang juga ada event2 sepeda yang juga ikutan memberikan medali untuk finisher .. hehe
BalasHapusIya mz. Sampai-sampai sekarang ada juga yang bikin event lari virtual. Tapi memang mereka medalinya OK banget sih, jadi banyak yang ikut juga :)
Hapus