Kamis, 02 April 2015

Suatu Pagi di Pasa' Bolu

.: Pasar Hewan di Tana Toraja :.

"Upacara rambu solo' baru dimulai pukul 9 pagi, kita masih punya waktu satu setengah jam untuk mampir di Pasa' Bolu." begitulah ajakan Pak Yulius, pemandu saya, saat bertandang ke Tana Toraja.

Pasa' Bolu atau Pasar Bolu merupakan pasar hewan terbesar di Toraja. Letaknya tak jauh dari pusat kota Toraja Utara. Selain menyediakan bahan-bahan kebutuhan pokok, pasar ini terutama merupakan sentra penjualan kerbau dan babi, dua satwa yang mempunyai peran sentral dalam upacara adat masyarakat Toraja. Pasar ini berlangsung setiap enam hari sekali sesuai hari pasaran dan bergantian di enam pasar besar di Toraja.

Selain jadwal kunjungan singkat yang harus diatur untuk menyambangi beberapa tempat, pagi sepertinya berjalan tanpa tergesa di Toraja. Deru kendaraan tak begitu ramai. Hanya lenguh kerbau yang sesekali menyelingi kesunyian. Para pemilik kerbau berjalan gontai di pinggir jalan besar dengan senyum pengharapan sedikit rejeki dari 'pusaka' yang dituntunnya. Seonggok rumput disandang sebagai bekal untuk memancing rejeki yang lebih banyak lagi.

.: Daging Babi Asap, Ikan, dan Sayuran di Pasa' Bolu :.
Mencoba memberi kesempatan selapang-lapangnya untuk menikmati suasana pasar, saya diturunkan oleh Pak Yulius di ujung jalan dan dipersilakan untuk ke pasar sendirian.

"Saya akan tunggu di seberang jalan. Sms saja jika sudah selesai." begitu katanya, menambahkan.

Dengan riuhnya orang-orang dan kendaraan yang akan menuju pasar, jalan kecil yang saya lalui ini semakin terlihat sempit karena para pedagang juga menjajakan dagangannya hingga badan jalan. Sayur, buah, dan bumbu dapur tampak warna-warni menghiasi jalanan. Ada juga ayam potong, ikan segar yang masih menggelepar di atas tampi, dan daging babi asap yang sudah dipotong-potong rapi.

Setelah melewati jalan sempit tadi, sampailah saya pada sebuah 'arena' yang sangat lapang. Banyak truk bongkar muatan. Tali-temali pengikat ternak menjuntai di salah satu sudut, dijual untuk mereka-mereka yang sudah cocok membawa pulang hewan incaran. Terbiasa melihat pasar sapi di daerah Guyangan, Nganjuk, saya tak begitu terkejut dengan keberadaan kerbau yang jumlahnya ratusan berkumpul dalam satu area. Yang membuat saya justru terperangah, kerbau-kerbau ini badannya begitu sehat sekali, berdaging, dan terkesan absen dari lemak.

Seorang anak kecil tampak mengelus-elus kepala kerbau sambil menyuapinya dengan sejumput rumput. Sorot matanya mengisyaratkan ketidaktegaan melepaskan peliharaan kesayangannya akan segera ditebus orang untuk dikorbankan dalam sebuah perayaan adat. Raut itu mengingatkan saya pada pengalaman untuk sulit menyadari bahwa ayam kampung yang diberi makan setiap hari akhirnya berakhir menjadi sebongkah sajian selamatan, beberapa tahun silam. Tapi sudahlah, hal-hal semacam ini kadangkala merupakan sebuah keniscayaan.

.: Memilih-Milih Pasangan Hidup Kerbau di Pasa' Bolu, Tana Toraja :.

"Dua puluh juta rupiah, bolehlah dibawa pulang kerbau ini." Lamunan saya mendadak buyar saat ada seorang pedagang yang menawarkan kerbaunya. Saya memang tak hendak berbelanja kerbau di tempat ini. Tapi, demi melihat banyak kerbau bersaing memperebutkan hati pelanggannya, pasar ini tak pelak bisa disebut juga sebagai ajang kontes kerbau.

Menurut salah satu pedagang kerbau yang saya tanyai, kerbau-kerbau biasa seperti ini dipatok di kisaran harga 17 juta hingga 35 juta rupiah, tergantung besar kecilnya kerbau yang ditawarkan. Yang paling istimewa adalah tedong bonga, kerbau belang khas Toraja. Konon, harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Saya menemukan seekor tedong bonga seharga 400 juta yang ditambatkan di tengah-tengah pasar. Ukurannya sungguh jumbo. Tanduknya sepanjang tangan saya. Melihatnya tetap diam meski perkasa dan manut saja saat dicucuk hidungnya semakin membuat saya yakin bahwa anekdot tentang semua kerbau memang bodoh dari sononya memang benar adanya.

Tapi, saya dibuat merinding saat diberi tahu seorang pedagang bahwa meski ada di antara kerbau ini yang awalnya merupakan jenis petarung, saat berada di pasar ini, kerbau-kerbau tersebut tidak akan berkelahi meski berdekatan dan dilepas di tengah pasar. Melihat ukurannya yang sungguh super untuk ukuran biasa saya memilih menghindarinya daripada tiba-tiba diseruduk dan melipir ke sisi pasar yang lain. 

.: Kerbau Saja Makan Rumput Bisa Kekar gitu :| :.
Selain kerbau, ribuan babi yang kondisinya sehat dan berdaging juga dijajakan di pasar ini. Babi-babi itu dijual dengan cara diikat dalam posisi tidur pada bilah-bilah bambu yang telah dijejer rapi. Harganya berkisar 1,5 juta hingga 3 juta rupiah.

Muka dan tubuh babi yang kelihatan ginuk-ginuk selalu membuat saya ingin tertawa. Hal yang tambah membuat 'lucu', masyarakat Toraja sungguh cuek sekali saat membawa babi-babi dagangan ini. Ada yang dipanggul di punggung, diikat di boncengan sepeda motor, atau ditumpuk dalam kendaraan bak terbuka. Jika moncongnya tak diikat, suara menguik-uik akan terdengar semarak bersahutan dengan deru kendaraan bermotor.

Karena tak kuat mencium baunya, saya memutuskan untuk segera beranjak dari pasar untuk menuju Desa Nonongan, tempat ritual mantunu akan dilangsungkan di mana sebagian kerbau dan babi ini menjadi bagian dari ritual persembahan bagi orang yang meninggal dunia sebagai 'bekal' menghadap Puang Matua (Dewa Pencipta). Saya sungguh tak sabar untuk segera melihatnya. []

10 komentar:

  1. Wah tedong bonga harganya 400jt :o mahal sekali

    http://sastraananta.blogspot.com/2015/05/surat-untuk-warung-blogger.html?spref=tw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, memang mahal. Tapi, harga segitu dibandingkan dengan kebutuhan untuk acara adat sih tetap terjangkau ;)

      Hapus
  2. Di toraja ini memang unik. Harga 1 ekor kerbau bisa lebih mahal dari mobil mewah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tedong Bonga yang foto bareng aku itu seharga rumah mas. Harganya 400 juta rupiah :)

      Hapus
  3. Pasar tradisional memang qadalah salah satu spot yang menarik saat travelling, namun belum pernah sih aku ke pasar kebo hahaha. Seruuuu.... harus dicoba kali ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wajib mbak hahaha. Selain kerbau, ada juga babi yang ginuk-ginuk lucu hahaha :D

      Hapus
  4. Kata temen gw yg asli toraja dan hanya pegawai kantoran. Biaya kematian di toraja bisa buat biaya kawin berkali2 di toraja hahaha. Hal ini karna mahal nya harga kerbau

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha tapi orang-orang Toraja juga tetap menjunjung tradisi mereka kok. Namanya adat semahal apapun tetap ditempuh kayaknya. Semacam prestise gitu lah. Emang mahal bener sih biaya dan harga kerbau di Toraja :'(

      Hapus
  5. Nah, kalau ke pasar bolu ini belum sempat. Lain waktu pengen lihat suasananya langsung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lho, kirain yang motoin si Cumilebay di Pasa' Bolu itu kamu mz. Ternyata belum ke sini. Jangan lupa hari pasarannya ya kalau mau ke sini :)

      Hapus